Polisi Belum Tetapkan Status Pembakar Bendera
Aparat kepolisian juga belum menemukan mens rea atau niat berbuat pidana
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS, BANDUNG - Polda Jabar belum memastikan menetapkan status tersangka dua pembakar bendera di upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut karena membakar bendera berlafad tauhid.
Direktur Ditreskrimu Polda Jabar, Kombes Umar Surya Fana mengatakan, polisi masih melakukan penyelidikan tahap awal terhadap dua orang itu.
Aparat kepolisian juga belum menemukan mens rea atau niat berbuat pidana.
"Niat dua anggota Banser ini membakar bendera karena mereka tahunya bahwa bendera itu adalah bendera HTI. Dalam rapat persiapan upacara peringatan HSN, sudah disepakati bahwa bendera yang boleh dibawa hanya bendera merah putih namun faktanya, ada seorang pria yang membawa bendera tersebut," ujar Umar di Mapolda Jabar, Rabu (24/10).
Lantas, apa itu mens rea dalam ilmu hukum pidana.
Dikutip dari berbagai literatur hukum pidana, secara umum, mens rea adalah niat perbuatan jahat dari seorang pelaku kejahatan.
Mens rea berasal dari asas dalam hukum pidana Inggris, actus reus yang artinya, actus non facit reum, nisi mens sit rea atau sesuatu perbuatan tidak dapat membuat orang menjadi bersalah kecuali bila dilakukan dengan niat jahat.
Sehingga, dari pengertian itu, dalam suatu tindak pidana, dapat disimpulkan bahwa yang perlu dibuktikan adalah adanya perbuatan lahiriah sebagai penjelmaan dari kehendak (actus reus) dan kondisi jiwa, itikad jahat yang melandasi perbuatan itu (mens rea).
"Si pembakar bendera masih saksi, karena pemeriksaan pada mereka, belum ditemukan mens rea atau niat jahat membakar bendera itu dilandasi kebencian pada yang tertulis di bendera. (untuk penistaan agama). Niat mereka membakar bendera itu karena mereka tahu bendera itu bendera HTI, ormas yang dilarang dan sudah dibubarkan pemerintah, tidak ada niat lain," ujar Umar.
Lantas, siapa yang bisa dijerat pidana dalam kasus itu? Umar menjelaskan, ada kemungkinan polisi menerapkan Pasal 174 KUH Pidana tentang menganggu rapat umum yang tidak terlarang.
Untuk menerapkan pasal itu, polisi harus terlebih dulu mengamankan dan memeriksa si pembawa bendera.
Kehadiran si pembawa bendera mencurigakan karena pada rapat persiapan peringatan HSN, panitia sepakat peserta hanya membawa bendera merah putih an peserta hanya dari tiga kecamatan, Limbangan, Malangbong dan Leuwi Goong.
"Faktanya, hanya dia sendiri yang membawa bendera itu dan hanya dia juga yang berasal dari luar tiga kecamatan tersebut," ujar Umar.
Sedangkan, dengan membawa bendera tersebut ke tengah upacara yang pesertanya hanya dari tiga kecamatan dan hanya dibolehkan membawa bendera merah putih, harus sudah diketahui akan membuat gaduh upacara peringatan HSN.
"Terhadap si pembawa bendera, kami akan terapkan Pasal 174 KUH Pidana tentang mengganggu rapat umum yang tidak terlarang dengan membuat gaduh. Karena unsur subyektif atau unsur mens rea (niat berbuat pidana) nya ada. Yakni, membawa bendera yang dilarang di upacara itu. Sedangkan pada dua anggota Banser juga sama atau turut serta di Pasal 55 KUH Pidana melakukan tindak pidana sebagaimana diatur di Pasal 174 KUH Pidana," ujar dia.
Ancaman pidana di Pasal 174 KUH Pidana maksimal 3 minggu.
Pertimbangan lainnya kata Umar, pembawa bendera ke peringatan HSN ini juga dianggap sebagai penyusup karena si pembawa bendera berasal dari Kecamatan Cibatu, sedangkan yang diundang dalam upacara peringatan HSN berasal dari Limbangan, Malangbong dan Leuwigoong.
"Kami tertarik dengan adanya penyusup, yang tidak ada di dalam undangan untuk ikuti upacara peringatan HSN, kok tiba-tiba ikut upacara, membekali diri dengan bendera HTI. Ini ada apa? Makanya ini adalah aksi reaksi sehingga dalam penyelidikan ini, banyak hal yang harus diselesaikan," ujar Umar. (men)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.