Dosen dan Mahasiswa Alami Penganiayaan saat Satpol PP Pontianak Bubarkan Peringatan Hari Tari Dunia
Sejumlah dosen dan mahasiswa mengalami penganiayaan saat Satpol PP Pontianak bersama satu ormas membubarkan peringatan Hari Tari Dunia.
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Sejumlah dosen dan mahasiswa mengalami penganiayaan saat Satpol PP Pontianak bersama satu ormas membubarkan peringatan Hari Tari Dunia di Kota Pontianak yang digelar di seputar Taman Digulis, Senin, (29/4/2019).
Hal itu sebagaimana disampaikan Nursalim Yadi Anugerah, Seniman, Komponis dan Direktur Artistik Balaan Tumaan Ensemble.
Menurut Yadi, dalam pernyataan sikapnya, acara yang digagas Program Studi Seni Pertunjukan UNTAN dan Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Kota Pontianak, yang juga dihadir Prof., Dr. Y Sumandiyo Hadi (Maestro Tari dan Pengajar) dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta serta beberapa pejabat daerah, menjadi ricuh sekitar pukul 21.30 WIB.
Yadi mengatakan, Satpol PP dan Oknum Laskar Pemuda Melayu Pontianak bersikeras membubarkan acara tersebut karena menurut mereka acara tersebut sarat dengan perihal LGBT.
Terlebih lagi pernyataan Satpol PP yang menyatakan bahwa tindakan mereka atas instruksi Wali Kota Pontianak, Edi Kamtono.
"Pemukulan dan kekerasan fisik terjadi pada Dosen/Ketua Program Studi Seni Pertunjukan dan beberapa mahasiswa yang dilakukan oleh Satpol PP dan Oknum Laskar Pemuda Melayu Pontianak," kata Yadi.
Dirinya menegaskan, hingga saat ini, kasus yang terjadi sudah dibawa ke ranah hukum lewat laporan yang dilayangkan para korban ke Polresta Pontianak, Senin (29/4/2019).
"Sekali lagi, paska surat pelarangan pemutaran film “Kucumbu Tubuh Indahku” karya Garin Nugroho yang dilayangkan Walikota Pontianak, tindakan gegabah dan kembali dilakukan oleh Pejabat nomor satu Kota Pontianak tersebut untuk membubarkan kegiatan kesenian atas dasar ketakutan pada LGBT," katanya.
"Bentuk kezaliman pemimpin pada masyarakat. Bibit pengekangan yang terus disiram subur oleh pemimpin yang hanya mengandalkan kemampuan mengerahkan massa dan aparat. Semena-mena tanpa mengedepankan ruang-ruang dialog," paparnya.
Yadi menegaskan, tindakan barbar, anarkis yang diakomodir ini menunjukkan kemerosotan kualitas pemimpin serta masyarakat yang tidak bisa didiamkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.