Sri Sultan Minta Warga Penolak Bandara Berkompromi, Kalau Tetap Ngeyel Malah Sengsara
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta warga yang masih bertahan menolak pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) berkompromi
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta warga yang masih bertahan menolak pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) berkompromi dengan pemerintah daerah.
Jika terus ngeyel bertahan tinggal di lokasi lahan pembangunan, warga justru akan sengsara karena perubahan kondisi lingkungan.
Hal itu diungkapkan Sultan saat syawalan bersama jajaran Pemerintah Kabupaten Kulonprogo di Taman Budaya Kulonprogo, Selasa (3/7/2018).
Sesuai regulasi yang ada, kata Sultan, hak masyarakat atas tanah yang diperuntukkan sebagai lahan pembangunan bandara itu telah dicabut dan beralih kepada negara dengan adanya proses konsinyasi dana kompensasi pembebasannya.
Ini juga telah menjadi ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Dia menyerahkan persoalan adanya penolakan warga itu kepada pemrakarsa pembangunan bandara, PT Angkasa Pura I sesuai urusan dan kebutuhannya.
"Masyarakat harus punya kompromi baik lagi dengan pemerintah daerah karena memang hak atas tanahnya sudah harus diserahkan pada negara."
"Selanjutnya diberi pesangon (ganti rugi), itu sudah dititipkan. Kan sudah, selesai Pengadilan sudah memutuskan, sekarang tergantung urusannya Angkasa Pura. Itu saja," kata Sultan.
Perubahan hak milik dengan pembebasan tanah disebutnya sangat mungkin terjadi dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi daerah.
Termasuk untuk membangun fasilitas umum seperti jalan, pelabuhan, hingga bandara.
Namun begitu, tidak serta merta proses tersebut merugikan masyarakat karena ada kompensasi yang diberikan berikut fasilitasnya untuk memenuhi hak warga.
Terkait warga terdampak pembangunan bandara, pemerintah juga telah berusaha memfasilitasi dengan turut memperjuangkan pembebasan pajak atas perolehan nilai dari pembebasan lahan tersebut hingga penyediaan rumah relokasi magersari bagi warga terdampak yang tidak mampu memiliki hunian baru.
Ini juga satu model dengan pemberian rumah relokasi bagi warga terdampak bencana gempa bumi 2006 di Bantul maupun erupsi Merapi 2010 di Sleman.
"Bagi saya, sudah cukup memperjuangkan, tanah itu memang perlu dibebaskan. Tidak mungkin lagi bicara sedumuk bathuk senyari bumi. Perubahan hak milik atas tanah pasti terjadi," kata Sultan.