Operasional Kantor Gojek Ditutup, Mitra Kesulitan Bila Ada Masalah
Zaki menyebutkan Gojek adalah satu-satunya tempat ia mencari nafkah. Sehingga, tak ada alasan lain untuk dia tidak kerja.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pasca ditutupnya operasional kantor Gojek di Lampung setelah aksi demo pada 5 September lalu, berimbas pada muncunya keluhan dari para mitra yang memaksakan untuk tetap mencari nafkah atau onbid.
Keluhan ini disampaikan Zaki Sopiyan. Ia tidak peduli aksi offbid masal yang ada di Lampung. Ia mengaku terus onbid guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Zaki menyebutkan Gojek adalah satu-satunya tempat ia mencari nafkah. Sehingga, tak ada alasan lain untuk dia tidak kerja.
“Hanya di sinilah. Di Gojek. Nggak ada kerjaan lain, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,” jelasnya saat dihubungi, Jumat (13/9/2019).
Bagi Zaki, penurunan insentif bukanlah masalah besar. Ia menyebutkan bahwa insentif tidak mempengaruhi pemasukannya sebagai driver ojek online Gojek. Ia masih bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidup keluarganya setiap hari.
Baca: Liga Inggris - 4 Momen yang Luput dari Sorotan VAR, Pelatih Watford Jadi Korban
Baca: Forum Ini Jadi Langkah Awal Pelaku Pasar Keuangan di Indonesia Perbaiki Tata Kelola Penagihan
Baca: Kakek di Sukoharjo Ditangkap Polisi Lantaran Membakar Lahan Hutan, Diduga Alami Gangguan Jiwa
“Saya nggak jadi masalah mau insentif turun apa nggak, bagi saya ya itukan hanya insentif aja, tapi kan pemasukan tetap lancar. Sehari masih cukup untuk saya memenuhi kebutuhan keluarga dan hidup saya,” ujarnya.
” Kalau saya dan kawan-kawan tetap onbid, kami kan di Gojek ini sebagai mitra ya, bisa dilihat aja dari 7 pilar perjanjian di Gojek gimana,” lanjut Zaki.
Zaki juga tidak setuju jika kantor Gojek di Lampung harus ditutup. Jika kantor tidak beroperasi, kata Zaki, ia dan rekan pengemudi lain kesulitan untuk mengadu perihal masalah yang ada di jalan.
“Sebenernya saya juga tidak setuju kalau kantor Gojek ditutup. Karena kasian sama driver lain, kalau dia ada masalah di luar mau ngadu di mana, sementara kantornya ditutup, kalau ada masalah di jalan atau masalah apapun biasanya ngadu ke kantor Gojek dan dapat tanggapan,” jelasnya.
“Untuk orderan juga alhamdulillah masih lancar dan banyak juga yang onbid kok. Saya lihat sekarang ini kayaknya sudah pada paham teman-teman pengemudi dan pada onbid semua,” pungkasnya.
Offbid yang dilakukan para mitra Driver untuk merespon pemangkasan insentif mendapat tanggapan dari banyak pihak, termasuk pengamat asal Sumbagsel Yan Sulistyo. Yan berpendapat bahwa aksi protes dari para mitra adalah bentuk belum dipahaminya model bisnis berbasis teknologi. Sehingga menganggap pemangkasan insentif akan merugikan pihak mitra.
Yan berkomentar, tarif ojek online selama ini dipersepsikan terjangkau atau murah oleh masyarakat. Sehingga dengan tarif yang lebih tinggi saat ini menyebabkan munculnya gejolak pada driver ojek online.
“Sekarang kan tarifnya lebih tinggi, tentu risikonya dalam bisnis itu seperti bandul. Sehingga dalam konteks bisnis, kalau tarif driver online itu akan meningkat ya tentu insentif akan turun. Konsekuensinya harus diterima oleh mitra,” sebutnya.
Permasalahan yang mengemuka dalam ruang lingkup driver ojek online, kata Yan, adalah hilangnya insentif. Padahal insentif dari operator tidak hilang, hanya berkurang akibat kenaikan tarif.
Pengurangan instentif ini untuk menyeimbangkan tarif per kilometer yang naik. Pendapatan mitra dinilai Yan sudah terakomodir dalam tarif baru yang diatur pemerintah.
“Di dalam Kepmenhub 438 juga dijelaskan ada alokasi untuk biaya operasional seperti asuransi dan bensin, maka mitra diminta fokus pada pendapatan organic,” ujarnya.
“Para mitra sebaiknya memahami skema bisnis yang berkembang. Jika dulu mitra dapat mengandalkan pendapatannya dari insentif, sekarang sudah tidak bisa lagi karena insentif bukanlah sumber pendapatan yang utama. Insentif adalah hak prerogatif aplikator yang besarannya tergantung dari kemampuan masing-masing aplikator,” pungkasnya.
Yan meminta agar driver ojek online memahami kebijakan yang telah diberlakukan. Selain itu juga mengerti role model bisnis dari aplikator.
“Teman-teman driver ini belum memahami role model bisnis dari aplikator. Yang dipahami hanya dari sisi mereka saja, yaitu pendapatan tarif per kilometer dan tarif,” tutup Yan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.