Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penjelasan Lengkap Soal Pemotongan Nisan Berbentuk Salib di Kotagede Yogyakarta

Fakta dan klarifikasi Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X soal pemotongan nisan berbentuk salib di kotagede, Yogyakarta

Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Penjelasan Lengkap Soal Pemotongan Nisan Berbentuk Salib di Kotagede Yogyakarta
Tribun Jogja
Foto sebuah papan nisan berbentuk salib yang dipotong, menjadi viral dan jadi perbincangan di media sosial hingga timbulkan pro dan kontra. 

TRIBUNNEWS.COM - Peristiwa pemotongan nisan berbentuk salib yang terjadi di RW 13 Kelurahan Purbayan, Kotagede, Yogyakarta beberapa waktu lalu sempat menjadi viral di dunia maya.

Peristiwa itupun menyita banyak perhatian publik dan sempat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Menyikapi hal tersebut, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, turut buka suara.

Ia menegaskan, bahwa pemotongan nisan tersebut dilakukan warga hanya untuk mencari praktis saja.

"Ini pembelajaran bagi kita semua bahwa agama dan simbol-simbol keagamaan dijamin dalam konstitusi. Di sini kita semua kurang tanggap terhadap simbol-simbol itu, hanya mungkin mencari praktisnya saja sebagai bentuk kompromi," bebernya saat jumpa pers di Ruang Yudhistira, Kamis (20/12/2018).

Sebelumnya, pada Senin (17/12/2018) lalu sempat beredar foto viral di sebuah prosesi pemakaman nampak nisan berbentuk salib yang terpotong di bagian atas.

Terdapat keterangan bahwa pemotongan nisan tersebut atas desakan warga. 

Berita Rekomendasi

Sultan mengatakan bahwa dirinya telah melakukan dialog panjang dengan semua pihak terkait.

Dari sana ia menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor pemicu yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya, justru muncul ke permukaan sebagai sesuatu yang viral.

"Itu tidak diperkirakan oleh warga masyarakat, termasuk kita semua, khususnya dari camat, lurah, RT dan RW, tambahnya.

Ia pun menyayangkan berita yang terlanjur viral tersebut terkesan dilebih-lebihkan.

"Itu seperti manis dan asinnya dilebih-lebihkan," sambungnya..

Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut mengatakan, berita yang dilebihkan tersebut memberikan nuansa kesalahpahaman dan ketidakakuratan karena tidak pernah mempertanyakan permasalahan yang sesungguhnya.

"Menjadi sesuatu prasangka yang itu menumbuhkan isu-isu kurang pas. Kami mencoba bagaimana bersama teman-teman pers bisa meredam kondisi seperti itu. Dengan melihat kondisi yang terjadi secara real," tandasnya.

Ia pun meminta agar pembina wilayah bergerak secara aktif untuk menyelesaikan masalah di lapangan.

"Ketika ada persoalan, bisa diselesaikan. Kalau memang nggak mampu, bisa (koordinasi) ke atas," sambungnya.

Orang nomor satu di DIY tersebut kembali menitipkan pesan kepada pembina wilayah agar selalu menjunjung tinggi dan menjaga kerukunan warganya melalui tiga hal yakni 'ngono ning ojo ngono', 'tepo sliro', dan 'sithik iding'.

Sultan meminta pada semua pihak, baik masyarakat maupun pembina wilayah, agar selalu berhati-hati di dalam melangkah.

Peristiwa ini, harapnya, dapat dijadikan perhatian sebagai pembelajaran bersama.

"Semua itu bukan didasari pada aspek intoleransi seperti yang disangkakan. Meskipun mungkin memotong salib dan sebagainya berasumsi intoleransi. Karena sebenarnya warga tidak berpikir ke situ," terangnya.

Sultan menuturkan, ia sebagai kepala daerah memiliki kewajiban menjaga Yogya agar selalu memiliki toleransi tinggi.

Menurutnya demokratisasi di Yogya tidak ada artinya kalau pada akhirnya terjadi intoleransi dengan dampak yang merugikan bagi kebersamaan.

"Saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya atas kejadian ini. Ini pembelajaran bersama agar kita bisa menjaga toleransi, masyarakat tetap rukun, damai, dan juga merasa aman dan nyaman tinggal di Yogyakarta," tandasnya.

Tak Ada Keributan

Sementara Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, menyebut bahwa situasi di lokasi pemakaman adem ayem dan tidak terjadi keributan apapun.

Kabar viral justru muncul sehari setelah prosesi pemakaman dilangsungkan.

"Konstruksi sosial di sana tidak ada masalah. Tapi di luar sana (netizen dan warga yang melihat kabar viral tersebut) yang tensinya tinggi," ujarnya.

Ia menjelaskan, Makam Jambon dulunya masuk dalam wilayah Bantul.

Lalu belum lama ini masuk ke dalam wilayah Kota Yogyakarta.

Hingga saat ini, belum ada aturan pasti terkait siapa yang boleh dimakamkan di makam tersebut.

"Ini pembelajaran bagi kami bagaimana status tanah, makam, dan siapa yang diperbolehkan dimakamkan di situ nantinya harus ada aturannya," ujar Hariyadi.

Saat ini, lanjutnya, di beberapa tempat sudah ada makam khusus Nasrani maupun Muslim.

Tapi semua itu tergantung kesepakatan yang berbasis kewilayahan.

"Karena kadang-kadang masalahnya gini, mau dimakamkan di tempat yang jauh, tapi iya kalau mampu. Ini dari info yang saya dapat, almarhum mau dimakamkan ke Terban. Tapi karena jauh, warga menawarkan dimakamkan yang dekat," ujarnya.

Disinggung mengenai adanya pihak atau kelompok tertentu yang menyulut adanya aksi pemotongan nisan tersebut, Hariyadi menjamin bahwa tidak ada pergerakan semacam itu.

"Keluarga tidak ada tekanan. Kalau itu digerakkan, saya rasa itu terlalu jauh," pungkasnya.

Kesepakatan Bersama

Perlakuan kurang menyenangkan terkait pemotongan nisan salib yang dialami salah satu warga di RW 13 Purbayan Kotagede diduga bukan merupakan yang pertama.

Namun, kabar tersebut tidak dibenarkan oleh Ketua RW 13 Purbayan Kotagede, Slamet Riyadi.

Menurutnya selama ini tidak ada intimidasi maupun kekerasan fisik di wilayah tersebut, terlebih kepada mereka yang minoritas.

"Tentang pemotongan nisan salib ini sudah menjadi kesepakatan. Disaksikan dan ditandatangani keluarga almarhum, Ketua RT, dan Ketua RW," jelasnya, ditemui seusai jumpa pers di Ruang Yudhistira Balaikota Yogyakarta, Kamis (20/12/2018).

Ia menambahkan pemotongan nisan salib, merupakan kesepakatan petinggi gereja dan pengurus kampung kalau nanti di pemakaman tidak ada simbol agama.

"Pemotongan itu tidak ada masalah," ucapnya.

Adanya kabar lain yang menyebutkan bahwa peribadatan yang dilangsungkan di kediaman almarhum mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakan, juga ditanggapi oleh Slamet.

"Waktu pemakaman dari keluarga mau menyelenggarakan doa-doa sebelum berangkat, kami persilahkan. Misa dilakukan di Gereja itu semata-mata untuk menjaga agar kondusif dan tidak sampai bergejolak," bebernya. (*/kurniatul hidayah/ tribun jogja)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Fakta dan Klarifikasi Lengkap Terkait Pemotongan Nisan Berbentuk Salib di Kotagede Yogyakarta

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas