Tak Mampu Bayar Kosan, Satu Keluarga Ini Terpaksa Tinggal di Atas Becak
Di atas becak tampak penuh dengan isi barang, mulai dari tumpukan baju di dalam tas, perkakas kecil hingga bantal.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Satu keluarga ini terkena imbas pandemi corona.
Mereka kini menjadi nomaden atau manusia berpindah-pindah demi bisa bertahan diri.
Hal itu dialami keluarga Dul Rohmat (30), perantau asal Kabupaten Grobogan di Kota Solo, Jawa Tengah.
Bersama keluarga kecilnya, sang istri Isma (31), sulungnya Lis (12) dan anak balitanya, Dafa (13 bulan) terpaksa tinggal di atas sebuah becak.
Di atas becak tampak penuh dengan isi barang, mulai dari tumpukan baju di dalam tas, perkakas kecil hingga bantal.
-
Baca: Kisah Preman Bertato Menangis Saat Dihukum Sit Up Polisi, Orang Tua Korbannya Tak Tega dan Memaafkan
Dul Rohmat sapaan akrabnya, mengisahkan perjalanan kehidupan yang teramat keras akhir-akhir ini selama 4 tahun menjadi perantau.
Karena pandemi Corona telah membuatnya harus 'angkat kaki' dari indekosnya karena sungkan tidak bisa membayarnya.
"Ini keluarga saya, ya beginilah keadaannya," kata dia ditemui TribunSolo.com, saat tengah berada di kawasan Jalan Adi Sucipto, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Rabu (6/5/2020).
Dul Rohmat adalah satu dari sekian orang miskin baru yang muncul semenjak pandemi Corona.
Ia yang mulanya berprofesi jadi kuli bangunan yang cukup menjanjikan karena bisa menghidupi istri dan dua buah hatinya meskipun masih ngontrak di indekos di kawasan Jagalan, Kecamatan Jebres.
Saat Corona datang hingga dua bulan ini, nasib tak jelas dengan kehidupan tak menentu, bahkan mau makan juga sulit.
"Dulu saya kuli bangunan di Solo Baru," ungkapnya.
"Semenjak ada musibah ini saya kena PHK dan tidak punya penghasilan lagi," jelas dia membeberkan.
Lebih lanjut dia mengaku, hampir 2 bulan setelah tak berpenghasilan, ia tak mampu lagi membayar sewa bulanan kos.
Roda nasib berubah begitu cepat, ia dan keluarganya itu harus tetap hidup di tengah situasi sulit.
Ia memutar akal, karena tak lagi bisa bayar sewa kos, ia menggelandang dan menyusuri jalan besar di Kota Solo.
Dari Kecamatan Jebres ia dan keluarga kecilnya itu berjalan kaki mencari tempat tinggal, dan termasuk mencari makan.
"Saat saya dipecat itu saya dan keluarga jalan kaki," paparnya.
"Ke mana mana jalan kaki," katanya menegaskan.
Ia bergantung hidup dari para dermawan yang berbagi sembako maupun takjil, dari situlah keluarga kecilnya dapat makan.
Berjalan berpuluh kilometer rupanya membuatnya kewalahan, pembagian sembako yang berganti tempat tak mungkin ia datangi secara tangkas dan cepat hanya dengan jalan kaki.
"Ada orang yang nyaranin kita untuk sewa becak," aku dia.
"Jadi kemana mana bisa cepet kalau ada pembagian sembako dan makanan," katanya.
Berbekal informasi seadanya, ia menyewa becak di Daerah Pulomanan Solo, harga sewanya Rp 5000 per hari.
Harga sewa ia tebus dengan sembako yang ia dapat sehari-hari.
Dengan kendaraan roda tiga itu, ia tak lagi jalan kaki.
Sejak saat itu, ia dan keluarganya punya rumah tinggal sederhana bernama "Rumah Becak"
"Sudah hampir sebulan ini nyewa becak, kami tinggal di sini untuk tidur dan makan," katanya.
"Untuk bayar kita jual sembako yang kita dapat," kata dia.
Bahkan saat malam hari, singgasana kursi becak yang cukup empuk direlakannya demi si kecil danistrinya bisa terlelap tidur.
Terlebih terkadang tidak mendapat apa-apa, sehingga Dul Rohmat harus menahan perut kosongnya.
Sementara dia dan anaknya sulungnya tidur di emperan toko atau bangunan seadanya yang penting tidak kehujanan.
"Tidur di mana saja yang penting bisa," akunya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.