Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Langit Muaro Jambi Berwarna Merah Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan, Ini Penjelasan BMKG

Kondisi langit berwarna merah di Muaro Jambi kemarin, viral di media sosial. Ini penjelasan BMKG.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Langit Muaro Jambi Berwarna Merah Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan, Ini Penjelasan BMKG
Facebook: Qha Caslley
Kondisi langit berwarna merah di Muaro Jambi kemarin, viral di media sosial. Ini penjelasan BMKG. 

Kondisi langit berwarna merah di Muaro Jambi kemarin, viral di media sosial. Ini penjelasan BMKG.

TRIBUNNEWS.COM - Fenomena langit berwarna merah yang terjadi di Desa Pulau Mentaro, Kecamatan Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, menghebohkan media sosial.

Disebutkan, perubahan warna langit terjadi pada Sabtu (21/9/2019) pukul 14.00 WIB.

Dalam banyak foto dan video yang beredar di media sosial, langit di Muaro Jambi pada siang hari berubah menjadi gelap seperti malam hari dengan warna langit kemerahan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akhirnya memberikan penjelasan fenomena langit merah yang terjadi di Muaro Jambi.

Baca: Kondisi Langit Merah di Muaro Jambi Viral, Disebut Hamburan Rayleigh Ini Penjelasan Ahli

Baca: Langit Jambi Merah Suasana Siang Jadi Mencekam, Warga Nyalakan Lampu & Kipas Angin untuk Bertahan

Menurut BMKG, hasil analisis citra satelit Himawari-8 di sekitar Muaro Jambi, Sabtu kemarin, terlihat banyak titik panas dan sebaran asap yang sangat tebal.

Demikian diungkapkan, Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari dari akun Instagram BMKG, Minggu (22/9/2019).

Berita Rekomendasi

"Asap dari kebakaran hutan dan lahan ini berbeda dari daerah lain yang juga mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla)," kata Siswanto.

Siswanto menambahkan, di wilayah lain yang mengalami kebakaran, pada satelit tampak berwarna cokelat.

Namun, tidak demikian di Muaro Jambi yang justru menunjukkan warna putih.

Hal ini mengindikasikan, lapisan asap yang sangat tebal.

Kondisi Jambi berwarna merah pada Sabtu (21/9/2019) pukul 12.53 WIB
Kondisi Jambi berwarna merah pada Sabtu (21/9/2019) pukul 12.53 WIB (Tangkapan Layar Video)

Menurut Siswanto, ini dimungkinkan karena kebakaran lahan/hutan yang terjadi di wilayah tersebut, terutama pada lahan gambut.


Tebalnya asap, lanjut Siswanto, juga didukung oleh tingginya konsentrasi debu partikulat polutan berukuran

"Hari ini (kemarin, red), tengah malam di Jambi, pengukuran konsentrasi PM10 = 373,9 ug/m3, menunjukkan kondisi tidak sehat," kata dia.

Kondisi di Pekanbaru juga disebut lebih parah lagi.

Konsentrasi debu polutan PM10 masuk kategori berbahaya yaitu 406,4 ug/m3.

Untuk mengetahui informasi Konsentrasi Partikulat (PM10) BMKG pada setiap jam, dapat dipantau lewat laman http://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/informasi-partikulat-pm10.bmkg.

Baca: Kesaksian Warga saat Langit Jambi Memerah karena Kebakaran Hutan, Suasana Mencekam, Nafas Sesak

Baca: Langit Jambi Berubah Oranye Hingga Merah, Apa yang Terjadi? Terkait Asap? Ini Penjelasannya

Lantas, kenapa kebakaran hutan dan lahan itu bisa menyebabkan langit berwarna merah?

Siswanto bilang, bila ditinjau dari teori fisika atmosfer pada panjang gelombang sinar, langit berwarna merah disebabkan adanya hamburan sinar matahari oleh partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol).

Hal ini juga dikenal dengan istilah hamburan mie (Mie Scattering).

Mie scattering terjadi jika diameter aerosol dari polutan di atmosfer sama dengan panjang gelombang dari sinar tampak (visible) matahari.

Panjang gelombang sinar merah berada pada ukuran 0,7 mikrometer.

