"Tolong Selamatkan Anak Saya, Anak Saya Mana ya Allah"
"Keluarga saya seluruhnya semua selamat, tanpa kurang satupun, itu saja cukup," ucap Marsin.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Dengan mata terus menatap lautan, Marsin (49) warga Desa kampung Wisata Paniis Taman Jaya Kecamatan Sumur, Banten, mencoba mengingat kembali tragedi tsunami Selat Sunda yang menimpa keluarganya pada Sabtu (22/12/2018) petang.
Lantunan doa ucapan syukur, karena seluruh keluarganya selamat dari sapuan ombak besar selalu terucap dari pria yang kesehariannya berprofesi sebagai nelayan ini.
"Keluarga saya seluruhnya semua selamat, tanpa kurang satupun, itu saja cukup," ucap Marsin saat berbincang dengan Tribunnews.com, Selasa (26/12/2018).
Memang awalnya Marsin mengaku tak menyangka sama sekali, kalau gemuruh anak dari gunung yang meletus sejak 40 tahun lalu itu, akan memporakporandakan seluruh desanya.
"Dari saya kecil sampai sekarang baru lihat pertama kali Gunung Anak Krakatau meletus hebat kaya gitu," ucap Marsin.
Baca: Posko Pengungsi Korban Tsunami Diguyur Hujan 5 Jam, Listrik Mati
Namun, kuasa alam berkata lain.
Marsin menceritakan, tepat pukul 21:30 WIB saat istri tecintanya sedang menyaksikan siaran televisi favoritnya di ruang kelurga.
Sementara ia berada dikamar, sedang asik bersenda gurau dengan dua anaknya yang berumur 12 dan 5 tahun.
Air pasang tiba-tiba tanpa memberi kabar langsung menghantam bagian depan rumahnya.
"Bapak air! Air laut! Lari," teriak Marsin menirukan suara istrinya kala itu.
Kemudian tak sampai seperkian detik lanjut Marsin, istrinya berlari ke kamarnya dan langsung menarik mereka semua kabur melalui pintu belakang rumah.
"Udah itu kami kabur berempat, enggak liat kanan kiri, pokoknya menjauhlah," ucap Marsin.
Sambil tergopoh-gopoh menggendong sang anak, teriakan minta tolong dan bunyi sirene dari aparat kepolisian mulai
mengisi kegelapan malam yang saat itu bertepatan dengan terang bulan.
"Tolong! Tolong! Tolong selamatkan anak saya, anak saya mana ya Allah," kata Marsin saat menirukan ucapan para tetangganya.
Kini seperti nasi sudah menjadi bubur, Tsunami sudah terlanjur melululantahkan sejumlah wilayah di Banten.
Kini Marsin lebih memilih tinggal di pebukitan yang berada di belakang desanya.
Trauma akan tsunami yang hampir merenggut nyawanya dan keluarga, Marsin mengaku enggan kembali kerumah lamanya dalam waktu yang cukup lama.
"Indah betul Gunung Anak Krakatau, tapi siapa sangka ternyata dia hadiahkan satu kejadian pilu untuk saya dan keluarga saya. Iya, satu kejadian yang membuatku merintih dan menangis," ucap Marsin.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.