2.660 Warga di Jatim Terkena DBD, 46 Orang Meninggal, Dinkes Jatim Belum Tetapkan KLB
Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim belum memberlakukan status kejadian luar biasa (KLB) untuk kasus demam berdarah dengue (DBD)
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim belum memberlakukan status kejadian luar biasa (KLB) untuk kasus demam berdarah dengue (DBD), meski tercatat ada 2.660 penderita dan 46 orang meninggal dunia selama bulan Januari 2019.
Kepala Dinkes Jatim, Kohar Heri Santoso, mengungkapkan KLB belum ditetapkan di Jatim, tetapi beberapa daerah sudah mulai memberlakukan KLB karena angkanya yang sudah memenuhi kriteria.
"Alasannya, karena tidak semua kabupaten atau kota kondisinya seperti itu. Kami lebih cenderung spesifik kepada daerah yang peningkatannya signifikan."
"Nanti daerah yang tidak signifikan dinyatakan KLB juga tidak pas. Tapi kami tetap memantau secara khusus," kata Kohar ketika ditemui di kantornya, Selasa (29/1/2019).
Diungkapkannya, salah satu daerah yang menyatakan KLB adalah Ponorogo karena adanya peningkatan kasus secara signifikan dan telah ada tiga pasien DBD yang ditetapkan meninggal dunia di awal 2019 ini.
"Artinya akan ada gerakan yang besar untuk mengatasi DBD. Nanti Jatim akan memberikan dukungan agar Ponorogo bisa menyelesaikan permasalahan ini," ujarnya.
Berdasarkan data yang ada, korban meninggal di Kabupaten Kediri 2019 dari 271 kasus, 12 di antaranya meninggal dunia. Namun demikian, belum ada pengakuan KLB di kabupaten tersebut.
Sementara Tulungagung menjadi daerah dengan kasus terbanyak kedua dengan 249, di mana tiga orang di antaranya meninggal dunia.
Bojonegoro menyusul dengan 177 kasus, di mana ada empat orang meninggal dunia.
"Jumlah kasus DBD pada Januari tahun ini dibanding tahun lalu cenderung lebih tinggi. Hal itu disebabkan beberapa faktor seperti musim, lingkungan dan kondisi masyarakat," ujarnya.
Dari data di atas, Jatim menduduki peringkat ke-5 di Indonesia dengan kasus DBD paling banyak. Namun Kohar menyatakan peringkat tersebut tidak terlalu penting.
"Yang paling penting bagaimana kita bertindak dalam penanganan. Peringkat berapa pun harus menghadirkan gerakan agar masyarakat tidak sakit, seperti upaya pencegahan dan memberi pemahaman masyarakat agar tidak ketularan," jelasnya.
Selain itu, puskesmas dan rumah sakit yang ada di daerah diminta lebih waspada dengan memeriksa penderita DBD dengan lebih baik.