Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Merapi Meletus, Wilayah Magelang dan Sekitar Merapi Diguyur Hujan Abu

Hujan abu selain terjadi Kecamatan Srumbung dan Dukun, juga terjadi di Kecamatan Salam, Sawangan, Muntilan dan Mungkid, Senin (14/10).

Editor: Sugiyarto
zoom-in Merapi Meletus, Wilayah Magelang dan Sekitar Merapi Diguyur Hujan Abu
twitter
gunung merapi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Hujan abu selain terjadi Kecamatan Srumbung dan Dukun, juga terjadi di Kecamatan Salam, Sawangan, Muntilan dan Mungkid, Senin (14/10).

Total ada 17 desa di enam kecamatan yang terkena hujan abu.

Dari data BPBD Kabupaten Magelang, ada 17 desa di enam kecamatan yang terkena hujan abu.

Kecamatan Srumbung di Desa Ngargosoko, Mranggen dan Srumbung. Kecamatan Dukun di Desa Sumber, Talun, Ngargomulyo, Kalibening, Ngadipuro, Mangunsoko dan Dukun.

Kemudian di Kecamatan Salam, Desa Sucen dan Jumoyo.

Merapi semburkan abu vulkanik, Senin (14/10/2019)
Merapi semburkan abu vulkanik, Senin (14/10/2019) (Twitter BPPTK)

Kecamatan Sawangan di Desa Sawangan. Kecamatan Muntilan di Desa Tamanagung dan Muntilan. Kecamatan Mungkid di Desa Bojong dan Pabelan.

Berita Rekomendasi

"Selain di Srumbung dan Dukun, hujan abu juga terjadi di sejumlah desa di Kecamatan Salam, Sawangan, Muntilan, Mungkid," ujar Kepala BPBD Kabupaten Magelang, Edy Susanto, Senin (14/10/2019).

Kepala Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Yatin, mengatakan, hujan abu terjadi di wilayah Desa Ngargomulyo.

Hujan abu turun tipis. Kondisi pascaletusan sendiri masih kondusif. Warga setempat masih tenang dan beraktivitas seperti biasa.

Terkait letusan, tidak terdengar dentuman. Asap letusan sendiri tidak terlihat dari wilayah Ngargomulyo karena tertutup kabut.

KAWAH MERAPI - Asap mengepul dari kubah lava Merapi sisi tenggara pada Selasa (8/1/2019) pagi. Sejak pertengahan Agustus 2018, aktivitas gunung memunculkan kubah lava baru yang terus bertambah volumenya setiap hari.
KAWAH MERAPI - Asap mengepul dari kubah lava Merapi sisi tenggara pada Selasa (8/1/2019) pagi. Sejak pertengahan Agustus 2018, aktivitas gunung memunculkan kubah lava baru yang terus bertambah volumenya setiap hari. (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumarga)

"Tiba-tiba saja (hujan abu itu). Warga masih biasa dan kondisi kondusif. Masyarakat juga tidak panik," kata Yatin.

Untuk diketahui, terjadi awan panas letusan di Gunung Merapi pada tanggal 14 Oktober 2019 pukul 16:31 WIB.

Awan panas terekam di seismogram dengan durasi 270 detik dan amplitudo 75 mm.

Terpantau kolom setinggi max. ±3.000 m dari puncak. Angin bertiup ke arah Barat Daya.

Info Merapi terbaru, awan panas keluar dengan tinggi kolom mencapai maksimal 3000 meter dari puncak pada Senin (14/10/2019) pukul 16.31 WIB.

Melalui akun twitter @BPPTKG, direkomendasikan jarak bahaya 3 km dari puncak Gunung Merapi.

Di luar radius tersebut, masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa.

Masyarakat juga diimbau untuk mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik.

Meski demikian, tidak semua wilayah di sekitar Merapi terkena abu vulkanik. 

Keluarnya awan panas Gunung Merapi tersebut terekam dengan durasi 270 detik dan amplitudo 75 mm.

