Dihukum Kebiri, Pembina Pramuka yang Terbukti Cabuli 15 Muridnya Tak Ajukan Banding
Setelah divonis hukuman kebiri kimia, Rachmat Slamet Santoso tidak mengajukan banding.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Setelah divonis hukuman kebiri kimia, Rachmat Slamet Santoso tidak mengajukan banding.
Diketahui Rachmat divonis hukuman kebiri kimia oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (18/11/2019) pekan lalu.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Surabaya, Fariman Isnandi Siregar, dikonfirmasi membenarkan jika terdakwa tidak mengajukan banding hingga 7 hari pasca pembacaan vonis.
Menurutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 234 ayat 1 KUHAP dijelaskan, apabila dalam tujuh hari batas akhir jaksa maupun terdakwa tidak menyatakan banding, maka vonis yang dijatuhkan dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Terdakwa sendiri sepanjang masa persidangan tidak didampingi penasihat hukum.
Juru bicara Pengadilan Negeri Surabaya, Sigit Sutriono, mengatakan pihak pengadilan sudah menawarkan jasa pengacara negara, namun terdakwa menolak.
"Kalau menolak kami tidak bisa memaksa," ujarnya.
Rahmat divonis hukuman kebiri selama 3 tahun dalam sidang vonis Senin pekan lalu. Selain itu, dia juga divonis 12 tahun penjara, dan denda Rp 100 juta subsider kurungan 3 bulan.
Menurut Ketua Majelis Hakim Dwi Purwadi, terdakwa sebagai tenaga pendidik, terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan tindak pidana tipu muslihat kepada anak didiknya.
Perbuatan terdakwa disebut telah meresahkan masyarakat, membuat anak trauma, malu dan takut, serta merusak masa depan anak anak.
Terdakwa disebut melanggar Pasal 80 dan Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentan perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Rahmat Santoso diamankan Polda Jatim pada Juli 2019 lalu. Dia adalah seorang pembina gerakan Pramuka di Surabaya.
Dengan dalih latihan Pramuka di rumahnya, dia melakukan pencabulan terhadap anak didik laki-laki.
Berdasarkan laporan yang masuk ke polisi, hingga saat ini anak yang mengaku menjadi korban sebanyak 15 anak.
Mereka bukan hanya siswa Pramuka, anak tetangga juga kerap menjadi korban. Pelaku sendiri sudah menjadi pembina Pramuka sejak 4 tahun lalu.
Dia membina Pramuka di 5 SMP dan 1 SD negeri dan swasta di Surabaya. (Kompas.com/Achmad Faizal)