Lulus ITB dengan IPK 4, Bobbi Winema Bertekat Lanjutkan Studi di Luar Negeri Hingga Jadi Profesor
Setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Bobbi Winema Yogatama berkeinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG- Setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Bobbi Winema Yogatama berkeinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Tujuannya, adalah ke perguruan tinggi di Amerika Serikat.
Seperti diketahui, Bobbi Winema berhasil menorehkan prestasi luar biasa selama kuliah di program studi teknik elektro ITB.
Pria berumur 22 tahun itu lulus dengan menyandang predikat cum laude bahkan dengan IPK sempurna yaitu 4.00 dalam wisuda ketiga ITB tahun akademik 2017/2018.
Tribun Jabar pun berkesempatan berbincang dengan pria asal Bandung itu pada Rabu (25/7/2018) di kampus ITB, Jalan Ganesa, Kota Bandung.
"Saya sebetulnya ingin kuliah sampai S3," ujar Bobbi yang mengenakan kacamata.
Bukan tanpa alasan dia ingin melanjutkan studi sampai tingkat S3.
Bobbi mengaku terinspirasi dari kakak kandungnya yang berkuliah sampai tingkat itu dan bekerja di perusahaan raksasa Google.
"Baru ada waktu buat apply S2 setelah wisuda kemarin (wisuda ITB, Jumat-Sabtu, 20-21/7/2018). Enggak keburu apply S2 pas tugas akhir kemarin. Jadi kalau apply sekarang ada jeda satu tahun. Satu tahun kerja dulu, tapi belum tahu juga kerja di mana," ujarnya.
Alternatif selain ke Negeri Paman Sam, Bobbi Winema juga berkeinginan kuliah di Jepang, Singapura, atau Swiss.
"Kalau di AS, kampusnya mungkin ke Universitas Chicago, ngambilnya program PhD, departemennya mungkin computer science," ujarnya.
Dari hasil analisis sendiri, kata dia, riset yang paling maju berada di Amerika Serikat.
Jumlah mahasiswa Indonesia yang studi S2 atau S3 di sana lebih sedikit ketimbang mahasiswa dari India atau Tiongkok.
"(Mahasiswa asal) Negara India, Tiongkok, banyak banget mahasiswa di sana, Indonesia masih kurang. Kenapa? Padahal Indonesia tak kalah pintar," ujar Bobbi Winema.
Menurutnya, kurangnya mahasiswa Indonesia yang studi di sana lantaran jumlah profesor asal Indonesia di Amerika Serikat kurang.
"Kalau mau PhD yang penting kan dapat profesornya. Nah, jadi setelah orang Cina dan India banyak yang jadi profesor, mereka bisa membantu mahasiswa asal negaranya ke sana. Profesor dari Indonesia di sana belum banyak," kata Bobbi.
"Nah, kalau saya S3, mungkin nantinya saya bisa jadi staf atau profesor di sana. Setelah itu saya ingin bawa mahasiswa Indonesia berbakat untuk studi. Link dan relasi itu penting banget," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.