Terbakar dan Tenggelam di Perairan Bima, KLM Wahyu Ilahi 02 Ternyata Tak Terstandarisasi
Menurut Irwan, muatan kapal yang memiliki panjang 24,80 meter, lebar 5,97 meter dan dalam lambung 2,85 meter, tidak terstandarisasi.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan TribunJeneponto.com, Muslimin Emba
TRIBUNNEWS.COM, BATANG - Kepala Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Jeneponto, Irwan mengungkapkan KLM Wahyu Ilahi yang terbakar dan tenggelam di perairan Bima NTB, tergolong kapal baru.
"Masih baru itu kapal (KLM Wahyu Ilahi) karena pembuatannya itu tahun 2011 dan awal peluncuran atau operasinya itu juga di 2011. Kayunya itu menggunakan kayu kelas satu, kayu uling," kata Irwan ditemui di kantornya, Minggu (2/9/2018).
Namun, menurut Irwan, muatan kapal yang memiliki panjang 24,80 meter, lebar 5,97 meter dan dalam lambung 2,85 meter, tidak terstandarisasi.
"Karena dia (KLM Wahyu Ilahi) tergolong kapal tradisional, itu kategorinya non standar atau tanpa standar saat berlayar," ujarnya.
Penentuan maksimal berat angkut kapal hanya menggunakan prakiraan pandangan mata atau tanpa timbangan.
Baca: 21 Penumpang Selamat KLM Wahyu Ilahi Kini Berada di Pelabuhan Probolinggo
"Jadi berat maksimal angkutan kapal itu hanya dilihat dari lambung timbulnya. Kalau tenggelam lambung timbul, maksimal 45 cm dari garis air, itu baru dikatakan full," jelasnya.
Meski tanpa standarisasi pelayaran, pihaknya mengaku tetap mempersyaratkan adanya sertifikat kapal dan surat pernyataan nakhoda sebelum melakukan pelayaran.
"Sertifikat ada 3 bulan, 6 bulan, ada 1 tahun, tergantung dari umur kapal. Tidak ada maksimal umur karena ada pemeliharaan setiap tahun, namanya docking," tuturnya.
Lalu bagaimana prosedur sebelum melakukan pelayaran? Sebelum melakukan pelayaran, pihak kapal harus mengajukan surat permohonan berlayar.
"Prosedurnya itu harus permohonan dari pemilik untuk berangkat 1x24 jam sebelum berlayar, surat pernyataan nakhoda (nakhoda yang menyatakan layak berlayar) terus ada pemeriksaan dari pihak kami mulai dari pengawakan, permesinan dan kondisi kapal," tuturnya.
Ada tiga mesin pendorong yang digunakan kapal milik Haji Muhammad Nur itu. Mesin utama menggunakan mesin jenis Mitsubishi dan dua mesin bantu atau penyeimbang jenis Yanmar.
Baca: Penolakan Terhadap Hastag #GantiPresiden Wujud Tingginya Kesadaran Masyarakat Berkonstitusi
Untuk daya dorong kapal ketiga mesin kapal itu dapat melaju dengan kecepatan 8-10 knot, tergantung berat muatan dan cuaca jalur layar.
Saat ini, data dari Syahbandar Jeneponto ada 20 kapal yang kerap melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Jeneponto, kapal dari Sinjai, Bone, dan Jeneponto.
Sebelumnya, Kapal Layar Motor (KLM) Wahyu Ilahi 02 GT 66 dikabarkan hilang kontak saat berlayar dari Pelabuhan Marapokot, Embai, Nusa Tenggara Timur, menuju Pelabuhan Jeneponto, Desa Bungen, Kecamatan Batang, Jumat (31/8/2018) siang.
Kapal berangkat dari Pelabuhan Marapokot, 30 Agustus 2018 pukul 02.00 dini hari, ETA (rencana waktu kedatangan) Jeneponto, 31 Agustus 2018 pukul 05.00 Wita.
Saat ini, korban selamat KLM Wahyu Ilahi yang berjumlah 21 orang telah berada di Pelabuhan Probolinggo, Jawa Timur.
Artikel ini telah tayang di Tribun-timur.com dengan judul KLM Wahyu Ilahi 02 yang Hilang Kontak Ternyata Tak Terstandarisasi