Dengan tinggi kolom awan panas maksimal 3000 meter dari puncak, dilaporkan bahwa angin bertiup ke arah barat daya.

Dilaporkan terkait erupsi Merapi tersebut, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman Makwan melaporkan tidak terjadi hujan abu di lereng Merapi wilayah Sleman.

"Berdasarkan pantauan hingga saat ini, Kepuharjo, Kaliurang, dan Glagaharjo negatif abu," kata Makwan melalui pesan singkat.

Sementara itu, Petugas di Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Babadan (Magelang), Heru melaporkan bahwa secara visual Merapi tidak terlihat saat erupsi terjadi.

Hal ini disebabkan cuaca sekitar lereng Merapi yang terpantau berawan mendung terlihat dari Pos Babadan. Visual pun hanya teramati dari CCTV.

"Namun kami menerima laporan bahwa sebagian warga mendengar gemuruh saat erupsi terjadi," jelas Heru melalui telepon.

Pengamat di Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Selo (Boyolali) Candra mengatakan bahwa secara visual erupsi Merapi terpantau jelas.

Namun ia menyebut tidak terdengar gemuruh saat letusan terjadi.

"Sampai saat ini wilayah Selo tidak terjadi hujan abu," ungkap Candra via pesan singkat.

Peningkatan produksi Magma

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi (BPPTKG) memantau produksi magma Merapi. Meski tak terlihat jelas, namun ada gejala peningkatan produksi magma sejak tiga bulan terakhir.

Kasi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso mengatakan bahwa hingga saat ini produksi magma masih berlangsung.

"Suplai magma masih berlangsung dan cukup intensif, dari data informasi ada peningkatan tiga bulanan ini. Kami pantau seismisitas dan deformasi, ada gejalanya,"katanya saat jumpa pers di BPPTKG, Senin (23/9/2019).

Ia menjelaskan bahwa Gunung Merapi masih diperkirakan mengeluarkan awan panas.

Terkait dengan awan panas letusan yang terjadi Minggu (22/9) pukul 11.36, kondisi Merapi tidak berbahaya.

Letusan tersebut terjadi akibat adanya tekanan yang meningkat secara tiba-tiba. Jika ada peningkatan tekanan, rekahan tersebut seperti katib yang tertutup.

Dengan katub tertutup tersebut, menyebabkan gas terakumulasi, sehingga gas bisa terlepas.

"Di sisi lain ada peningkatan suplai magma. Jadi ada dua yang mempengaruhi, ada produksi gas secara alami, dan ada peningkatan suplay magma. Meski awan panas ini berbeda, tetapi kondisi Merapi tidak berbahaya,"jelasnya.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat tetap tenang. Terkait jarak aman, masih tetap 3km dari puncak . Hal itu karena jarak luncur awan panas relatif rendah.

"Untuk awan panas letusan yang kemarin jarak luncurnya 1.200 meter, yang paling jauh beberapa waktu lalu 2.000 meter. Jadi jarak aman masih sama,"tambahnya.

Letusan Gas

Diberitakan sebelumnya, Gunung Merapi sempat mengeluarkan awan panas pada Minggu (22/9/2019) pukul 11.36 WIB.

Awanpanas terekam di seismogram dengan amplitudo 70 mm dan durasi 125 detik dengan jarak awan panas diperkirakan sejauh 1200 meter.

Terpantau dari CCTV Merbabu kolom asap letusan setinggi lebih kurang 800 meter dari puncak.

Rilis BPPTKG yang diterima Tribunjogja.com menyebutkan, berbeda dengan awan panas guguran (APG) yang biasa terjadi sejak 1 Januari 2019.

Awan panas kali ini didahului dengan letusan gas sehingga disebut sebagai awan panas letusan (APL).

APG terjadi karena runtuhnya material kubah lava baru secara gravitasional atau tanpa kecepatan awal yang signifikan.

Sedangkan APL,runtuhnya kubah lava akibat tekanan gas dari dalam karena berlangsungnya suplai magma, gas vulkanik diproduksi kontinyu.

Peningkatan gas ini terdeteksi dari stasiun pemantauan dari pukul 00.00 hingga 12.00 terjadi 29 kali gempa MP dan 14 kali gempa hembusan.

Jumlah hembusan MP dan hembusanini tergolong tinggi yang merepresntasikan peningkatan tekanan dan intensitas pelepasan gas vulkanik.

Selanjutnya, data pemantauan menurun dan tenang lagi setelah kejadian APL hingga rilis dikeluarkan.

Meski begitu, baik APG maupun APL, masih akan terjadi, karena suplai magma masih berlangsung yang ditunjukkan oleh masih terjadi gempa-gempa dari dalam seperti gempa VTA, VTB dan MP dalam jumlahb signifikan.

"Ancaman bahaya yang dapat ditimbulkandari aktivitas erupsi sama dengan sebelumnya, luncuran awanpanas, lontaran material eripsi radius 3 km dari puncak,"kata Kepala BPPTKG, Hanik Humaida, pada rilisnya, Minggu malam.

Diberitakan Tribunjogja.com, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman Makwan menginformasikan bahwa hujan abu tipis terjadi sebagai dampak dari letusan tersebut.

"Hujan abu tipis dilaporkan terjadi di wilayah Tunggul Arum, Wonokerto, Turi. Namun saat ini sudah berangsur-angsur hilang," kata Makwan melalui pesan singkat.

Menurut Makwan, hujan abu tipis terjadi sekitar pukul 12.30 WIB hingga mendekati pukul 13.00 WIB siang.

Abu awalnya bertiup ke arah barat lalu berubah menuju arah barat laut.

Terkait situasi ini, Makwan memastikan bahwa tidak ada kepanikan dari warga.

Saat ini pun situasi sudah kondusif, aman, dan terkendali.

Ia pun memastikan masker masih belum dibutuhkan oleh warga lantaran hujan abu masih terbilang tipis.

"Stok masker di Tunggul Arum masih cukup, jika kurang akan ditambahkan dari Posko BPBD," jelas Makwan.

Sementara itu, Petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang, Lasiman membenarkan bahwa pada Minggu siang, terjadi awan panas letusan.

"Iya benar seperti yang di Twitter (akun twitter resmi BPPTKG Yogyakarta) itu," ujar petugas Pos PGM Kaliurang Lasiman saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, awan panas letusan yang terjadi pada pukul 11.36 WIB terekam di seismogram dengan amplitudo 70 milimeter.

Sedangkan, durasi tercatat 125 milimeter.

BPPTKG Yogyakarta juga mencatat, awan panas letusan tersebut terpantau dengan tinggi kolom lebih kurang 800 meter dari puncak.

Sampai saat ini, BPPTKG Yogyakarta masih menetapkan status Gunung Merapi pada level II atau waspada.

Sementara itu, warga Pangukrejo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman menuturkan bahwa warga di lereng Merapi tetap beraktivitas biasa.

"Warga beraktivitas biasa, tidak ada yang panik, kan sudah biasa. Jarak luncurnya juga masih di dalam radius 3 kilometer," ujar Eko, salah satu warga Pangukrejo.

Selain itu, aktivitas pariwisata khususnya di volcano tour Kinah Rejo juga masih berjalan normal. Bahkan, kunjungan wisatawan hari ini lebih ramai dari biasanya.

"Aktivitas wisata normal, kunjungan wisatawan hari ini ramai. Sampai siang ini, Saya sudah dua kali mengantar wisatawan (dengan mobil adventure)," kata Eko. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul BREAKING NEWS: Merapi Meletus, 17 Kecamatan di Magelang Diguyur Hujan Abu, https://jogja.tribunnews.com/2019/10/14/breaking-news-merapi-meletus-17-kecamatan-diguyur-hujan-abu?page=all.

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas