Helikopter MI-8 Lakukan Water-Bombing Wilayah Terdampak Likuefaksi Sulteng
"Pengemboman menjadi langkah yang efektif karena cakupan wilayah yang luas dan kondisi lapangan yang berpotensi terjadi amblesan," ujarnya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, PALU – Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, saat ini helikopter MI-8 memulai melakukan water-bombing atau pengemboman material disinfektan di wilayah terdampak likuefaksi, seperti Petobo, Balaroa, dan Jono Oge.
"Pengemboman menjadi langkah yang efektif karena cakupan wilayah yang luas dan kondisi lapangan yang berpotensi terjadi amblesan," ujar Sutopo dalam keterangan persnya, Kamis (18/10/2018).
Baca: Likuefaksi Juga Mengancam Kota Bandung Gara-gara Patahan Lembang? Ini Syarat Terjadinya Likuefaksi
Sutopo mengungkapkan, pihaknya mengirimkan helikopter untuk membantu operasi water-bombing yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Kementerian Kesehatan dan Kesehatan TNI.
Pengisian material disinfektan diisi ke dalam bucket atau ember yang telah dipersiapkan personel TNI melalui mobil tanki.
Saat ini (18/10/2018) tengah berlangsung pengeboman disinfektan di wilayah Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Sutopo menjelaskan, penanganan wilayah terdampak likuefaksi tidak hanya melalui pengemboman udara, tetapi juga fogging atau penyemprotan oleh para personel di darat.
Langkah tersebut telah dilakukan di wilayah-wilayah yang dapat dijangkau di Petobo dan Balaroa.
Penyemportan juga dilakukan di halaman rumah sakit yang digunakan untuk pengumpulan jenazah yang berhasil dievakuasi, seperti RS Undata, RS Madani, dan RS Bhayangkara.
Sutopo menjelaskan, tindakan ini merupakan upaya untuk membasmi vektor yang dapat mengancam kesehatan lingkungan.
"Namun untuk solusi jangka panjang, penimbunan wilayah terdampak likuefaksi harus segera dilakukan," katanya.
Pengeboman maupun penyemprotan disinfektan ini merupakan upaya antisipasi penyebaran penyakit melalui vektor seperti lalat, kecoa, atau tikus.
"Banyaknya korban meninggal yang diperkirakan masih tertimbun bangunan maupun tanah mendorong upaya antisipasi tersebut," katanya.
Di sisi lain, operasi evakuasi korban meninggal telah dihentikan tim gabungan pada 12 Oktober 2018 lalu, meskipun tidak tertutup kemungkinan mereka melakukan operasi evakuasi ketika mendapatkan laporan dari warga.
"Penimbunan wilayah terdampak untuk dijadikan sebagai ruang publik sempat disampaikan pada pembahasan penanganan ke depan," tuturnya.
Dikutip dari rilis Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) pada Selasa lalu (16/10/2018), Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulteng Ridwan Mumu menyampaikan lokasi Balaroa dan Petobo akan ditimbun terlebih dahulu dan ditetapkan sebagai pemakaman massal.