Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani Tolak Wacana Malioboro Bebas Kendaraan Bermotor
Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) menolak rencana Pemda DIY yang akan memberlakukan kawasan Malioboro bebas dari kendaraan bermotor.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) menolak rencana Pemda DIY yang akan memberlakukan kawasan Malioboro bebas dari kendaraan bermotor.
Mereka menganggap, jika kebijakan tersebut terealisasi akan berdampak pada menurunnya wisatawan yang akan berkunjung ke lokasi tersebut hingga omzet yang bakal tergerus.
Ketua Umum PPMAY, Sadana Mulyono mengatakan, pemerintah mestinya memikirkan lokasi parkir yang memadai jika akan menerapkan konsep tersebut.
Selain itu, jarak lokasi parkir yang terdapat saat ini yakni Abubakar Ali masih dirasa terlalu jauh bagi para pejalan kaki.
"Apa mau pengunjung nanti berjalan kaki untuk belanja di sepanjang Malioboro. Intinya rencana itu membuat kami resah, tentunya penghasilan akan menurun drastis. Bisa jadi hingga separuhnya," kata dia kepada wartawan, Sabtu (1/6/2019).
Sadana mengemukakan, pengunjung nantinya diprediksi akan berbelanja ke luar Malioboro jika kebijakan tersebut terwujud.
Pasalnya, jika pengunjung berkeinginan untuk membeli batik atau cinderamata dan diharuskan berjalan kaki, tentu pilihan yang memungkinkan mereka akan memilih tempat berbelanja lain.
"Belum lagi para pengusaha yang tinggal di tokonya, itu aksesnya bagaimana. Kalau yang masih muda mungkin masih bisa, kalau yang sudah lanjut usia apakah juga disuruh jalan," imbuhnya.
Ketua I PPMAY, Sodikin menyebut, permasalahan yang menyangkut para pengusaha di sekitar kawasan Malioboro dan A Yani sebetulnya sudah dirasakan sejak lama.
Pihaknya juga telah berkomunikasi dengan pemerintah serta instansi terkait, namun hingga kini belum kunjung terselesaikan.
"Pedestarian ini sebenarnya hanya satu dari sekian banyak persoalan yang kami hadapi dan sampai hari ini belum ada penyelesaian," ujarnya.
Dia juga mengklaim, keberadaan para pedagang kaki lima (PKL) sudah semakin banyak hingga menggerus keberadaan para pengusaha.
"Antara jumlah PKL dan pengusaha sudah sangat tidak proporsional. Dari dua paguyuban saja anggotanya 1284. Itu versi mereka, belum lagi yang jualan makanan, padahal toko kita hanya 200," jelasnya.
"Kami pun kadang-kadang mau masuk toko sendiri bingung. Malah kemarin ketika mau masang jalan biar ada orang jalan ke toko malah bersitegang dengan mereka, malah mereka yang menentukan padahal statusnya mereka yang menempati lahan kami," sambung Sodikin.
Ia juga menuding, sebagian besar dari para PKL bukan dari pedagang kecil.
Ia mengklaim ada di antara PKL yang mengurusi lahan dan menyewakan kepada pedagang lain dengan jumlah 5-10 titik.
"Bayangkan kalau satu titik kontraknya 40 sampai 50 juta, bahkan sampai 60 juta. Ada ketidakadilan disitu," ungkapnya.
Pihaknya juga meminta kepada pemerintah untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang meresahkan.
Kebijakan Malioboro bebas kendaraan bermotor sebelumnya juga pernah keluar pada akhir tahun lalu, namun hingga kini belum juga diterapkan.
"Kami minta pemerintah jangan membuat wacana yang meresahkan. Ketika itu dulu mau diterapkan kami tanya wali kota katanya belum. Jadi antara instansi lain berbeda-beda," urainya.
Untuk itu PPMAY meminta pemerintah menetapkan jadwal pasti kapan Malioboro bebas dari kendaraan bermotor.
Jika itu diterapkan Juni seperti yang diwacanakan, pihaknya tegas menolak.
Disamping itu, pihaknya juga meminta dilibatkan dalam mendiskusikan setiap kebijakan yang berkaitan dengan wilayah Malioboro, agar dapat memberikan masukan.
Uji Coba
Uji coba konsep pedestrian Malioboro direncanakan akan dilaksanakan pada Juni 2019. Nantinya akan dilaksanakan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan tersebut.
"Uji coba pedestrian ini akan dilaksanakan di sekitar minggu kedua Juni atau setelah Lebaran hingga arus balik usai," ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Sigit Sapto Raharjo, Kamis (23/5/2019), kepada Tribunjogja.com.
Sigit Sapto Raharjo menjelaskan, dalam uji coba ini arus kendaraan akan mulai dialihkan ke sejumlah jalur.
Kawasan Malioboro pun akan steril dari kendaraan bermotor, kecuali becak dan andong serta pejalan kaki.
"Dari masukan Dinas Kebudayaan, UGM, DPUESDM, memang pada saat uji coba nanti ada penutupan Malioboro untuk kendaraan," jelasnya.
Bersamaan dengan itu juga ada penataan PKL.
Untuk PKL yang ada di sepanjang jalan Mataram, seperti sepatu dan PKL lainnya juga akan dicarikan tempat yang layak.
Perlu diketahui, rencana uji coba pengalihan arus lalu lintas di kawasa Malioboro yang akan dilaksanakan akhir November 2018 sempat ditangguhkan.
Kala itu, Dinas Perhubungan DIY belum memutuskan waktu tetap rencana untuk uji coba ini. Dimungkinkan uji coba ini akan dilaksanakan awal tahun 2019 mendatang.
Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan penangguhan kala itu, di antaranya, perayaan Sekaten dan Grebeg Sekaten yang tentu saja akan membuat uji coba ini mundur.
Selain itu, juga akan memasuki bulan Desember yang merupakan perayaan Natal bagi umat Kristiani dan tahun baru. Sehingga, rencana ini juga nantinya akan berjalan kurang optimal.
Di sisi lain, adanya imbauan pada Dishub untuk melakukan sosialisasi sebelum pelaksanaan uji coba tersebut.
Pihaknya pun akan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat terlebih dahulu sebelum nantinya akan melaksanakan rekayasa arus lalu lintas tersebut.
Utamanya, jalur yang sebelumnya dua arah menjadi satu arah dan sangat berpengaruh pada masyarakat.
Pihaknya juga mengatakan, untuk sementara parkir memang masih belum diatur di kawasan jalan sirip-sirip Malioboro seperti Dagen, Pajeksan, Gandekan, dan sebagainya.
"Kami belum menata parkir di sirip-sirip. Untuk sementara, di jalan searah juga baru ditata parkir di tepi kiri jalan," katanya.
Jika memang nanti sudah dilaksanakan konsep pedestrian Malioboro, maka penataan parkir di sirip-sirip jalan juga akan ditata sedemikian rupa.
Sigit sebelumnya juga menyebut beberapa kantong parkir masih menjadi alternatif untuk bus wisata sedang dan besar.
Hal ini lantaran dengan konsep semi pedestrian di Malioboro kendaraan berbadan besar perlu pengaturan lebih detail.
Rencana pengalihan ini sebelumnya adalah untuk jalan masuk ke Malioboro nantinya masih sama dari arah Kota Baru langsung menuju ke arah jalan Abu Bakar Ali.
Lalu masuk ke Pasar Kembang menuju ke selatan hingga pertigaan PKU Muhammadiyah lalu ke kiri dan memutar ke Jalan Mataram.
Perubahan arah yang dimaksud di antaranya adalah jalan Bhayangkara menuju simpang tiga PKU Muhammadiyah akan dibuat searah ke selatan.
Sementara, untuk divider jalan di Jalan Bhayangkara atau dekat Patuk dan jalan KS Tubun akan diubah atau dihilangkan.
Jalan Mataram juga akan diubah menjadi searah ke utara dari sebelumnya dua arah. Untuk kawasan ini juga akan ada pergeseran lampu APILL.
Pergeseran ini dilakukan agar lebih mempermudah kendaraan untuk masuk ke simpang Abu Bakar Ali.
Beberapa hal yang akan digeser dan dihilangkan, di antaranya adalah penggeseran tiang listrik dan tiang telepon utamanya di kawasan pertigaan PKU Muhammadiyah.
Sebeb akan mengganggu arus lalu lintas di kawasan tersebut.
"Khusus untuk jalan Mataram kalau mau searah harus menghilangkan dividernya. Apakah konsep sama dengan rencana tahun lalu, masih akan dibahas lagi," urainya.
Paryadi (28), salah satu kusir andong di kawasan Malioboro yang mengharapkan pengalihan arus lalu lintas ini bisa menambah ketertiban di kawasan tersebut.
Apalagi, jika benar diterapkan kebijakan ini akan memudahkan pejalan kaki dan kendaraan tak bermesin.
"Saya senang dengan kebijakan ini dan ini langkah pemerintah untuk menyelamatkan pejalan kaki dan lalu lintas tidak semrawut," ujar warga Pundong, Bantul ini.
Joko Pranoto, salah satu tukang becak menyambut baik rencana pemerintah untuk menata Malioboro.
Termasuk rencana uji coba pengalihan arus lalu lintas ini bisa menjadi peluang untuk becak kayuh dan andong.
Menurut Joko, selama ini becak kayuh dan andong memang kalah dengan transportasi lain yang menggunakan mesin.
Banyak wisatawan yang lebih memilih kendaraan bermesin daripada menumpang becak kayuh di sepanjang Malioboro.
"Harapannya, (pengalihan lalu lintas) lebih menguntungkan becak kayuh dan andong," kata Joko.
Saat ini, dia tidak memungkiri pesaing ini berasal dari ojek online, becak motor hingga taksi online.
Namun, dengan adanya kebijakan tersebut, maka diharapkan semakin memperbaiki perekonomian mereka. (TRIBUNJOGJA.COM)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Pengusaha Tolak Wacana Malioboro Bebas Kendaraan Bermotor