Anak Pengamen Jadi Korban Rudapaksa Oknum PNS di Kalbar, Begini Penjelasan Polisi
Untuk jeratan pidana pada HW, polisi menerapkan undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Manado Hadi Sudirmansyah
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Direktorat Reserse Umum (Ditreskrimum) Polda Kalbar menemukan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial HW (54) bersama seorang anak di bawah umur, berinisial NA (14) yang diduga menjadi korban pencabulan oknum ASN itu.
Polisi menemukan keduanya berada di salah satu hotel kelas melati di Kota Pontianak.
Direktur Reskrimum Polda Kalbar, Kombes Pol Veris Septiansyah, menceritakan kejadian awalnya itu laporan atas kehilangan anak yang dilaporkan oleh satu di antara anggota keluarga korban.
"Lima hari yang lalu, si korban meninggalkan rumah. Lalu kemudian ditemukan sekitar jam dua oleh teman-teman kita di lapangan, dan ditemukannya pun di salah satu hotel di Pontianak,” kata Veris, Senin (29/4/2019).
Namun ketika petugas kita menemukan korban, kata dia ternyata dia sedang bersama seseorang dengan inisial HW.
"Jadi setelah dibawa ke Polda, dan diinterogasi HW mengaku dirinya telah menyetubuhi korban. Diajak berbuat tidak senonoh di kamar hotel tersebut," kata Direktur Reskrimum Polda Kalbar ini.
Mantan Kapolres Bengkayang tersebut, menuturkan korban tidak diculik.
Baca: Gadis Asal Sumedang Nyaris Jadi Korban Rudapaksa Hingga Dibuang ke Jurang: Begini Penuturan Ayahnya
Berdasarkan dari keterangan keluarga korban bahwa dirinya keluar dari rumah.
"Saat ini kita sedang melakukan penyelidikan untuk memperoleh keterangan lainnya, apakah betul dia ini diculik kemudian dipekerjakan atau diperkosa atau bagaimana. Ini yang belum selesai kita lakukan penyelidikan,” kata Veris.
Ia membenarkan korban cabul yang dilakukan oknum ASN ini.
Jika berdasarkan akte kelahiran, korban masih di bawah umur yakni kelahiran tahun 2005 dan korban belum bisa kita ambil keterangan.
"Saat ini masih mengalami trauma berat. Ketika diperiksa sudah tidur lagi," katanya.
Untuk jeratan pidana pada HW, nantinya akan diterapkan pada undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
“Namun saat ini kita melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap pelaku. Untuk mendalami motif, dan kronologi hingga korban dan pelaku bisa ketemu, ini yang masih dilakukan penyelidikan,” kata Veris.
Baca: Ibu Pertiwi Diperkosa atau Berprestasi? Moeldoko: Saya Sudah Cek di Kapolri, Tidak Ada Pemerkosaan
HW yang diduga kuat sebagai pelaku, profesi sendiri sesuai KTP adalah seorang PNS.
“Kita hanya melihat fakta ya, di KTP-nya itu PNS. Pelaku pun berdomisili di Pontianak,” katanya.
Ayah Korban Pengamen dan Difabel
Seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai negeri Sipil (PNS) di Kalimantan Barat (Kalbar), berinisial HW (54) diduga melakukan perkosaan terhadap anak bawah umur berinisial NA (14).
Dari pengakuan orangtua korban, pelaku melakukan aksi bejatnya itu di satu di antara hotel di Kota Pontianak, dan sudah terjadi sebanyak tiga kali.
Ibu korban mengatakan, anak perempuannya yang berusia 14 tahun itu diduga diculik HW, Rabu (24/4/2019).
Hal tersebut diperkuat oleh pengakuan ibu angkat korban yang menyatakan, korban telah dicabuli oleh pelaku.
Ibu korban mengaku, anaknya tidak memiliki masalah apa-apa di rumah.
Namun, tiba-tiba pada Rabu pekan lalu anaknya meninggalkan rumah dan tidak diketahui apa sebabnya meninggalkan rumah.
