Jalani Karantina di Rumah Hantu, 3 Warga Sragen Mengaku Didatangi Bayangan Aneh, Nangis Minta Pulang
Tiga orang pemudik asal Sragen yang sedang menjalani karantina di sebuah rumah kosong yang dianggap berhantu mengaku menyerah.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tiga orang pemudik asal Sragen yang sedang menjalani karantina di sebuah rumah kosong yang dianggap berhantu mengaku menyerah.
Pasalnya, ia mereka mengaku didatangi sosok-sosok hantu saat menjalani karantina di rumah kosong yang terletak di Desa Spat, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen itu.
Diketahui, rumah hantu tersebut telah disiapkan oleh pemerintah desa dan tim Satgas Covid-19 Desa Sepat bagi pemudik yang tidak tertib menjalani karantina mandiri di rumah.
Mengutip Kompas.com, Kepala Desa Sepat, Mulyono mengatakan, ketiga pemudik tersebut merupakan warga Sepat.
Mereka baru saja datang dari Jakarta, Lampung dan Kalimantan.
Lantaran dianggap tak tertib menjalani karantina mandiri di rumah mereka masing-masing, ketiganya kemudian dijemput tim Satgas Covid-19 Desa Sepat untuk menjalani karantina di rumah hantu.
Belum genap seminggu mereka menjalani karantina di rumah hantu, ketiga pemudik itu merengek minta dipulangkan ke rumah mereka.
Mulyono mengatakan, setiap malam ketiganya menangis ketakutan lantaran mengaku didatangi hantu di rumah tersebut.
"Dua hari mereka nangis-nangis terus, tiap malam katanya didatangi dan dibayang-bayangi hantu di rumah hantu," kata Mulyono.
Baca: Bandel Tak Jalani Karantina Mandiri, 3 Pemudik Asal Sragen Dijemput untuk Karantina di Rumah Angker
Baca: Hukuman Unik untuk Pelanggar Karantina di Sragen dan India: Diinapkan di Rumah Hantu, Masuk Ambulans
Lantaran kejadian tersebut, orangtua para pemudik tersebut kemudian menemui Mulyono.
Tak hanya sekali, mereka telah tiga kali mendatangi Mulyono untuk meminta agar anak mereka bisa menjalani karantina mandiri di rumah.
Namun, Mulyono tak lantas mengabulkan permohonan tersebut begitu saja.
Setelah adanya pertimbangan dan komitmen dari para orangtua untuk mengawasi anak-anaknya karantina di rumah, ketiganya lantas dilepas untuk menjalani karantina di rumah masing-masing.
"Orangtuanya setuju untuk membantu dan mengawasi anaknya karantina mandiri di rumah akhirnya kita lepaskan dari rumah hantu," ujar Mulyono.
Mulyono berharap dengan adanya kejadian itu, tak ada lagi pemudik yang bandel saat menjalani karantina mandiri di rumah mereka masing-masing.
Diketahui, bekas rumah dinas sinder atau mandor tebu disulap menjadi lokasi karantina bagi Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang bandel.
Baca: Cerita 3 Orang yang Dikarantina di Rumah Hantu Sragen: Tak Tahan Sering Diganggu Makhluk Halus
Baca: Menyelisik Bangunan Tua Menyeramkan yang Akan Jadi Tempat Karantina ODP Bandel di Sragen
Dikutip Tribunnews.com dari Tribun Solo, rumah tersebut berada di kompleks bekas Pabrik Gula Sido Wurung atau lebih dikenal dengan Kedoeng Banteng, Desa Gondan Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen.
Kompleks pabrik gula tersebut diperkirakan sudah berdiri kurang lebih sejak tahun 1831.
Hingga akhirnya, Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati menjadikannya benda cagar budaya.
Kepala Desa Gondang, Warsito mengatakan penggunaan omah londo sebagai lokasi karantina berawal dari ide Camat Gondang, Catur Sarjanto.
Warsito menyebut, ODP yang tidak patuh akan dikarantina di rumah tersebut, sesuai dengan arahan Catur Sarjanto.
"Kemarin Pak Camat bilang nanti kalau ada ODP yang bandel, suruh isolasi tidak mau nanti akan ditempatkan di situ," kata Warsito.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri/TribunSolo.com/Adi Surya Samodra) (Kompas.com/Labib Zamani)