Rp 500 Sekali Suntik Rubella di Rumah Sakit
Untuk biaya vaksinasi MR ini diberikan secara gratis, namun ternyata bila dilakukan di rumah sakit atau dokter biayanya lumayan mahal.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, PENAJAM -- DINAS Kesehatan (Dinkes) Penajam Paser Utara (PPU) sedang melakukan vaksinasi Measles Rubella (MR) secara serentak di sekolah‑sekolah mulai 1 Agustus lalu sampai akhir September mendatang.
Untuk biaya vaksinasi MR ini diberikan secara gratis, namun ternyata bila dilakukan di rumah sakit atau dokter biayanya lumayan mahal.
Kepala Dinas Kesehatan PPU, Arnold Wayong, Kamis (2/8/) mengatakan, masyarakat harus bersyukur karena vaksinasi MR ini dilakukan secara gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun.
Ia mengungkapkan, bila vaksin seperti ini dilakukan di rumah sakit atau dokter praktek, maka biaya yang harus dikeluarkan pasien bisa mencapai Rp 500 ribu.
Baca: Anak Penjahit Ini Berprestasi dan Diterima di Akpol, Sang Ayah Harus Menabung Dulu Untuk Ke Semarang
"Kalau di Indonesia ini rata‑rata biayanya memang Rp 500 ribu/sekali suntik. Malah kalau di Singapura itu biayanya bisa sampai Rp 1 juta, Sementara saat ini diberikan secara gratis kepada masyarakat. Makanya kesempatan ini harus dimanfaatkan karena kalua mau vaksin di luar kegiatan ini jelas harus membayar," katanya.
Arnold menyatakan, meski vaksin ini gratis namun ternyata masih banyak warga yang menolak anaknya diberikan vaksin MR ini.
Padahal manfaat vaksin ini cukup banyak termasuk untuk memnghindari penyakit campak. Untuk itu, ia berharap kepada seluruh warga mengizinkan anaknya diberikan vaksin ini.
Arnold menjelaskan, vaksinasi MR ini akan dilaksanakan selama dua bulan dan ditargetkan bisa selesai akhir Agustus ini. Sedangkan September mendatang akan digunakan untuk sweeping anak yang belum mendapatkan vaksin ini.
Sementara itu, belasan orangtua murid di SDN 026 Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menolak anaknya disuntikkan vaksin Measles Rubella (MR). Alasannya, karena selain anaknya sedang sakit juga masih mempertanyakan mengenai kehalalan vaksin tersebut.
Kepala SDN 026 Penajam, Abdul Wahab, Kamis (2/8) menjelaskan, sejumlah orangtua sudah menyampaikan secara lisan bahwa penyuntikan vaksin MR hari ini tidak diberikan kepada anaknya. "Alasannya sih karena takut karena anaknya sedang sakit. Tapi ada juga alasan vaksin ini katanya belum halal," jelasnya.
Dengan alasan tersebut lanjut Wahab, pihaknya tidak berani memaksa untuk memberikan vaksin tersebut karena merupakan hak orangtua untuk menyetujui apakah vaksin bisa diberikan kepada anaknya.
Namun demikian, ia mengaku bersyukur karena masih ada ratusan murid yang tetap ingin mereka disuntikkan vaksin tersebut. Menurut pantauan Tribunkaltim.co, sejumlah petugas dari Puskesmas Penajam langsung mendatangi ruang kelas.
Bahkan penyuntikan vaksin ini langsung dilakukan secara bersamaan di sejumlah ruang kelas. Satu per satu murid dipanggil untuk mendapatkan vaksin tersebut meski ada sejumlah anak yang awalnya takut disuntik.
Namun setelah dibujuk guru akhirnya mau disuntik meski harus dipeluk dan tutup mata. Bahkan guru menjanjikan bila ada murid yang selesai disuntik akan diberikan permen.
Kepala Dinas Kesehatan PPU, Arnold Wayong mengatakan bahwa sudah mendapat laporan mengenai banyaknya orangtua yang menolak untuk diberikan vaksin kepada anaknya.
Namun demikian, pihaknya tidak mempermasalahkan karena nantinya akan kembali mencoba menyampaikan dan memberikan pengertian agar orangtua murid ini mau anaknya disuntik.
"Memang banyak orangtua yang masih mempertanyakan vaksin tersebut apakah halal atau tidak," jelasnya.
Arnold menjelaskan, bahwa pemberikan vaksin MR ini akan dilakukan selama Agustus dan September dan ditargetkan bulan ini selesai dilakukan di empat kecamatan. Bahkan nantinya, akan melakukan sweeping di sekolah‑sekolah untuk mencari anak yang belum diberikan vaksin.
"Kami akan memberikan penjelasan dan pengertian kepada orangtua bahwa vaksin ini aman. Yang jelas selama sebulan nanti kami akan sweeping mereka apalagi data‑data murid yang tidak diberikan vaksin ada," katanya. (Samir Paturusi)