Usai Dilanda Gempa, Perekonomian di Palu Mulai Bergeliat, Warga Antre Beli Martabak
Salah satu PKL yang sudah banyak terlihat di Palu yakni para pedagang martabak.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, PALU - Setelah sempat berhenti berjualan pasca gempa dan tsunami, saat ini sudah mulai terlihat para pedagang kaki lima (PKL) di berbagai ruas jalan di Palu, Sulawesi Tengah.
Salah satu PKL yang sudah banyak terlihat di Palu yakni para pedagang martabak.
Keberadaan mereka pun menjadi incaran para warga yang sepertinya sudah begitu merindukan untuk makan cemilan setelah selama lebih dari sepekan hanya makan seadanya di rumah atau pun di pengungsian.
Baca: 2 Orang Tewas di Sumenep Akibat Gempa 6,4 SR di Situbondo
Tak ayal, beberapa pedagang martabak mengaku dagangannya sudah ludes terjual hanya dalam hitungan jam saja.
Sedangkan para pedagang martabak yang masih melayani pembeli tampak terlihat adanya antrean panjang.
Seperti yang terlihat di Jalan Emmy Saelan, Tatura Selatan, Palu.
Di tempat ini, terlihat belasan orang mengantre untuk membeli martabak.
Untuk mengantisipasi agar pembeli mengantre dengan tertib, pedagang di tempat ini menerapkan nomor antrean.
Baca: Batal ke KPK Amien Rais Puji Sikap Penyidik Polda Metro Jaya, 30 Pertanyaan Disela Makan Gudeg
Total ada 100 nomor antrean yang disiapkan di tempat ini.
"Setelah gempa ini sengaja kita pakai nomor antrean agar mereka tidak saling rebutan sehingga kita buatkan sesuai nomor antrean," ujar Abdul Kanan, pedagang martabak ditempat ini kepada TribunJakarta.com, Rabu (10/10/2018).
Meski nomor antrean yang disediakan hanya 100 saja, martabak yang dijualnya bisa hampir 200 porsi.
"Memang meningkat penjualannya mungkin karena orang sudah pada bosan makan dirumah, sehari bisa sampai 150 porsi karena orang belinya kadang lebih dari satu," kata Abdul.
Untuk harga martabaknya, Abdul menyebut adanya kenaikan sebesar Rp 2-5 ribu.
Baca: Persaingan Papan Atas Klasemen Liga 1 Semakin Panas, PSM Makassar Tempel Ketat Persib Bandung
Hal itu karena bahan pokok yang ia beli di pasar memang mengalami kenaikan.
Selain itu, saat ini ia pun juga menggunakan genset untuk penerangan karena listrik di kawasan itu masih terputus.
"Harganya naik Rp 2-5 ribu karena di pasar memang sudah naik. Kita ini juga pakai genset untuk sementara karena belum ada listrik," ucapnya.
Defi, warga yang membeli martabak di tempat ini rela mengantre selama lebih dari satu jam demi mendapatkan martabak.
"Tadi sudah muter-muter ke tempat lain tapi sudah pada habis. Makanya enggak apa-apa antre disini karena sudah bosan makan dirumah," kata Defi.