Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Membangkitkan Batik Tulis Petarukan yang Hampir Punah

Bagi para pecinta fashion khususnya batik di Kabupaten Pemalang kini sudah mudah lagi mencari koleksi batik tulis khas Petarukan

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in Membangkitkan Batik Tulis Petarukan yang Hampir Punah
Dokumen pribadi
Pedangdut kristina saat mengenakan batik Petarukan 

TRIBUNNEWS.COM -- Bagi para pecinta fashion khususnya batik di Kabupaten Pemalang kini sudah mudah lagi mencari koleksi batik tulis khas Petarukan.

Sejumlah perajin batik lokal di Keboijo, Kecamatan Petarukan, kini sudah bisa berkarya lagi, setelah sekitar 20-an tahun vakum.

Adalah Herlin Fidya, wanita asli Petarukan yang berusaha membangkitkan budaya membatik di desa itu.

Sejumlah perajin yang telah pensiun ia rangkul untuk kembali berkarya.

Batik Petarukan
Batik Petarukan

Ia menceritakan, lesunya industri batik di Petarukan tidak lepas dari krisis yang melanda Indonesia.

Pada era 1980 hingga akhir 1990-an, sejumlah perajin batik tulis di Petarukan seperti berlomba memproduksi karya seni khas daerah itu.

Batik saat itu biasanya dipakai sebagai jarik, atau bawahan bagi para wanita.

Berita Rekomendasi

Namun seiring berjalannya waktu, selain terimbas oleh krisis, perkembangan zaman juga kurang mendukung industri batik setempat sehingga satu persatu para perajin gulung tikar, karena kesulitan dana dan pemasarannya.

batik petarukan di jfff
Batik Petarukan di JFFF

Praktis pada awal 2000-an di Petarukan sudah tidak ada lagi perajin batik. Mereka mati suri.

Untuk mencari batik ini pun sangat sulit.

Herlin yang juga pemilik Mahadevi Batik Indonesia merupakan brand yang sudah dikenal dunia fesien etnik Indonesia ini tak ingin batik Petarukan musnah termakan oleh zaman.

Wanita asal Keboijo Petarukan ini pun berupaya memberdayakan 10 orang ibu rumah tangga yang dulu pernah eksis menjadi perajin batik Petarukan di workshop Mahadevi Batik Indonesia, Keboijo Petarukan.

Ia berhasil merayu mereka hingga kembali berkarya padahal ada yang usianya sudah mencapai 70-an tahun.

"Setelah sekitar 20 tahun vakum, mereka akhirnya mau kembali membatik," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (11/7/2018).

Sekarang paling tidak dari 10 orang perajin sudah bisa menghasilkan 20 lembar batik tulis khas Petarukan dengan kualitas cukup baik.

herlin fidya
Herlin Fidya

Menurutnya, batik Petarukan hampir sama dengan batik Pemalang pada umumnya dengan ciri khas motif yang agak kasar, hanya ada sedikit perbedaan di kreasi motifnya saja.

"Berbeda dengan batik pesisir pada umumnya, seperti batik Pekalongan yang indentik dengan batik full color, tapi batik Pemalang warnanya lebih ke hitam putih dan sogan tanpa ada coletan warna warni," jelasnya.

Dengan bahan kain katun, satu lembar batik klasik dihargai Rp 500 ribu, sedangkan batik klowongan kontemporer Rp 250 ribu.

"Kalau batik tulis kan mbatiknya depan dan belakang sehingga butuh waktu, satu lembar saja butuh waktu dua minggu," jelasnya.

Mengingat para perajinnya sudah banyak yang menginjak usia senja, Herlin mengincar sejumlah sekolah untuk diajak bekerjasama dan mencari generasi muda yang benar-benar berminat membatik untuk ikut pelatihan di workshopnya.

Dengan kembali hidupnya perajin batik Petarukan ini, Herlin berharap ikut melestarikan batik klasik Pemalang khususnya dari Keboijo Petarukan yang nyaris punah.

"Harapan saya suatu saat Keboijo akan menjadi daerah wisata khusus batik Pemalang," ujarnya wanita kelahiran 7 Desember 1971 ini.

Mahadevi Batik Indonesia yang merupakan brand yang sudah dikenal dunia fesien etnik Indonesia, salah satu workshopnya ada di ITC Ambasador Kuningan pun terus mempromosikan batik lokal ini.

Upaya lain untuk melestarikan batik Petarukan yang dilakukan setiap tahunnya selalu dipamerkan di ajang fesyen nasional, Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas