Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengakhiri Kemiskinan Melalui Perbaikan Gizi

Edukasi sejak dini yang diperlukan untuk menghindari kekeliruan konsumen memanfaatkan suatu produk

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Mengakhiri Kemiskinan Melalui Perbaikan Gizi
Tribun Pekanbaru/Tengku M Fadhil
Natania Ratifa Zhanin, bayi penderita gizi buruk di Indragiri Hilir. Basirun beserta istri dan Natania saat dikunjungi di rumahnya di Jalan Kembang Lorong Jelita, Tembilahan, Inhil, Kamis (12/4/2018) sore. 

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Perbaikan gizi adalah salah satu upaya nyata untuk mengakhiri kemiskinan di Indonesia.

Sebab, dengan perbaikan gizi akan menciptakan generasi masa mendatang yang mumpuni untuk membangun negeri.

"Solusinya adalah jangka panjang pembangunan nasional. Maka yang harus dipersiapkan saat ini adalah meningkatkan gizi dan mengakhiri kelaparan,” jelas Dr Dida A Gurnida Sp.A(K). M.Kes, dari IDAI Jawa Barat, Rabu (10/4/2019).

dida
Dr Dida Gurnida

Dijelaskan Dida, tantangan di bidang nutrisi yang dihadapi begitu banyak, salah satunya adalah lingkungan dan tingkat pengetahuan masyarakat.

"Misalnya keadaan stunting di Bandung dan di Papua itu berbeda. Di Papua banyak stunting karena airnya banyak mengandung kapur. Sementara di Bandung karena mungkin ibu bapaknya tidak memperhatikan anaknya atau karena tidak ada uang," ujar Dida.

Baca: Sindir Klaim Pemerintahan Jokowi soal Kemiskinan Sudah Turun, Prabowo:Turun dari Kakek ke Cucu

Karenanya, penanganan stunting di setiap daerah di Indonesia jelas berbeda. Meski demikian, Ketua Umum Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat menegaskan yang harus diprioritaskan adalah peningkatan pengetahuan ibu tentang gizi anak.

"Sebagian besar informasi yang sampai kepada orang tua dari televisi. Kita tahu, isi tayangan televisi terutama iklan adalah jualan dan promosi produk," jelas Arif.

Berita Rekomendasi

Salah satu contohnya adalah polemik susu kental manis.

Selama puluhan tahun susu kental manis diiklankan sebagai susu bergizi.

Akibatnya masyarakat beranggapan bahwa susu kental manis juga dapat dikonsumsi sebagai susu oleh anak-anak.

"Jadi wajar kalau ibu dalam ingatannya SKM adalah susu karena selama ini selalu menampilkan anak-anak dalam iklannya, padahal kandungannya adalah gula. Sekitar 50% malah lebih kandungan gulanya," jelas Arif.

Senada dengan Arif, Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra. Chairunnisa, M.Kes mengatakan edukasi sejak dini yang diperlukan untuk menghindari kekeliruan konsumen memanfaatkan suatu produk.

"Pembangunan nasional harus dimulai dari calon ibu yang akan melahirkan generasi masa mendatang. Calon ibu harus sehat, jangan sampai anemia dan punya pengetahuan tentang gizi keluarga," ujar Chairunnisa.

Dijelaskan Chairunnisa, PP Aisyiyah sebagai organisasi perempuan yang besar turut berkomitmen untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Salah satunya adalah ikut serta dalam edukasi bijak mengkonsumsi susu kental manis bersama Yayasan Abhipraya Insan Cindekia Indonesia (YAICI). Edukasi akan dilaksanakan disejumlah kota di Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas