Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Petambak Selatan Bandara NYIA Tuding Pemerintah Matikan Usahanya, Ini Jawaban DKP Kulonprogo

Para petambak udang di pantai selatan New Yogyakarta International Airport (NYIA) wilayah Temon mengeluh kesulitan memperoleh solar bersubsidi

Editor: Sugiyarto
zoom-in Petambak Selatan Bandara NYIA Tuding Pemerintah Matikan Usahanya, Ini Jawaban DKP Kulonprogo
Tribun Jogja/ M Nur Huda
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, KULON PROGO - Para petambak udang di pantai selatan New Yogyakarta International Airport (NYIA) wilayah Temon mengeluh kesulitan memperoleh solar bersubsidi belakangan ini.

Surat rekomendasi pembelian dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo semakin sulit diperoleh petambak.

Para petambak yang tergabung dalam Paguyuban Gali Tanjang tersebut memang membutuhkan solar sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin kincir tambak.

Memasuki Maret 2019, para petambak kian kesulitan mendapat surat rekomendasi pembelian solar dari DKP sehingga mereka tak bisa membelinya walaupun hanya beberapa liter saja.

Kondisi tersebut memunculkan dugaan adanya kaitan dengan rencana penataan kawasan pantai selatan itu untuk dijadikan sabuk hijau pelindung New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Apalagi, menurut informasi dari petambak, dinas beralasan bahwa ladang tambak di selatan NYIA itu statusnya ilegal sehingga surat rekomendasi tak bisa diberikan.

Hal itu menguatkan dugaan petambak bahwa usahanya sedang dimatikan pelan-pelan.

Berita Rekomendasi

"Kesannya, kami dipersulit mendapatkan surat rekomendasi. Kalau dibatasi seperti ini terus, lama-lama tambak bisa tutup,"jelas seorang petambak dari Desa Glagah, Bayu Putra, Kamis (14/3/2019).

Jenis solar bersubsidi memang jadi pilihan utama petambak dalam aktivitasnya karena harganya lebih terjangkau ketimbang yang non subsidi.

Dari sekitar 150 petak tambak yang terdapat di wilayah Glagah, Palihan, Sindutan, dan Jangkaran itu, setiap harinya membutuhkan sekitar 4.000 liter solar.

Jika harus menggunakan solar non subsidi, kata Bayu, petambak jelas akan tekor karena selisih harga per liternya hampir dua kali lipat.

Namun, karena terdesak kebutuhan, beberapa petambak akhirnya terpaksa menebus jenis solar non subsidi sedangkan lainnya mengakali dengan membeli solar subsidi menggunakan truk lalu disedot untuk dipindah ke mesin kincir.

"Secara hitung-hitungan jelas tekor kalau terus menerus beli solar non subsidi. Kami terpaksa mengakalinya dengan menyedot tangki truk,"kata Bayu.

Sementara itu, DKP Kulon Progo membantah tudingan bahwa ada upaya menyulitkan petambak dengan tidak mengeluarkan rekomendasi pembelian solar bersubsidi.

Halaman
12
Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas