Kisah Keluarga yang Merasa Terkena Kutukan, Setiap Tahun Satu per Satu Anaknya Meninggal
Semi (75) mengisahkan keluarga bapaknya yang anak-anaknya meninggal satu per satu, Merasa terkena kutukan lalu tinggal di hutan.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Semi (75) mengisahkan keluarga bapaknya yang anak-anaknya meninggal satu per satu, Merasa terkena kutukan lalu tinggal di hutan.
"Seperti terkena kutukan kata ayah saya karena kakak saya selalu meninggal. Kakak saya ada 8 dan setiap tahun meninggal satu per satu. Hanya tersisa dua, termasuk saya"
Merasa terkena kutukan, satu keluarga di Dukuh Sigintung, Desa Tuwareh Kecamatan Paninggaran, Kabupaten Pekalongan, mengungsi ke tengah hutan.
Lokasi keluarga tersebut menetap terletak di tengah hutan pinus yang berjarak sekitar 12 kilometer dari pusat Kecamatan Paninggaran.
Tempat tinggal mereka di tengah hutan ini memiliki medan berat. Masih banyak pula hewan liar antara lain babi hutan dan kera.
Namun, keluarga tersebut betah tinggal berpuluh-puluh tahun. Bahkan keluarga tersebut kini beranak-pinak dan tak ingin pindah dari lokasi mereka tinggal.
Untung (77) sang kepala keluarga, menjelaskan, almarhum ayah mertuanya sengaja pindah ke tengah hutan karena anaknya meninggal satu persatu.
“Mertua saya pindah ke sini sekitar tahun 1966. Hingga kini saya bersama istri menetap karena lokasinya damai,” tuturnya kepada Tribunjateng.com, Rabu (10/7/2019).
Dia melanjutkan, ayah mertuanya meninggal pada 1980-an dikarenakan sakit yang tidak ia ketahui penyebabnya.
“Ayah dan ibu mertua saya meninggal karena sakit tapi saya tidak tahu mereka sakit apa,” paparnya.
Sang istri, Semi (75) menerangkan, ayah ibunya sengaja membawanya ke tengah hutan karena dihantui penyakit aneh.
“Seperti terkena kutukan kata ayah saya karena kakak saya selalu meninggal.
Kakak saya ada 8 dan setiap tahun meninggal satu per satu. Hanya tersisa dua, termasuk saya,” jelasnya.
Dipaparkan Semi, sang ayah memilih tinggal di tengah hutan untuk menghindari kutukan karena kejadian tersebut.
“Hingga ayah dan ibu saya meninggal , saya dan suami masih menetap.
Kini kami punya dua anak serta tujuh cucu,” ujar Semi.
Adanya keluarga yang tinggal di tengah hutan pinus selama bertahun-tahun itu dibenarkan oleh Jedot.
Jedot pernah menjadi petugas Puskesmas Kecamatan Paninggaran.
Dia yang bertugas dari tahun 1984 hingga 1987 bahkan sangat akrab kepada keluarga Semi.
“Sewaktu bertugas, dulu saya menemukan keluarga yang tinggal di tengah hutan.
Hingga kini mereka masih bertahan,” kata Jedot saat mengantar Tribunjateng.com ke kediaman keluarga Semi.
Menurutnya, ayah Semi bernama Dakup yang menderita kusta.
Beberapa jarinya sudah terputus karena penyakit tersebut.
“Waktu itu sekitar tahun 1984 saya datang ke rumah milik ayah Semi.
Dia selalu mengeluh akan penyakitnya.
Selain terkena kusta, ayah Semi juga menceritakan bahwa keluarganya terkena kutukan.
Maka dari itu ia menetap di tengah hutan,” tutur Jedot.
Setelah melakukan kunjungan pertama ke rumah keluarga Semi, Jedot rutin berkunjung karena prihatin melihat kondisi keluarga tersebut.
“Saya rutin berkunjung setelah melihat kondisi keluarga tersebut. Bahkan hingga Dakup meninggal saya masih berkunjung.
Kini kondisinya sudah lumayan baik karena air dan listrik sudah masuk walau lokasi tempat tinggalnya berada di tengah hutan.
Kini ada delapan rumah ABG dibangun di sekitar rumah Semi,” tambahnya.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Merasa Terkena Kutukan, Satu Keluarga di Kabupaten Pekalongan Putuskan Tinggal di Tengah Hutan