Pengelola Balai Sosial Bantah Telantarkan Puluhan Difabel di Jalanan Kota Bandung
BRSPDSN angkat bicara mengenai telantarnya 41 difabel netra dan kini tinggal di trotoar Jalan Pajajaran, Bandung.
Editor: Malvyandie Haryadi
![Pengelola Balai Sosial Bantah Telantarkan Puluhan Difabel di Jalanan Kota Bandung](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/mahasiswa-disabilitas-netra-tinggal-di-trotoar_20200115_232925.jpg)
Laporan Wartawan Tribun, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra(BRSPDSN) angkat bicara mengenai telantarnya 41 difabel netra dan kini tinggal di trotoar Jalan Pajajaran, Bandung.
Telantarnya para difabel tersebut lantaran adanya pengosongan yang dilakukan lantaran berubahnya status Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN).
Kepala BRSPDSN Sudarsono mengatakan saat ini balai yang dipimpinnya dalam proses revitalisasi fungsional yang merupakan program nasional untuk mengoptimalkan peran balai-balai rehabilitasi sosial milik pemerintah.
Baca: UPDATE Kasus Temuan Kerangka Manusia di Bandung, Berikut Pernyataan Kepolisian
Baca: Rumah Kosong Tempat Ditemukannya Kerangka Manusia Utuh dalam Posisi Duduk di Atas Sofa
Tujuannya, masyarakat disabilitas diharapkan dapat diberdayakan dan berkiprah setelah mendapat pelayanan rehabilitasi sosial lanjut di balai rehabilitasi sosial.
Selama ini, ada kesan bahwa balai rehabilitasi sosial seperti penampungan bagi disabilitas.
Padahal menurutnya, fungsi balai lebih dari itu.
Yakni diharapkan dapat mendorong kaum disabilitas berdaya sesuai dengan bidangnya.
"Kita ada program transformasi perubahan status panti menjadi balai. Kita ingin balai rehabilitasi sosial ini berkontribusi secara progresif. Jadi pijakan bagi saudara-saudara kita kaum disabilitas agar dapat mengembangkan keberfungsian sosialnya dan kapabilitas sosialnya sehingga bisa berkiprah di masyarakat,” ujar Sudarsono dalam pernyataannya, Kamis(16/1/2020).
Salah satu konsekuensi dari transformasi tersebut, adalah adanya batas waktu bagi para penerima manfaat sesuai dengan yang ketentuan.
Tujuannya, agar para penerima manfaat dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, mandiri serta berkiprah di masyarakat.
“Ini yang kita sebut dengan proses inklusi. Kita ingin, saudara-saudara kita diterima di masyarakat. Seperti yang lainnya,” ujar Sudarsono.
Kendati demikian, pemberlakuan ketentuan mengembalikan penerima manfaat kepada keluarga atau ke masyarakat, tidak dilakukan seketika.
Tapi melalui proses-proses yang panjang. Selama di balai, mereka diberikan pelatihan dan layanan yang holistik, sistematis dan terstandar. Sehingga ketika kembali ke masyarakat, mereka mandiri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.