Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Deretan Faktor Penyebab Susahnya Penyelamatan Buaya Berkalung Ban di Sungai Palu

Meski dilakukan pemberhentian sementara, tetapi pihaknya tetap melakukan pemantauan terhadap pergerakan buaya berkalung ban tersebut

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Deretan Faktor Penyebab Susahnya Penyelamatan Buaya Berkalung Ban di Sungai Palu
AFP PHOTO/ARFA
Seekor buaya muara (Crocodylus porosus) dengan ban yang menjerat lehernya terlihat di sungai Kota Palu, Selasa (20/9/2016). Pihak konservasi setempat terus berupaya melakukan penyelamatan buaya berukuran sekitar 4 meter dengan ban yang melilit lehernya sejak tahun 2016 tersebut. 

Laporan Wartawan Tribun Palu Muhakir Thamrin

TRIBUNNEWS.COM, PALU -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Konflik Buaya  BKSDA Sulawesi Tengah mengakui tidak mundah menangkap buaya berkalung ban di sungai Palu.

Nah, ini deretan penyebab sulitnya menangkap buaya berkalung ban :

1. Keberadaan masyarakat di bibir sungai

menyebut, masyarakat yang berdiri sampai bibir sungai jadi kendala utama proses penyelamatan buaya berkalung ban di Sungai Palu.

Kepala Satgas Penanganan Konflik Buaya BKSDA Sulteng Haruna mengatakan, terlalu banyaknya masyarakat yang menonton di kiri dan kanan sungai menjadi hambatan yang tidak bisa dihindari.

Pihaknya juga tidak bisa melarang atau meminta masyarakat untuk tidak terlalu dekat ke bibir sungai.

Berita Rekomendasi

2. Durasi buaya muncul makin jarang

Masih terkait kehadiran masyarakat itu membuat durasi kemunculan buaya berkalung ban di atas permukaan air jauh lebih sedikit.

"Baru buayanya muncul sedikit saja, sudah luar biasa teriakan, sehingga buaya ini langsung menghilang lagi," jelas Haruna, saat dihubungi Minggu (9/2/2020) sore.

Sehingga, kata Haruna, dengan durasi kemunculan buaya berkalung ban yang singkat itu, petugas yang menggunakan tombak harpun tidak sempat untuk melakukan penombakan.

3. Sungai berada di tengah pemukiman warga

"Ini sebenarnya menjadi kendala utama kita karena Sungai Palu berada di tengah-tengah permukiman masyarakat," tambah Haruna.

Hal itu didukung oleh keberadaan Sungai Palu yang memotong wilayah Kota Palu.

"Sehingga kami dari tim, itu justru menjadi kendala dan hambatan tersendiri dalam penyelamatan buaya berkalung ban," ujarnya.

4. Faktor cuaca dan angin

Selain itu, ada juga faktor cuaca angin dan arus air kencang yang menghambat kerja petugas.

Belum lagi ditambah dengan adanya ombak yang cukup besar di sekitar muara Sungai Palu tempat bersembunyi buaya berkalung ban.

Haruna menjelaskan, pemberhentian upaya pencarian dan penyelamatan itu dilakukan hingga cuaca normal serta buaya yang menjadi target bisa muncul seperti sebelumnya.

Matt Wright saat memasang perangkap untuk buaya berkalung ban di Sungai Palu, Sulawesi Barat
Matt Wright saat memasang perangkap untuk buaya berkalung ban di Sungai Palu, Sulawesi Barat (Istimewa)

"Hari ini, buaya berkalung ban hanya menampakkan kepalanya dan sesekali kembali ke dalam air, sementara yang menampakkan diri untuk berjemur hanya buaya lainnya yang tidak menjadi target." ungkap Haruna.

Kendala tersebut dan sejumlah kendala lainnya, membuat BKSDA Sulteng menghentikan sementara upaya penyelamatan buaya berkalung ban di Sungai Palu mulai Sabtu (8/2/2020) sore.

Hentikan sementara pencarian

Kata Haruna, dihentikan sementara proses penyelamatan buaya berkalung ban itu dikarenakan masa akhir pekan.

Meski dilakukan pemberhentian sementara, tetapi pihaknya tetap melakukan pemantauan terhadap pergerakan buaya berkalung ban tersebut.

"Kami akan terus melakukan pemantauan baik di siang ataupun di malam hari, serta melakukan survey jumlah buaya yang berada di sungai Palu ini," terangnya.

Untuk strategi penyelamatan buaya berkalung ban itu, pihaknya yakin tetap bisa menangkap buaya berkalung ban itu dengan menggunakan tombak harpun dan jaring.

Libatkan pemerhati buaya

Sosok Matt Wright bersama buaya tangkapannya
Sosok Matt Wright bersama buaya tangkapannya (mattwright.com.au)

Ahli sekaligus pemerhati buaya asal Negara Australia Matthew Nicolas Wright dan Chris Wilson, akhirnya bergabung dengan tim penyelamatan buaya berkalung ban di Sungai Palu.

Keduanya bergabung atas surat keputusan Direktur KKH Kementerian LHK kepada Kepala Balai KSDA Sulawesi Tengah Nomor : 8.110/KKH/AJ/KSA2/02/2020 tanggal 10 Februari 2020.

Izin yang diperoleh kedua ahli buaya dari Australia itu diperoleh setelah keduanya melakukan observasi di habitat buaya berkalung ban di Sungai Palu pada Minggu (9/2/2020) lalu.

Setelah melakukan observasi, salah seorang dari mereka yakni Matthew Nicolas Wright berangkat ke Direktorat KKH dan berhasil mengantongi izin.

Selasa (11/2/2020) pagi, ahli buaya itu kembali ke Kota Palu dan langsung melakukan pemantauan buaya berkalung ban di Jembatan Palu II di Jalan I Gusti Ngurah Rai Kota Palu.

Pantauan TribunPalu.com di akun media sosial Matthew Nicolas Wright, Selasa pagi mereka bersama tim BKSDA Sulteng sudah melihat keberadaan berkalung ban itu.

Kepala Satgas Penanganan Satwa Buaya Berkalung Ban Haruna membenarkan kedua warga negara asing itu telah bergabung dengan timnya di bawah komando Kepala BKSDA Sulawesi Tengah Hasmuni Hasmar.

"Kedatangan keduanya untuk membantu proses penyelamatan buaya berkalung ban di Sungai Palu," jelas Haruna. (TribunPalu.com/Muhakir Tamrin/Haqir Muhakir)

 

 

Artikel ini telah tayang di Tribunpalu.com dengan judul Warga yang Berdiri hingga Bibir Sungai Palu Jadi Kendala Utama Penyelamatan Buaya Berkalung Ban

Sumber: Tribun Palu
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas