Perwira Polisi Ini Pernah Menyamar Sebagai Penjual Bakso Hingga Jadi Hansip
Aksi kejahatan hanya meninggalkan sedikit sekali bukti dan sangat minim kesaksian sehingga untuk menungkap kasus, tak jarang polisi harus menyamar
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sepanjang tahun 2018, Polrestabes Bandung menangani 2.043 kasus kriminal.
Dari jumlah itu, 1,323 kasus dapat diungkap sedangkan sisanya masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan tapi akan terus dikejar.
Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP M Rifai mengatakan bukan hal muda mengungkap kasus kriminal ini.
Terkadang, aksi kejahatan hanya meninggalkan sedikit sekali bukti dan sangat minim kesaksian sehingga untuk menungkap kasus, tak jarang polisi harus menyamar.
"Kadang mereka harus berperan sebagai pedagang bakso, nasi goreng dan berkeliling ke pelosok kampung hingga berhari-hari," ujar Rifai belum lama ini.
Baca: Sederet Fakta Anggota Brimob Tewas Dibacok di Jalan, Polri Ingatkan Jangan Ada Balas Dendam
Salah satu perwira di Satreskrim Polrestabes Bandung, Tri, sempat mengisahkan pengalamannya menangkap penjahat dengan kisah-kisah penyamarannya kepada Tribun, belum lama ini.
"Pernah kalau siang jualan bakso, malam jualan sekoteng (minuman hangat). Pernah juga jadi tukang becak, tukang parkir, jadi hansip pernah. Di jalani sampai berminggu-minggu untuk ungkap kasus," kata Tri.
Baca: Kejati Kawal Proyek Pemerintah di Jabar Senilai Rp 74,8 Triliun
Selama penyamaran, ia berinteraksi sebagaimana halnya pedagang.
Ia pernah mengungkap perampokan bank dengan menyamar sebagai petugas parkir bank.
Tidak hanya itu, polisi juga beralih profesi sebagai petugas parkir untuk mencegah perampokan nasabah bank.
"Kami juga standbye sebagai tukang parkir di bank, memantau hal-hal yang kiranya mencurigakan karena terkait perampokan bank. Bilamana ada, bisa langsung dihantam," katanya.
Beragam penyamaran itu biasa dilakukan di tempat-tempat tidak jauh dari lokasi kejadian sebuah perkara.
Tujuan dari penyamaran untuk menggali keterangan dan mencari barang bukti.
"Karena begini, saksi di lokasi kejadian itu kadang tidak bisa dimintai keterangan sama jika mengaku sebagai polisi, saksi jadi bungkam atau tidak segan. Untuk menyiasati itu, ya nyamar," ujar Tri.
Bagi polisi seperti Tri, satu hal yang mereka yakini bahwa sebuah tindak pidana, bagaimanapun modusnya, pasti meninggalkan jejak. Sekalipun jejak itu hanya secuil.
Teknik penyamaran adalah salah satu untuk mengungkapnya.
Baca: Evakuasi Korban Longsor Cisolok: 15 Jenazah Ditemukan, 20 Masih Dicari
"Kami percaya, tindak pidana itu pasti meninggalkan jejak. Serapi-rapinya tindak pidana. Tergantung dari kitanya apakah bisa jeli melihat dan menemukan buktinya, sekalipun itu hanya secuil," ujar Tri.
Mengungkap dan memburu pelaku kejahatan bukan berarti tidak memiliki konsekuensi.
Mereka bekerja dalam terang, pun bekerja dalam gelap alias bekerja 24 jam apalagi, jika terjadi kasus yang menyita perhatian publik.
"Kami bekerja 24 jam ungkap kasus, kebanyakan C3, penembakan hingga pembunuhan. Semuanya harus diungkap karena sebelum terungkap, itu kami anggap hutang yang harus dibayar," ujarnya.
Pahit getir ia lakoni sebagai pemburu. Melewatkan waktu bersama keluarga hingga biaya. Tapi, ia menegaskan itu bukan sebuah kendala.
Mengungkap kasus juga bukan perkara mudah. Dari serangkaian teknik pengungkapan kasus, teknik penyamaran saja, membutuhkan tenaga, wakti dan kesiapan mental yang prima.
"Orang lapangan kalau bisa ungkap kasus itu kepuasan tersendiri, kadang mereka tidak pikirkan hal lain selain ungkap kasus. Meski kadang keluarga jadi nomor sekian, pengeluaran pribadi hingga barang dijual untuk ungkap kasus. Tapi kalau berhasil diungkap, tentu itu hal sangat membanggakan," ujar Tri.
Hanya saja, kata Tri, jerih payah mengungkap kasus itu selalu sebanding dengan ganjaran yang diterima.
"Pimpinan kami memberi penghargaan setiap anggota lapangan mengungkap kasus. Tapi prinsipnya, mengungkap kasus bagi kami adalah kebanggaan, kami tidak akan berhenti selama kasus belum terungkap," kata dia.
Hal sama dialami perwira pertama polisi, Rudi. Ia sudah mengalami pahit getir hidup di jalanan memburu para pelaku kejahatan. Secara umum, ia mengalami apa yang dialami oleh Tri.
"Secara umum, anggota lapangan memang seperti itu. 24 jam bekerja di lapangan. Seringkali tidak pulang, kami mengumpulkan bukti demi bukti untuk membuat terang perkara. Saat perkara terungkap, tentu kebanggaan tersendiri bagi kami," ujar Rudi.
Soal penyamaran, ia sudah mahir betul bagaimana mengumpulkan keterangan demi keterangan dengan menyamar dengan beragam profesi. Umumnya, ia sudah paham dengan profesi pedagang keliling.
"Jadi pedagang sapu lidi keliling pernah. Keterangan demi keterangan kami kumpulkan, kami cari alat buktinya dan akhirnya bisa terungkap," ujar Rudi.
Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP M Rifai, sebagai perwira menengah lulusan Akpol 2000 ini apalagi, ia sudah melewati banyak hal untuk mengungkap kejahatan.
"Kadang kami menyamar jadi tukang bakso dan pedagang lainnya. Yang bikin bahagia saat mampu ungkap pelaku, baik curat, curas maupun curanmor," kata Rifai belum lama ini.
Ia mengakui, tanpa ada anggota-anggota seperti Tri dan Rudi lainnya, pelaku kejahatan tidak akan terungkap.
"Anggota punya peranan penting dalam mengungkap kasus. Seringkali mereka tidak pulang berhari-hari untuk cari pelaku, saya apresiasi, mereka sangat berdediksi," katanya. (men)