Warga Kota Yogyakarta Diminta Waspadai Penyakit Leptopsirosis
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang terbawa oleh hewan, contohnya tikus
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Penyakit Leptospirosis masih menjadi ancama masyarakat Kota Yogyakarta.
Bahkan, penyakit ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang terbawa oleh hewan, contohnya tikus.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu mengatakan leptospirosis perlu diwaspadai, terutama saat musim hujan.
Jika tidak diwaspadai, leptospirosis bisa berakibat pada kematian.
"Penyakit leptospirosis memang menjadi salah satu penyakit menular yang jadi PR kami. Kalau dilihat dari jumlah memang tidak banyak, tetapi kan bagaimana supaya penyakit ini tidak menyerang warga di kota Yogyakarta," kata Endang pada Tribunjogja.com, Kamis (3/1/2018).
Menurut data Dinkes 2018, ada sekitar 13 warga Kota Yogyakartayang terjangkit bakteri leptospira dan tiga diantaranya meninggal.
Baca: Ramalan Kesehatan Shio Tahun Babi Tanah 2019, Tikus Perbanyak Olahraga, Ular Jaga Pola Makan
Meski leptospirosis identik dengan daerah pinggir sungai atau daerah kumuh, namun Endang mengungkapkan leptosiporis menyebar.
"Tikus kan bisa jalan kemana-mana. Apalagi kan hujan, dari air hujannya kan juga bisa menularkan. Lalu tempat sampah juga. Jadi tidak mesti warga yang di pinggir kali saja, tetapi menyebar. Makanya itu yang kemudian perlu diwaspadai," jelasnya.
Ia mengungkapkan, leptospirosis memiliki gejala seperti masuk angin.
Gejala awal leptospirosis antara lain panas, pusing, dan nyeri sendiri, terutama otot betis.
Gejala yang mirip dengan masuk angin itulah yang kemudian membuat masyarakat menganggap sebagai penyakit biasa.
Selain melakukan melakukan sosialisasi tentang penyakit menular, pihaknya juga meminta masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungannya.
"Kami tentu sudah melakukan sosialisasi melalui puskesmas-puskemas. Kami lakukan sosialisasi terkait penyakit menular, termasuk Leptospirosis. Masyarakat sendiri juga sebaiknya menjaga kebersihan lingkungannya," ujarnya.
"Jangan sampai ada genangan. Kalau air genangan itu terkontaminasi bakteri leptopsira, tentu dari genangan itu bisa menularkan leptopspirosis. Lalu bersihkan sampah di lingkungan, waspadai sisa makanan. Kalau setelah aktivitas harus cuci tangan dan mandi pakai sabun," paparnya.
Ia pun meminta masyrkat untuk tidak membiarkan gejala lepstopsirosis.
Jika mengalami gejala seperti masuk angin, ia menyarankan masyarakat untuk pergi ke rumah sakit dan melakukan serangkaian tes kesehatan.
"Kalau setelah kerjabakti, atau setelah membersihkan lingkungan kemudian panas, pusing, gejala seperti masuk angin, itu perlu waspada. Lebih baik segera periksa. Sampaikan juga ke dokter kalau aktivitas terakhir adalah kerja bakti. Karena leptopsirosis memang tidak mudah dideteksi, jika penanganan terlambat bisa menyebabkan kematian," tutupnya.