Jari Tangan Korban Bully Siswa SMP di Malang Harus Diamputasi & Trauma Tak Mau Bertemu Banyak Orang
Siswa SMP di Malang, MS (13) yang menjadi korban perundungan atau bullying oleh tujuh temannya, menjalani operasi amputasi jari tengah tangan kanannya
Penulis: Nuryanti
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Seorang siswa SMP di Malang, MS (13) menjadi korban perundungan atau bullying oleh tujuh temannya.
Akibat kejadian itu, MS harus menjalani operasi amputasi jari tengah tangan kanannya di Rumah Sakit Lavalette, Kota Malang, Selasa (4/2/2020).
Setelah menjalani operasi amputasi, keadaan MS sudah menjadi lebih baik.
Paman MS, Taufik mengatakan, dokter akan memantau keadaan MS selama enam bulan ke depan.
“Dia baru keluar dari ruang operasi sekitar pukul 21.30 WIB. Saat ini keadaan fisik pascaoperasi sudah lebih baik.”
“Sekarang dia menjalani masa pemulihan pasca operasi. Keadaannya akan dipantau dokter selama 6 bulan,” ujar Taufik, dikutip dari Suryamalang.com, Rabu (5/2/2020).
Taufik mengatakan, dokter hanya mengamputasi sebagian jari tengah pada tangan kanan MS.
“Hanya separuh bagian yang diamputasi, yaitu bagian kuku sampai lipatan jari bagian bawah,” ungkap dia.
MS harus menjalani operasi amputasi jari tengah karena jaringannya sudah mati.
“Kalau tidak segera dilaksanakan, dikhawatirkan jaringan yang mati tersebut akan semakin menjalar,” jelas Taufik.
Keluarga korban saat ini tengah fokus melakukan pendampingan dan pemulihan psikis dari MS.
“Kami berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberi bantuan psikolog dan pendampingan untuk trauma healing MS,” imbuh Taufik.
MS Alami Trauma Psikis
Taufik mengatakan, saat ini MS mengalami trauma saat dikunjungi.
Menurutnya, saat ini korban tak mau dikunjungi oleh banyak orang dulu.
“Apalagi ketika dikunjungi orang banyak atau orang yang tidak dikenal.”
“Karena trauma ini, sebenarnya dia tidak mau dikunjungi siapapun,” ujarnya, dikutip dari Suryamalang.com, Rabu (5/2/2020).
Taufik menyebut, MS termasuk anak yang pendiam dan aktif mengikuti kegiatan organisasi di sekolahnya.
“Dia baik sekali dan pendiam. Dia juga aktif di berbagai organisasi sekolah, seperti pramuka, paskibraka, badan dakwah Islam, dan juga ketua kelas,” ungkap dia.
Taufik mewakili keluarga MS berterima kasih atas semua dukungan yang diberikan.
“Kami tidak menyangka kasus ini akan menjadi kasus nasional. Kami hanya bisa mengucapkan banyak rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung kami,” katanya.
Sehingga, ia berharap kasus yang menimpa MS ini tak lagi terjadi pada orang lain.
“Jadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga untuk semua pihak, dan jangan sampai terulang kembali.”
“Cukup dia saja yang mengalami perundungan,” jelas Taufik.
7 Siswa Terancam Pidana
Para terduga pelaku penindasan tersebut kini terancam hukuman pidana.
Kapolresta Malang Kota, Kombes Leonardus Simarmata mengatakan, pihaknya sudah memeriksa tiga saksi dari kasus penindasan ini.
Kemudian, pihak kepolisian juga memeriksa tujuh siswa yang diduga melakukan bully tersebut.
“Hari ini kita lakukan pemeriksaan khusus terhadap murid-murid yang diduga melakukan penganiayaan,” kata Leonardus di Mapolsek Lowokwaru, Kota Malang, Senin (3/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Mengenia usia dari 7 siswa tersebut masih di bawah umur, polisi memeriksa secara khusus.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sementara itu, Wali Kota Malang, Sutiaji berharap korban dan pelaku diberi pendampingan secara psikologis.
“Saya minta ada pendampingan secara psikologis, baik bagi korban maupun bagi pelaku,” kata Sutiaji.
Sutiaji juga meminta ada pendampingan hukum bagi siswa yang diduga melakukan bully tersebut.
“Dilakukan pendampingan dari sisi hukum. Apapun, ini masih anak-anak usia sekolah,” imbuhnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Andi Hartik) (Suryamalang.com/Kukuh Kurniawan)