Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Wiby Setya Bawa Pasport Saat Harus Naik Prameks Gara-Gara Tidak Punya e-KTP

Untuk pergi ke Klaten naik KA Prameks, ia mengaku mengeluarkan paspor, jadi sudah seperti orang asing di negeri sendiri

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Cerita Wiby Setya Bawa Pasport Saat Harus Naik Prameks Gara-Gara Tidak Punya e-KTP
Travel + Leisure
Ilustrasi paspor 

Laporan Wartawan Tribun Jogja Ahmad Syarifudin


TRIBUNNEWS.COM, BANTUL
- Tidak kunjung memiliki e-KTP, Wiby Setya Permana (24), warga desa Srimulyo, Piyungan, Bantul itu mengaku harus menggunakan paspor ketika hendak bepergian.

Bukan ia tidak mengurus, namun blanko-nya habis.

Wiby bertahun-tahun hanya mendapatkan surat keterangan (suket).

Saat bepergian ke luar daerah, ia mengaku terpaksa harus menggunakan paspor.

"Saya ke Klaten naik Prameks, beli tiketnya harus pakai paspor. Saya sudah seperti orang asing di negeri sendiri," keluh Wiby, saat dihubungi, Rabu (30/10/2019).

Selain kesulitan dalam mengakses tiket kereta api, ia juga mengaku kesulitan dalam mengurus pembuatan akun di Bank.

BERITA TERKAIT

Padahal dirinya memegang surat keterangan (suket) yang dikeluarkan resmi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Bantul.

Namun surat keterangan itu, kata dia, memiliki kendala.

Tidak dapat digunakan untuk mengakses sistem layanan berbasis digital, menurut dia, lantaran tidak tertera chip Radio Frequency Identification (RFID) yaitu teknologi pengiriman informasi singkat melalui gelombang radio. Dimana didalam chip tersebut tertera informasi pemiliknya.

"Saya merasa hak keadilan saya terenggut. Ini melanggar pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata dia.

Lebih lanjut, dia menceritakan, sebenarnya saat usia 21 tahun, dia sudah melakukan perekaman e-KTP. Begitu jadi, informasi di dalam keping KTP elektronik yang dia pegang ternyata salah.

Ia menyebutkannya dengan istilah "KTP-el bodong". Data yang tertera didalamnya keliru. Tidak bisa digunakan. Wiby kemudian mengembalikan keping tersebut ke Disdukcapil dengan harapan bisa segera mendapatkan pengganti yang asli.

Namun, setelah pengajuan kembali, dia justru mengaku disarankan menggunakan suket dengan masa aktif enam bulan.

"Boleh diganti enam bulan sekali," katanya.

Suket tersebut, dinilai oleh Wiby tidak efektif. Karena bentuknya lembaran kertas. Mudah rusak ketika disimpan. Apalagi ketika musim hujan. Karena terus dilipat dalam dompet. Suket mudah sobek. Bahkan suket milik Wiby belum ada sebulan, sudah sobek.

"Sudah seperti puzzle, potong-potongan," terang dia.

Wiby sudah mencoba beragam cara. Termasuk sempat mengadu ke Bupati Bantul Suharsono, melalui akun media sosial. Pernah direspon tetapi jawabannya belum menggembirakan.

Dikonfirmasi, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Bantul, Bambang Purwadi, mengatakan, saat ini Blanko KTP elektronik di Bantul dari pemerintah pusat memang terbatas.

Sehingga belum dapat menjangkau kepada seluruh peserta yang mendaftar.

Jatah blangko yang diberikan Pemerintah Pusat, menurut dia, hanya 500 keping perbulan.

Sementara jumlah request yang mengantri melalui Disdukcapil smart sekitar tiga ribuan. Sedangkan yang saat ini memegang suket hampir 13 ribu.

"Jadi mohon bersabar, ndak usah khawatir. Kalau ngga bisa selesai tahun ini tahun depan. Silahkan request cetak KTP melalui aplikasi Disdukcapil Smart. Insya Allah begitu blangko datang kita cetakkan," kata dia. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Blanko KTP-el Habis, Warga Piyungan Bantul Ini Pesan Tiket Kereta Api Menggunakan Paspor

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas