Kronologis Oknum Perwira Polisi di Polda Sulawesi Utara Dilaporkan Perkosa Siswi SMP
Oknum perwira menengah Polda Sulawesi Utara dilaporkan melakukan tindak pidana kekerasan seksual.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribun Manado, Ferdinand Ranti
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Oknum perwira menengah Polda Sulawesi Utara dilaporkan melakukan tindak pidana kekerasan seksual.
Kabid Humas Polda Sulawesi Utara Kombes Pol Ibrahim Tompo membenarkan adanya laporan tersebut.
"Benar adanya laporan tersebut, kita sementara lakukan penyelidikan internal, terkait perkembangannya kita akan informasikan," kata Tompo, Kamis (20/6/2019).
Sebelumnya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum Manado (YLBHI-LBH Manado) bersama LSM Swaraparampuang pada Selasa, (18/06/2019), melaporkan beberapa oknum Polisi ke Kepolisian Daerah Sulawesi Utara atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak 14 tahun yang masih berstatus pelajar SMP.
Baca: Hanya Boleh Ditonton Anak-anak dan 8 Fakta Lain Kasus Nobar Hubungan Suami-Istri di Tasikmalaya
Direktur YLBHI-LBH Manado, Jekson Wenas, menuturkan laporan mereka berdasarkan peristiwa asusila yang terjadi pada Rabu 5 Juni 2019, tepat di hari raya pertama Idul Fitri.
“Kemarin sudah kami lapor ke Polda Sulut dan akan kami kawal,” katanya.
Menurutnya, sesuai pengakuan korban, ia mulanya diajak oleh tetangganya inisial (F) pergi rumah salah seorang oknum polisi inisial (AW).
Sesampainya di rumah AW sekitar pukul 20.00 WITA, F dan AW langsung mengajak korban meminum minuman keras jenis cap tikus dan bir hitam.
F dan AW menelpon temannya (GN) yang juga merupakan salah satu pimpinan Brigade Mobil di Mako Brimob Polda Sulut berpangkat AKBP.
Saat GN sampai di rumah AW, korban dalam keadaan mabuk berat.
GN kemudian mengajak dan memaksa korban ke dalam sebuah kamar di rumah tersebut.
Korban menolak ajakan tapi GN tetap memaksa.
Di sebuah kamar dalam rumah milik AW itulah GN memperkosa korban.
Pasca kejadian, korban yang dalam keadaan ketakutan dan penuh isak tangis meminta pulang.
AW dan F menahan korban dengan alasan pintu pagar sudah di kunci.
Seketika itu korban langsung memberontak dan mengatakan akan meloncati pintu pagar kalau tidak diperbolehkan pulang, sehingga pada malam itu juga F dan AW terpaksa mengantarkan korban pulang kerumahnya.
“Kasus ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak yang berwenang karna ini menyangkut anak dan Indonesia sudah memiliki komitmen terhadap perlindungan hak-hak anak, ditandai dengan diratifikasinya Konvensi Hak-hak anak melalui Keputusan Presiden No. 36/1990 dan dilahirkannya sejumlah peraturan tentang anak terutama UU Perlindungan Anak,” ungkap Wenas.
Kejadian ini telah mencederai wibawa institusi Kepolisian Republik Indonesia yang sejatinya menjaga ketertiban dan melakukan penegakan hukum termasuk penegakan hukum bagi perlindungan anak.
Apalagi saat ini telah pula muncul tindakan intimidasi oleh pelaku kepada keluarga Korban keluarga agar keluarga mencabut laporan.
“Perbuatan oknum tersebut tidak hanya harus diadili secara etik tetapi secara hukum perbuatan ini adalah kejahatan terhadap anak dan pelanggaran hak asasi anak,” ucapnya.
Perbuatan pelaku dapat diancam dengan hukuman 15 tahun penjara berdasarkan pasal 81 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo UU No. 35/2014 pasal 81 ayat (1) dan (2).
Bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Ketentuan ini berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.