Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Fasilitas 'Wah' yang Diberikan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein Hingga Mengantarkannya ke Penjara

Wahid juga membolehkan Fahmi membangun saung dan kebun herbal di dalam areal lapas serta membangun ruangan

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Ini Fasilitas 'Wah' yang Diberikan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein Hingga Mengantarkannya ke Penjara
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Terpidana kasus suap, Fahmi Darmawansyah berjalan keluar dari gedung KPK Jakarta usai menjalani pemeriksaan, Kamis (30/8/2018). Fahmi Darmawansyah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein terkait kasus dugaan suap pemberian fasilitas dan pemberian perizinan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Terpidana kasus suap pejabat Bakamla, Fahmi Darmawansyah kembali terlibat kasus suap pada kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein. Fahmi turut jadi terdakwa dalam kasus itu berama Wahid Husen.

Dalam kasus suap pejabat Bakamla, Fahmi dipidana 2 tahun 8 bulan sejak Juni 2017.

Pada dakwaan jaksa di sidang pertama Wahid Husen, Rabu (5/12/2018),Fahmi diberikan fasilitas istimewa.

‎"Kamar yang ditempati Fahmi dilengkapi berbagai fasilitas di luar standar kamar lapas. Antara lain dilengkapi televisi berikut jaringan TV kabel, AC,
kulkas kecil, tempat tidur spring bed, furniture dan dekorasi interior High Pressure Laminated (HPL). Fahmi juga diperbolehkan menggunakan telepon genggam (HP) selama di dalam Lapas," ujar Kresno Anto Wibowo, jaksa KPK.

‎Menurut jaksa, Fahmi memiliki seorang asisten bernama Andri Rahmat yang juga terdakwa dalam kasus ini di berkas terpisah.

Andri merupakan terpidana kasus pembunuhan yang divonis 17 tahun penjara. Selain Andri, Fahmi juga didampingi asisten lainnya, seorang terpidana bernama Aldi Rahmat.

BERITA TERKAIT

"Oleh Fahmi, masing-masing asisten digaji Rp 1,5 juta per bulan‎. Terdakwa selaku Kalapas Klas 1 Sukamiskin mengetahui berbagai fasilitas
yang diperoleh Fahmi namun terdakwa membiarkan hal tersebut terus berlangsung. Bahkan Fahmi dan Andri diberikan kepercayaan untuk berbisnis mengelola kebutuhan para warga binaan di Lapas Sukamiskin, seperti jasa merenovasi kamar (sel) dan jasa pembuatan saung," ujar dia.

Fakta lain yang mengejutkan, dikatakan jaksa, Wahid juga membolehkan Fahmi membangun saung dan kebun herbal di dalam areal lapas serta membangun ruangan berukuran 2x3 meter persegi yang dilengkapi dengan tempat tidur.

"Salah satunya untuk melakukan hubungan badan suami-istri, baik itu dipergunakan Fahmi saat dikunjungi istrinya maupun disewakan Fahmi kepada warga binaan lain dengan tarif sebesar Rp.650 ribu sehingga Fahmi mendapatkan keuntungan yang dikelola oleh Andri," ujar Jaksa KPK lainnya, Trimulyono Hendardi.

Apalagi keistimewaan yang diberikan Wahid pada Fahmi? Jaksa menyebut, Fahmi mendapatkan kemudahan dari terdakwa dalam hal ijin berobat ke luar lapas.
Seperti melakukan cek kesehatan secara rutin di RS Hermina Arcamanik ataupun di RS Hermina Pasteur. Pelaksanaan ijin berobat biasanya dilakukan setiap Kamis.

"Namun setelah berobat Fahmi tidak langsung kembali ke lapas melainkan mampir ke rumah kontrakannya di Perum Permata Arcamanik Blok F No 15-16 Sukamiskin Pacuan Kuda Bandung dan baru kembali ke Lapas Sukamiskin pada hari Senin," kata Trimulyadi.

Jaksa menyebut, segala keperluan untuk pelaksanaan ijin berobat Fahmi ke luar lapas tersebut disiapkan oleh Andri Rahmat. Itikad tidak baik Wahid sudah tercermin sejak ia menjabat pertama kali di Lapas Sukamiskin. Ia sempat mengumpulkan terpidana korupsi untuk berkenalan pada Maret 2018.

Namun setelah itu, perwakilan terpidana menemui Wahid secara khusus yang meminta kemudahan dalam izin keluar.

Wahid Husein didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan primair Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.

Di dakwaan subsidair, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan dakwaan subsidair Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke - 1 juncto Pasal 65 aya 1 KUH Pidana.

Dua pasal di Undang-undang Pemberantasan Tipikor itu pada pokoknya mengatur soal gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji. Ancaman pidananya terendah 4 tahun dan paling lama 20 tahun.

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas