Presiden Hadiri Natal Nasional, GAMKI Jabar Minta Tak Ada Lagi Diskriminasi
Theo berharap semua pihak berani jujur bahwa hari ini peningkatan kasus intoleransi semakin marak terjadi.
Editor: Hasanudin Aco
Salah satu letak persoalan adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006.
"Jadi bolanya itu ada di Pemerintah Pusat, yakni Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Segera evaluasi Peraturan Bersama ini dan libatkan lembaga-lembaga keagamaan yang ada. Pemerintah pusat jangan malah melempar bola ke pemerintah daerah. Sudah lima tahun pemerintahan Pak Jokowi. Kami rasa saat ini momennya, jangan dibiarkan dan ditunda-tunda lagi," katanya.
Pihaknya mengucapkan terimakasih kepada sebagian besar pemerintah daerah dan masyarakat Indonesia yang berkomitmen menjaga dan merawat keberagaman Indonesia di dalam bingkai Pancasila.
"Sayangnya tindakan-tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh sebagian kecil pemerintah daerah ataupun kelompok masyarakat intoleran menjadi bau amis yang menutupi harumnya hubungan toleransi yang dibangun selama ini di berbagai daerah. Sebagai contoh apa yang sedang terjadi di dua kabupaten di Sumatera Barat, pastinya tidak merepresentasikan masyarakat Sumatera Barat," ujar dia.
Menurut Theo, perayaan Natal Nasional seharusnya dapat menjadi simbol positif bahwa kita bisa hidup berdampingan antar sesama umat beragama.
"Namun sebaliknya, ini juga dapat menjadi cerita yang negatif, jika ternyata di waktu bersamaan dengan Perayaan Natal Nasional yang meriah, masih ada ribuan warga negara Indonesia yang tidak dapat melaksanakan ibadah Natal di Gereja mereka karena dilarang oleh pemda ataupun ormas intoleran, seperti yang dialami oleh jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia yang selama beberapa tahun ini melaksanakan ibadah Natal di pinggir jalan di depan Istana Negara," ujar Theo.
"Jangan sampai mereka kemudian memutuskan untuk melaksanakan Ibadah Natal pada tahun ini di pinggir jalan di seberang gedung Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat. Jika Presiden mengetahui masalah ini, Presiden dapat menindak tegas pemda, ormas, ataupun oknum-oknum yang melakukan kebijakan dan tindakan diskriminatif," kata Theo menambahkan.
Theo mengatakan Presiden bisa saja meminta Pemda-Pemda tersebut untuk memberikan izin terhadap setiap warga negara yang ingin merayakan hari besar keagamaan mereka. Jika tidak dilakukan, bisa saja diberikan sanksi seperti pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) ataupun program-program pemerintah lainnya.
''Pastinya sikap Presiden itu konstitusional dan menunjukkan pendirian Presiden yang tidak permisif terhadap tindakan pemda-pemda yang diskriminatif," ujar Theo.