Pelajar Bunuh Begal, Praktisi Hukum Sebut Tragedi Penegakan Hukum: Dakwaan Jaksa Sangat Berlebihan
Seorang pelajar SMA di Malang, ZA (17) terancam hukuman seumur hidup setelah membunuh seorang begal karena membela diri.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pelajar SMA di Malang, ZA (17) terancam hukuman seumur hidup setelah membunuh seorang begal karena membela diri.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang, Selasa (14/1/2020), ZA didakwa dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman seumur hidup.
Terkait hal tersebut praktisi hukum Otto Hasibuan memberikan tanggapannya.
Otto mengungkapkan, kasus ini merupakan sebuah tragedi dalam penegakkan hukum yang sangat miris.
"Ini yang namanya orang bilang, hukum selalu tumpul ke atas tajam ke bawah, dan ini faktanya," ujar Otto, dikutip Tribunnews dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Selasa (21/1/2020).
"Ini kan persoalan sepele sebenarnya yang tidak perlu membawa-bawa sebesar ini," tambahnya.
Otto menyatakan, dirinya memperoleh informasi, bahwa sebenarnya pihak kepolisian tidak mencantumkan pasal 340 dalam kasus ini.
Namun, kejaksaan meminta agar memasukkan pasal 340 dalam kasus pelajar yang bunuh begal ini.
Otto lantas mempertanyakan darimana proses bisa memasukkan pasal 340 dalam kasus ini.
"Orang berduaan pacaran dibegal lantas kemudian karena sesuatu hal bahkan katanya si perempuan diminta uang dari si laki-lakinya (begal)."
"Kemudian karena enggak ada uang diminta sepeda motornya, sepeda motornya enggak bisa diambil kemudian bilang 'saya mau pakai dulu pacarmu ini tiga menit'."
"Nah tiba-tiba tentunya dia guncang dong ya, guncang situasi dia itu, akhirnya ketika laki-laki (begal) berbelok langsung ditikam," terang Otto.
Otto lantas mempertanyakan, hal tersebut sebenarnya masuk dalam pembelaan terpaksa.
"Nah pertanyaannya ini masuk dalam pembelaan terpaksa enggak? Pasti masuk dalam keadaan terpaksa," ungkap Otto.
Pasalnya, menurut Otto, pembunuhan berencana itu jelas ada niat sebelumnya dari pelaku untuk membunuh korban.
"Nah tapi kan ini faktanya tidak kenal, seandainya kenal tidak ada peristiwa yang membuktikan bahwa mereka itu berkomunikasi."
"Atau upaya yang dilakukannya agar si laki-laki begal ini datang ke sana," paparnya.
Otto lantas menyebutkan beberapa kejanggalan penanganan dalam kasus pidana yang mengakibatkan ZA terancam hukuman seumur hidup ini.
"Jadi bagaimana bisa ada perencanaan yang dilakukan itu pertama."
"Kedua pisau juga harus dipersiapkan untuk apa, ternyata untuk perangkat dia ke sekolah."
"Ketiga harus diingat pembelaam terpaksa itu ada di pasal 49 tapi jangan hanya itu ayat 2 nya harus dilihat seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melebihi batas, yang melebihi batas pun itu tidak bisa dihukum," kata Otto.
Otto menuturkan, apa yang dilakukan ZA merupakan bentuk dari guncangan jiwanya karena memperoleh ancaman dari si begal.
Ancaman tersebut berupa ancaman kesusilaan terhadap pacar ZA.
"Ancaman itu tidak harus fisik, tidak harus tikaman, 'pacarmu saya pakai tiga menit, itu udah ancaman kesusilaan."
"Yang oleh pasal 49 ayat 2 dikatakan itu tidak dapat dipidana," jelas Otto.
Otto pun menegaskan, bahwa tuntutan jaksa terhadap ZA berlebihan.
"Jadi menurut saya dakwaan jaksa ini sangat-sangat berlebihan," tegasnya.
Sebelumnya, kasus ZA terjadi pada 8 September 2019, di area tebu Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.
Saat sedang bersama sang pacar, ZA didatangi oleh Misnan dan dua orang temannya.
Misnan bermaksud hendak membegal ZA dan melontarkan ucapan akan menggilir pacar ZA berinisial V.
Atas kejadian itu, ZA lantas membela diri dan menusukkan pisau ke dada Misnan.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)