Diketahui, dari data BMKG konsentrasi debu partikulat polutan berukuran

"Namun, langit yang berubah merah terjadi Muaro Jambi. Artinya, debu polutan di daerah tersebut dominan berukuran sekitar 0,7 mikrometer atau lebih, dengan konsentrasi sangat tinggi."

"Selain konsentrasi tinggi, tentunya sebaran partikel polutan ini juga luas untuk dapat membuat langit berwarna merah," tutur Siswanto.

Mengapa dikatakan ukuran partikel bisa lebih dari 0.7 mikrometer?

Ini dikarenakan mata manusia hanya dapat melihat pada spektum visibel (0.4-0.7 mikrometer).

Dalam catatan BMKG, fenomena serupa pernah terjadi di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 2015.

Saat itu, langit di Palangkaraya, beberapa kali mengalami langit berwarna orange akibat kebakaran hutan dan lahan.

Berarti, ukuran debu partikel polutan (aerosol) saat itu dominan lebih kecil/lebih halus (fine particle) daripada fenomena langit memerah di Muaro Jambi kali ini.

Hamburan Rayleigh

Di sisi lain, astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo menjelaskan, fenomena langit berwarna merah bukanlah disebabkan tingginya suhu atau pengaruh api.

"Ini nampaknya fenomena Hamburan Rayleigh," ujar Marufin saat dikonfirmasi terpisah Kompas.com, Sabtu (21/9/2019).

"Hamburan Rayleigh itu hamburan elastis pada cahaya oleh partikel-partikel mikro/nano di udara yang ukurannya lebih kecil dari panjang gelombang cahaya tampak," tambahnya.

Marufin mengungkapkan, fenomena ini umum dijumpai.

Pasalnya, fenomena Rayleigh menjadi penyebab langit berwarna biru pada siang hari dan memerah kala senja atau fajar.

"Dalam kasus Jambi, kepadatan partikel-partikel mikro/nano di udara nampaknya cukup besar sehingga lebih padat ketimbang konsentrasi partikel pada udara normal," ujar Marufin.

"Karena lebih padat maka berkas cahaya Matahari yang melewatinya akan dihamburkan khususnya pada panjang gelombang pendek (spektrum biru dan sekitarnya) hingga medium (spektrum hijau dan sekitarnya)," kata dia.

Sehingga, hanya menyisakan panjang gelombang panjang (spektrum merah dan sekitarnya) yang dapat menerus sampai ke permukaan bumi.

Hal itulah yang membuat langit tampak berwarna kemerahan yang terlihat seperti di Muaro Jambi.

Selain itu, Marufin menyampaikan, mekanisme serupa dengan langit memerah yang cukup lama (dan tidak umum) dengan lama waktu berjam-jam sebelum terbenam matahari.

Misalnya, pasca terjadi letusan dahsyat gunung berapi seperti teramati pada kejadian pasca-letusan Krakatau pada tahun 1883 maupun Pinatubo pada tahun 1991.

Adapun, Marufin menyampaikan, adanya kejadian langit merah ini juga tidak berdampak gangguan kesehatan mata.

"Menurut saya enggak sampai pada gangguan mata. Karena ini hanya hamburan cahaya biasa."

"Sakit mata berpeluang terjadi lebih karena partikel-partikel mikro/nano itu. Bukan karena cahayanya," ujar Marufin.

Lamanya durasi hamburan cahaya

Sementara, Marufin menjelaskan, lamanya durasi hamburan cahaya ini bergantung pada kepadatan partikel-partikel tersebut.

Semakin besar kepadatannya dengan ditunjukkan oleh makin tingginya nilai PM10 atau PM2.5 pada Air Quality Index (AQI).

Jika semakin tinggi kepadatan, maka semakin intensif hamburan Rayleigh yang melewatkan cahaya merah dari matahari terjadi.

Tak hanya itu, hamburan Rayleigh juga tergantung juga pada seberapa luas kepadatan besar dari partikel-partikel tersebut.

"Umumnya kalau makin dekat dengan sumbernya ya makin padat atau pekat."

"Hanya masih ada pengaruh angin yang juga menentukan," ujar Marufin.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Langit Merah di Jambi Dikenal dengan Hamburan Rayleigh, Ini Penjelasannya"

(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Retia Kartika Dewi)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas