Mengintip Aktivitas Korban Gempa dan Tsunami Setelah Dua Pekan Mengungsi di Masjid Agung Palu
Kebanyakan dari pengungsi kini bertahan hidup dengan mengandalkan bantuan yang disalurkan oleh para relawan.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, PALU - Halaman Masjid Agung Darussalam, Palu, Sulawei Tengah (Sulteng), masih dipadati warga pengungsi bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi yang terjadi lebih dari dua pekan lalu.
Dengan terpal seadanya pengungsi mendirikan tenda-tenda darurat sebagai tempat berlindung dari teriknya matahari dan dinginnya malam.
Hampir dua pekan mereka sudah menempati lokasi itu sejak gempa, tsunami dan likuifaksi meluluhlantakkan Palu dan wilayah sekitarnya pada Jumat (28/9/2018).
Kebanyakan dari pengungsi kini bertahan hidup dengan mengandalkan bantuan yang disalurkan oleh para relawan.
"Sekarang sudah tidak sulit lagi, bantuan sudah banyak yang masuk, beda sehari sampai dua hari pas bencana," ucap Reyhan salah seorang pengungsi, saat ditemui di halaman Masjid Agung Darussalam, Minggu (10/10/2018).
Baca: Satu Per Satu Keluarga Korban Penculikan Ditemukan, Kaki dan Tangan Jasad Solihin Terikat
Tak banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh para pengungsi.
Di siang hari mereka nampak sibuk menyiapkan makan.
Beberapa pengungsi membawa alat masak milik mereka ke tenda pengungsian.
Barang-barang tersebut diselamatkan dari reruntuhan rumah mereka.
Sementara pengungsi lain, tampak asyik memilah-memilah pakaian bekas layak pakai sumbangan dari donatur.
Ditinggal sang suami yang menjaga rumahnya agar tidak dijarah, ibu-ibu terlihat memasak nasi dan lauk pauk untuk makan.
Pengungsi di lokasi ini juga mengolah makanan lainnya. Salah satunya membuat varian minum dingin yang dijajakan ke pengungi maupun relawan.
"Jual Pop Ice, memang sudah jual dari sebelum bencana, ini alat-alatnya masih sederhana," ujar Aisha, sambil membuatkan minuman untuk relawan.
Baca: Kesaksian Korban Gempa Palu: Air Tsunami tidak Masuk ke Masjid Jami Pantoloan, Hanya Melompati Kubah
Untuk menunaikan ibadah salat, para pengungsi pun masih enggan menggunakan Masjid Agung Darussalam untuk tempat ibadah.
Mereka lebih memilih salat di posko, sebab masjid terbesar di Kota Palu itu, mengalami kerusakan parah akibat gempa.
Disisi lain beberapa pengungsi juga masih mengeluh akan kurangnya bantuan terutama beras.
Mereka mengatakan terpaksa harus membeli bahan makanan dengan harga lebih mahal di pasar.
"Kalau beras tetap harus beli, di pasar dekat sini, 1 kg hampir Rp 25 ribu," ujar Aisha.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.