Ingin Fokus di Kemanusiaan, Billy Sindoro Minta Putusan yang Adil
Billy menerangkan, fakta persidangan selama ini, tidak ada saksi atau alat bukti yang mengarah bahwa ia menyuruh atau memberi suap
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Terdakwa Billy Sindoro menyampaikan pembelaannya atas kasus suap proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (27/2).
Ada beberapa poin yang disampaikan olehnya di depan majelis hakim.
Menurutnya, vonis yang diputuskan mjelis hakim berdampak luar biasa bagi dirinya dan keluarga serta orang sekitarnya. Selama 10 tahun terakhir, ia mengaku sudah berkontribusi terhadap masyarakat yang kesulitan mengakses pendidikan dan kesehatan.
"Saya rutin ke daerah pinggiran Papua dan NTT. Saya senang kesana bukan mencari uang, tapi membawa pendidikan dan kesehatan. Kalau saya dikurung selama sekian tahun, tentu saya menderita keluarga saya menderita. Banyak orang juga yang merasa kehilangan," ujar Billy.
Billy menerangkan, fakta persidangan selama ini, tidak ada saksi atau alat bukti yang mengarah bahwa ia menyuruh atau memberi suap pada ASN Pemkab Bekasi termasuk bupati, Neneng Hasanah Yasin.
"Fakta persidangan menyebutkan demikian. Saya bukan orang yang ditugasi mengurusi perizinan dan tidak pernah menyuruh Fitradjaja, Henry dan Taryudi memberi uang untuk perizinan," ujar Billy.
Ia berharap majelis hakim memberikan putusan seadil-adilnya sesuai fakta dan bukti yang ada selama persidangan berlangsung. Jaksa menuntut Billy dipidana 5 tahun penjara.
Baca: Belum Mau Ungkap Sejumlah Nama Penerima Aliran Dana Suap Meikarta, Ini Alasan KPK
"Usia saya menjelang 60 tahun. Saya ingin mengikuti panggilan hidup, fokus kepada hal kegiatan kemanusian dan kerohanian. Semoga itu bisa dipertimbangkan oleh hakim," ujar Billy.
Pengacara Billy Sindoro, Ervin Lubis mengungkap fakta persidangan yang membantah tudingan jaksa dan seharusnya, majelis hakim membebaskan Billy Sindoro.
Kata Ervin, dalam dakwaan, Billy didakwa menyuruh melakukan, turut serta melakukan dan melakukan tindak pidana memberi suap senilai Rp 16 miliar dan SGD 270 ribu ke Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kadis PUPR Jamaludin, Kadis PTSP Dewi Kaniawati, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili serta Kadis Damkar Sahat Banjarnahor.
"Tapi di fakta persidangan, keterangan saksi maupun alat bukti yang ada, tidak menyebutkan peran serta Billy Sindoro dalam hal menyuruh melakukan, turut serta atau melakukan pemberian uang suap," ujar Ervin.
Jaksa KPK menyebut surat perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dari PT Lippo Karawaci untuk Billy Sindoro sebagai dasar pengurusan perizinan Meikarta, menurut Ervin, itu tidak terbukti di persidangan.
Billy Sindoro sendiri pensiun dari Siloam Hospital Groups sebagai anak usaha PT Lippo Karawaci.
"Karena keterangan dari Ketut Budi Wijaya selaku Presiden Direktur PT Lippo Karawaci dengan status advisor berdasarkan PKWT, terdakwa Billy Sindoro tidak pernah diberi penugasan mengurus perizinan. Yang ada, pengurusan perizinan dilakukan oleh Edi Dwi Soesianto dan Satriadi dari PT Lippo Cikarang," ujar Ervin.
Jaksa KPK juga menyebut adanya pertemuan Billy Sindoro bersama James Riyadi dan Bartholomeus Toto selaku Presiden Direktur PT Lippo Cikarang dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Termasuk pertemuan khusus dengan terdakwa Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Bartholomeus Toto pada 3 Oktober 2017 di Semanggi.
"Fakta persidangan menyebutkan bahwa pertemuan dengan Bupati Bekasi dan pertemuan di Semanggi itu tidak membahas secara khusus tentang perizinan Meikarta," ujar Ervin. Dengan fakta-fakta tersebut, tim pengacara meminta majelis hakim membebaskan Billy Sindoro dari segala tuntutan. (men)