Kasus Pesta Seks Coreng Reputasi Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan, Ini Saran Ketua DPRD DIY
Yoeke pun menyesalkan terjadinya kasus ini karena peristiwa pesta seks tersebut mencoreng reputasi DIY sebagai daerah tujuan pendidikan terkemuka.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Yoeke Indra Agung mengapresiasi Polda DIY yang berhasil membongkar praktik pesta seks di satu homestay di Condongcatur, Sleman.
Seperti diwartakan, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIY membongkar praktik pesta seks dan menangkap 12 orang, dua di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Yoeke pun menyesalkan terjadinya kasus ini karena peristiwa pesta seks tersebut mencoreng reputasi DIY sebagai daerah tujuan pendidikan terkemuka.
“Kami apresiasi Polda DIY yang cepat tanggap segera menghentikan kejadian tersebut, sehingga memberikan efek jera dan semoga tidak terjadi lagi di kemudian hari,” katanya.
Baca: Dua Tersangka Kasus Pesta Seks di Sleman Dijerat Pasal UU Perdagangan Orang
Yoeke menyebut, peristiwa ini mirip dengan dengan atraksi wisata di kawasan pantai di luar negeri.
Sebagai daerah tujuan wisata yang menurut data Dinas Pariwisata DIY, kunjungan wisata domestik tahun 2017 mencapai 4,5 juta orang dan wisatawan mancanegara mencapai 300 ribu orang, DIY harus mewaspadai hal semacam ini.
Oleh karena itu dia menyarankan perlu ada upaya rebranding dari Pemprov DIY bahwa jenis wisata di DIY selain alam yang indah, terutama justru budaya dan pendidikan.
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, perlunya untuk mengoptimalkan dan menggali obyek-obyek wisata baru yang berbasis budaya dan pendidikan. Berdasar data Kopertism saat ini ada sekitar 350.000 mahasiswa yang belajar di DIY, secara rasio ini yang tertinggi di Indonesia.
“Kejadian harus kita ambil hikmahnya, terutama seluruh stakeholder DIY untuk mengoptimalkan kembali implementasi regulasi yang mengatur tentang hal-hal terkait, misal Perda Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan, atau perda lain yang mengatur tentang penginapan,” jelasnya.
Selain untuk mengatasi persoalan yang timbul terkait interaksi sosial antara warga dan pendatang, juga dapat dimaksimalkan fungsi pengembangan nilai-nilai budaya adiluhung.
“Pengguna jasa penginapan/pemondokan dilibatkan secara aktif dalam even budaya di tempat tersebut, ketua RT/RW dengan bekal perda tersebut dapat meminta para penghuni, partisipasi aktifnya dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya di masyarakat,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, DIY juga punya Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Nilai Budaya yang bertujuan menyiapkan generasi muda unggulan melalui standart mutu pendidikan dimana mampu mengintegrasikan muatan-muatan budaya lokal dalam kurikulumnya.
Jadi, para pelajar dan mahasiswa dari luar DIY, selain mendapatkan ilmu sesuai basic kurikulum jurusannya juga mendapat bonus berupa karakter adiluhung dan cinta tanah air yang di serap dari budaya Jogja.
Keberadaan aturan-aturan hukum tersebut bila diimplementasikan secara konsekuen dapat meminimalisir berbagai potensi penyakit masyarakat terlebih pada DIY yang saat ini masih menjadi primadona wisata dan pendidikan di Indonesia. (rls)