Sejadk Abad 17 Masehi Kepala Desa Kaliwulu Cirebon Tak Boleh Berpoligami, Ini Awal Kisahnya
Sejak abad ke-17 masehi, secara turun temurun Kepala Desa Kaliwulu, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon dilarang untuk berpoligami.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Masithoh
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Sejak abad ke-17 masehi, secara turun temurun Kepala Desa Kaliwulu, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon dilarang untuk berpoligami.
Hal itu terus dilakukan secara turun temurun oleh kepala desa di sana. Cerita itu seolah sudah menjadi tradisi yang terus dilaksanakan hingga saat ini.
Tradisi tersebut bermula dari Ki Gede Kaliwulu atau Syek Abdurokhman yang pertama kali tinggal di Desa Kaliwulu. Ia merupakan putra dari Syekh Panjunan Cirebon.
Saat itu ketika Syekh Abdurokhman juga terbiasa bepergian untuk mengawal Sunan Gunung Djati.
"Saat itu Syekh Abdurokhman senang dalam bidang pertanian dan peternakan. Ia memelihara Kerbau," ujar Kepala Desa Kaliwulu, Muslimin, saat ditemui di Desa Kaliwulu, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Minggu (21/10/2018).
Karena di Desa Kaliwulu sedang mengalami kekeringan, Syekh Abdurokhman memutuskan untuk mencari air ke suatu daerah.
Ia pergi ke Desa Bode Lor, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon dan bertemu dengan seorang wanoja atau perempuan bernama Nyi Bode Asih.
Saat melihat sosok Syekh Abdurokhman, Nyi Bode Asih langsung menyukainya. Lambat laun, Nyi Bode Asih mengutarakan perasaannya itu.
Perasaan cinta Nyi Bode Asih langsung ditolak oleh Syekh Abdurokhman karena sudah berkeluarga.
"Syek Abdurokhman langsung menolaknya karena sudah mempunyai istri dan keluarga," kata Muslimin.
Seorang Sejarawan Cirebon, Opan Safari, mengatakan, saat itu ia sampai menyamar menjadi seekor kerbau agar bisa dipeluk oleh Syekh Abdurokhman.
"Akhirnya ketahuan juga penyamaran itu. Saat itu ia beepikir menyamar jadi kerbau karena agar dicintai oleh Syekh Abdurokhman yang saat itu sangat mencintai hewan peliharaannya yaitu kerbau," kata Opan kepada Tribun Jabar.
Meskipun kerap berusaha, Nyi Bode Asih mengalami kegagalan dan tidak bisa menyatu dengan Syekh Abdurokhman.
Nyi Bode Asih yang sangat mencintainya itu, tidak peenah bisa melupakan Syekh Abdurokhman hingga semasa hidupnya tidak pernah menikah.
Sebelum meninggal, ia berpesan kepada keluarganya agar dimakamkan di samping makam Syekh Abdurokhman. Akhirnya keinginannya itu dikabulkan oleh keluarganya.
Akhirnya, makam Nyi Bode Asih dan Syekh Abdurokhman beserta istrinya dimakamkan saling berdampingan.
Saat ini, makam ketiganya ada di samping Masjid Desa Kaliwulu. Makamnya juga kerap diikunjungi berbagai peziarah setiap hari Jumat.
"Dulu di sini ada tembok pembatas antara Syekh Abdurokhman dan Nyi Bode Asih. Namun, konon katanya ketiga makam mereka itu menyatu hingga yang ada di dalam itu," kata Muslimin sambil menunjukkan makamnya.
Makam tersebut berada persis di samping masjid desa. Di dalamnya ada tempat untuk berziarah. Pada pintu makam, bertuliskan Pasarean Syekh Abdurokhman.
Ada pintu utama makam tersebut, tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.
Seorang kuwu di desa tersebut pun, baru bisa memasukinya setiap tradisi ganti sirap atau ganti atap setiap empat tahun sekali.
Masuk ke dalam makamnya saja, peziarah dilarang membawa telepon genggam maupun kamera.
Dari cerita itu, masyarakat mempercayai bahwa setiap kepala desa di sana tidak boleh berpoligami. Sama halnya yang dicontohkan Syekh Abdurokhman.
"Beliau kan nggak mau berpoligami, sampai kepala desa sekarang pun tidak pernah ada yang berpoligami. Kalaupun ada yang berpoligami atau menikah secara sah, itu dilarang. Konon, jika itu dilaksanakan, seorang kepala desa akan hancur masa jabatannya," kata Muslimin.
Setelah peristiwa tersebut, antara Desa Kaliwulu dan Desa Bode Lor selalu membantu dan bersilaturahmi secara erat dalam setiap acara maupun tradisi.
"Mengenai istri dari Syekh Abdurokhman sendiri, tidak diceritakan dalam dongeng tersebut," katanya.
Akibat kecintaan Syekh Abdurokman terhadap kerbau, sebagian masyarakat Kaliwulu masih ada yang memelihara kerbau.