Lima Calon Kades Petahana di Kulonprogo Bertarung dengan Istri dalam Pilkades Serentak
Lima desa itu adalah Desa Kedundang (Kecamatan Temon), Panjatan dan Cerme (Kecamatan Panjatan), Pandowan (Galur), dan Sri Kayangan (Sentolo)
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Sejumlah petahana kembali mencalonkan diri dalam ajang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) 2018 serentak di Kulonprogo.
Beberapa di antaranya kini justru harus menghadapi istrinya sendiri sebagai lawan politik dalam agenda demokrasi tersebut.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPMDPPKB) Kulonprogo mencatat, ada 59 orang dari 20 desa di 9 kecamatan yang akan maju dalam Pilkades serentak pada 14 Oktober 2018 mendatang.
Dari jumlah itu, ada 15 desa yang petahananya kembali mencalonkan diri dan lima di antaranya harus bertarung berebut suara dengan istrinya sendiri yakni Desa Kedundang (Kecamatan Temon), Panjatan dan Cerme (Kecamatan Panjatan), Pandowan (Galur), dan Sri Kayangan (Sentolo).
"Cukup banyak incumbent yang berhadapan dengan istrinya sendiri. Calonnya memang hanya dua itu dan statusnya suami istri,"kata Kepala Seksi Kelembagaan dan Aparatur Pemerintah Desa, DPMDPPKB Kulonprogo, Risdiyanto pada Tribunjogja.com, Senin (8/10/2018).
Hal itu menurutnya legal dan tak dilarang oleh regulasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kulonprogo nomor 2/2015 tentang jabatan kepala desa maupun Peraturan Bupati Kulonprogo nomor 23/2015 terkait pelaksanaan Perda tersebut.
Baca: Pilkades Serentak di Sidoarjo, Setiap TPS Bakal Dijaga 20 Polisi dan 5 Tentara
Regulasi itu mengatur bahwa jumlah calon minimal dua orang dan maksimal lima orang.
Hal ini secara jelas juga tak memberi kemungkinan adanya satu calon saja dengan melawan kotak kosong.
Risdiyanto menganalisis, majunya pasangan suami istri incumbent dalam Pilkades ini lantaran figurnya cukup kuat di masyarakat dan tak ada kompetitor lain yang berani menandinginya.
Belum lagi, mencalonkan diri sebagai kades bagi kalangan masyarakat tertentu dipandang tidak cukup menarik jika dibandingkan ongkos pencalonan yang lumayan besar.
Kecakapan individu kades yang di masa kini punya risiko besar serta harus memahami persoalan administrasi desa juga membuat peminatnya sedikit.
Namun begitu, ia tak memungkiri kemungkinan besar keberadaan pasangan hidup incumbent itu hanya dimaksudkan sebagai pelengkap saja sekaligus mengakali aturan.
"Mekanismenya kan mewajibkan ada dua calon. Ya memang jadi semacam bandul (pemberat/pelengkap) tapi tidak ada regulasi yang melarangnya," kata dia.
Tahapan saat ini adalah masa kampanye dialogis yang berlangsung 8-10 Oktober dan setelah itu memasuki masa tenang selama beberapa hari sebelum masuk hari pemungutan suara pada 14 Oktober.