Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terbukti Cemari Lingkungan, GOWA Desak Pemda Maluku Melarang Pemakaian Sianida dan Merkuri

Seperti kolam rendaman, penggunaan sistem pengolahan tong serta juga dompeng dan tromol yang beroperasi secara sporadis

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Terbukti Cemari Lingkungan, GOWA Desak Pemda Maluku Melarang Pemakaian Sianida dan Merkuri
TRIBUN/DANY PERMANA
Ilustrasi: Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menunjukan miniatur eksplorasi hutan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan 

TRIBUNNEWS.COM -- Tidak pernah terduga sebelumnya kehidupan biota lautm di bibir pantai Teluk Kaiely, yang lokasinyaa jauh dari kawasan tambang Gunung Botak, Kabupaten Buru ternyata kini sudah tercemar.

Kendati kini kawasan Gunung Botak relatif aman dari penambang illegal, namun dampak pemakaian kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri oleh puluhan ribu penambang yang pernah beroperasi di Gunung Botak mulai terasa.

Penelitian yang dilakukan Government Watch (GOWA) di kawasan Gunung Botak selama beberapa hari dalam pekan ini menemukan maraknya titik kerusakan bekas pemakaian sianida dan merkuri yang digunakan puluhan ribu penambang ilegal dengan cara modern.

Seperti kolam rendaman, penggunaan sistem pengolahan tong serta juga dompeng dan tromol yang beroperasi secara sporadis di berbagai lokasi telah menyisakan dampak kerusakan lingkungan yang luar biasa.

Mulai dari hulu sungai kali Anahoni hingga hutan mangrove di bibir pantai Teluk Kaiely, bekas pemakaian sianida dan merkuri dari kolam rendaman dan tong inilah yang ditemukan dari berbagai bentuk pengolahan emas mulai dari pengolahan emas yang menggunakan mesin gelondong berukuran kecil, menggunakan tong krucut yang berukuran besar, maupun pengolahan emas yang berupa pemurnian dengan proses pembakaran.

Belum lagi pemberian izin operasi penggunaan bahan kimia sianida yang mengandung logam berat beracun oleh Dinas ESDM Maluku kepada PT Prima Indonesia Persada (PIP) untuk mengolah emas dikuatirkan punya andil dampak pencemaran yang besar terhadap aliran sungai Anahoni.

Air Kali Anahoni menjadi keruh kuning pekat akibat pembuangan sisa hasil rendaman, tembak larut dan dumping. Hutan dan lahan pertanian dilaporkan juga telah rusak dan tercemar.

BERITA REKOMENDASI

Pencemaran juga telah terjadi di air laut dan kawasan hutan mangrove dalam teluk
Kayeli dan sekitarnya.

Direktur Eksekutif GOWA, Andi W. Syahputra, di Ambon, Jum’at (30/11/2018) menilai kawasan Gunung Botak sudah harus ditetapkan sebagai zona darurat kerusakan lingkungan yang perlu penataan secara menyeluruh.

“Dampak kerusakan lingkungan yang sangat parah ini harus mendapat perhatian serius dari Gubernur Maluku dengan melarang pemakaian sianida dan merkuri dalam usaha penambangan di wilayahnya,” tegasnya.

Terhadap pemakaian zat kimia beracun B3 seperti Sianida dan Merkuri, Gubernur Maluku, Said Assagaf, sudah bertindak cukup tegas. Masa moratorium yang masih berlaku saat ini digunakan selain untuk mengevaluasi keberadaan para penambang illegal juga untuk menentukan penggunaan zat-zat kimia ramah lingkungan apa saja yang dapat digunakan dalam kegiatan penambangan.

“Kami akan mengevaluasi menyeluruh bukan saja kehadiran para penambang liar tapi juga tengah mempelajari pemakaian zat-zat kimia ramah lingkungan yang dapat digunakan oleh penambang nantinya. Untuk merkuri tegas kami larang dan taka da
toleransi,“ jelasnya.


Gubernur juga akan memerintahkan jajaran Kepala Dinas terkait agar mempelajari kembali pengunaan zat kimia sianida sejauh mana tingkat resiko pencemarannya bagi lingkungan.

“Untuk sianida kami sudah melakukan tes laboratorium dan melakukan riset bekerja sama dengan LIPI serta sekiranya perlu akan bekerja sama dengan IPB untuk menentukan sejauh mana tingkat resikonya,” katanya.

Untuk para cukong yang selama ini memasok merkuri, Gubernur meminta secara tegas agar tak lagi memasok kepada penambang karena tak segan-segan akan dipidanakan. Tak sampai di situ, Gubernur juga berjanji akan memperhatikan hak-hak ekonomi masyarakat adat
supaya kehidupan mereka ke depannya akan lebih baik lagi.

Sementara itu, peneliti senior logam dan lingkungan Universitas Pattimura (Unpatti), Yustinus Male, menilai Pemda Maluku terkesan lamban bertindak dalam mengantisipasi dampak penggunaan zat kimia berbahaya di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru.

Setelah penelitian sejak 2012 dan terakhir pada 2016, dia sudah menyampaikan hasil penelitiannya kepada Ombudsman Perwakilan Maluku, Pemda Maluku dan Komnas HAM agar pemerintah peka dan segera bertindak. Dia melihat, terkesan ada proses pembiaran dengan alasan ekonomi sehingga penegakan hukumnya tidak berjalan lantaran adanya beking pihak-pihak tertentu yang bermain di Pulau Buru.

Racun merkuri, katanya, sudah menyebar masuk ke laut dan mencemari lingkungan sehingga dalam tahun 2020 Pulau Buru diambang bencana besar apabila sejak dini tak dilakukan penataan menyeluruh.

Dosen Fakultas MIPA Unpatti ini tak membayangkan ikan-ikan yang masuk ke perut warga. “Setiap hari warga konsumsi ikan sebagai makanan pokoknya. Pemerintah harus menghentikan distribusi sianida dan merkuri di Gunung Botak. Masyarakat pasti akan terkontaminasi,” tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas