KONDISI TERKINI Keraton Agung Sejagat di Purworejo setelah Raja dan Ratunya Ditangkap
Bagaimana kondisi Keraton Agung Sejagat setelah Raja dan Ratunya ditangkap pada Selasa (14/1/2020) kemarin?
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat di Purworejo diamankan Polres Purworejo pada Selasa (14/1/2020) sore sekitar pukul 17.00 WIB.
Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja alias Fanni Aminadia, ditangkap saat dalam perjalanan menuju markas Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo.
Lantas, bagaimana nasib keraton setelah Totok dan Fanni ditangkap?
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, bangunan keraton ternyata tidak berizin.
Hal ini diungkapkan Kabag Humas dan Protokol Pemkab Purworejo, Rita Purnama, pada Selasa.
Baca: Selain Kebodohan, Ini Faktor-faktor Penyebab Keraton Agung Sejagat Sukses Pikat Ratusan Pengikut
Baca: Pengikut Keraton Agung Sejagat Digaji Pakai Dolar, Dari Sini Sumber Uang Sang Raja
"Pada saat itu sudah mengajukan izin ke Polres, tetapi sepertinya tidak diizinkan."
"Ngantongi izinnya dari dunia atau PBB dan itu yang membawa sinuwunnya (pimpinannya) dan belum ditunjukkan sampai saat ini," terang Rita.
Lebih lanjut, Rita menyebutkan kegiatan Keraton Agung Sejagat terindikasi penipuan karena sejarah yang disampaikan banyak tak sesuai.
"Banyak yang tidak sesuai dengan sejarah yang ada, karena dalam rapat terbatas tadi juga mengundang sejarawan di Purworejo," ujar Rita berdasarkan laporan Kepala Desa Pogung Jurutengah melalui Camat Bayan.
Terkait hal tersebut, bangunan keraton saat ini dipasangi garis polisi di bagian pintu masuk sisi bagian utara timur.
Serta di barat dan depan pintu masuk ruang sidang.
Dilansir Kompas.com, garis polisi juga dipasang mengelilingi prasasti batu yang berada di sebelah timur calon pendopo utama.
Usut punya usut, prasasti tersebut dibuat oleh Empu Wijoyo Guna.
Mengutip Tribun Jateng, Empu Wijoyo Guno mengatakan ukiran dan tulisan yang ada di prasasti memiliki makna tersendiri.
"Tulisan Jawa itu artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagat," terang Wijoyo Guno, Selasa.
Baca: Fenomena Kerajaan Agung Sejagat: Ada Iuran KTA dan Dijanjikan Dapat Dolar Amerika
Baca: Polda Jateng Selidiki Keraton Agung Sejagat, Periksa Aspek Legalitas sampai Kesejarahan
Mataram sendiri memiliki arti 'Mata Rantai Manusia'.
"Maknanya alam jagat bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun."
"Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," tutur dia.
Menurut penuturan warga sekitar, garis polisi dipasang pada Selasa malam sekitar pukul 21.00 WIB.
Selain dipasang garis polisi, sejumlah aparat kepolisian dan Satpol PP terlihat menjaga kompleks Keraton Agung Sejagat.
Tak hanya itu, keraton juga sempat digeledah pihak berwenang.
Penggeledahan dilakukan tak lama setelah Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat diamankan.
Mengutip Tribun Jateng, berikut foto-foto situasi Keraton Agung Sejagat saat digeledah pada Selasa:
Proses penggeledahan
Warga melihat proses penggeledahan
Baca: Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Ditangkap, Ganjar Pranowo: Kita Ajak Ngopi Saja
Baca: Heboh Keraton Agung Sejagat, Inilah 2 'Kerajaan' Serupa yang Pernah Gegerkan Indonesia
Penggeledahan keraton
Ancaman hukuman
Dilansir Tribun Jateng, Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja alias Fanni Aminadia terancam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Tak hanya itu, Totok dan Fanni juga diduga melanggar Pasal 14 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat pun terancam hukuman sepuluh tahun penjara.
"Dalam pasal 14 tersebut, disebutkan barang siapa menyiarkan berita atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, maka dihukum maksimal 10 tahun penjara," jelas Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitriana, Selasa.
Saat Totok dan Fanni ditangkap, Ditreskrimum Polda Jateng mengamankan sejumlah barang bukti.
Diantaranya kedua KTP pelaku, dokumen berupa kartu-kartu keanggotaan, dan sepuluh saksi dari warga setempat.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com, Tribun Jateng/Permata Putra Sejati/Akhtur Gumilang)