Baca: Kasus Pemerkosaan terhadap Anak Asuh Penyandang Disabilitas Terungkap Setelah Dia Melahirkan Bayinya
"Tidak ada masalah apa-apa. Cuma tak tahu kenapa dia kabur dari rumah. Karena saat itu saya sedang sakit, masuk rumah sakit kota. Bahkan pada saat akan dibawa ke rumah sakit pun saya tidak sadar. Tau-tau sudah terpasang oksigen," ujar ibu korban, Senin (29/4/2019).
Ia mengatakan, saat itu sebelum meninggalkan rumah korban sempat mengambilkan bantal untuk ibunya.
Dan masih sempat menanyakan kondisi ibunya sebelum meninggalkan rumah.
"Dia masih sempat mengambilkan bantal dan menanyakan keadaan saya. Habis itu dia ninggalkan duit untuk saya. Maklumlah bapaknya kan ngamen. Dapat duit receh mau ditukar untuk berobat. Habis itu saya tidak sadar lagi, dia sudah lari," katanya.
Sementara itu, ayah korban yang juga penyandang disabilitas mengaku anaknya saat ini mengalami trauma berat.
Untuk ketemu dengan orangtuanya saja korban merasa sangat takut dan tidak berani bahkan kerap sekali menangis hingga pingsan.
"Ada kata dia (dicabuli), kata dia sih tiga kali. Saya tidak tahu tempatnya. Dia tidak ada cerita sama saya. Saya pun kurang tahu," katanya.
Ayah korban menuturkan, anaknya dipaksa oleh pelaku dan jika tidak mau menuruti kemauan pelaku maka akan disiksa dengan cara dipukukan kepalanya ke dinding.
"Anak saya ini diperkosa. Aiancam, kalau tak mau kepalanya dihantamkan ke dinding. Pokoknya anak saya dipaksalah. Anak saya inikan masih di bawah umur. Umurnya baru 14 tahun," kata ayah korban.
Kasus ke-10 Dalam Empat Bulan
Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar), Tumbur Manalu mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap korban dugaan kejahatan seksual oleh oknum PNS.
"Saat ini Komisioner KPPAD yakni ini Sulasti sudah ada di sana untuk mendampingi proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) korban," kata Tumbur, Senin (29/4/2019).
Ia mengatakan, setelah proses pendampingan pihaknya akan fokus melakukan pemulihan psikologi korban.
"Ada dua cara yang selama ini kita lakukan untuk korban dalam pemulihan traumanya, yakni menggunakan hipnoterapi, dan juga psikologi klinis, untuk memastikan bahwa anak ini traumanya bisa pulih. Tujuannya supaya anak ini bisa kembali seperti biasanya dan tidak teringat kembali apa yang sudah dialaminya," katanya.
Tumbur mengungkapkan dengan adanya kasus ini, berarti menambah panjang pula daftar kasus kejahatan seksual terhadap anak di Kalbar, dan kasus yang dialami NA merupakan kasus ke-10 dalam kurun waktu empat bulan terakhir di 2019.
Berikut data KPPAD terkait kasus kejahatan seksual terhadap anak sejak 2011 hingga 2019:
* Tahun 2011 sebanyak 11 kasus.
* Tahun 2012 sebanyak 18 kasus.
* Tahun 2013 sebanyak 14 kasus.
* Tahun 2014 sebanyak 20 kasus.
* Tahun 2015 sebanyak 20 kasus.
* Tahun 2016 sebanyak 23 kasus.
* Tahun 2017 sebanyak 14 kasus.
* Tahun 2018 sebanyak 11 Kasus.
* Tahun 2019 hingga bulan April 10 Kasus.
Khusus 2017, Kota Pontianak menempati urutan pertama kasus kejahatan seksual terhadap anak, yakni dengan jumlah 10 kasus.
Disusul Kabupaten Ketapang dua Kasus, Kabupaten Kubu Raya satu Kasus, dan Kabupaten Sanggau satu kasus.
Sementara di 2018, menurut data yang ada, Kota Pontianak masih menjadi urutan pertama dengan kasus Kejahatan Terhadap Anak, yakni enam Kasus, kemudian Kabupaten Kubu Raya empat Kasus, dan Kabupaten Mempawah, satu Kasus.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.