Polisi Mendalami Motif Bocah Aniaya Teman Sebaya yang Viral Direkam Orangtua
Polisi mendalami motif pemukulan anak. Beredar video seorang bocah menganiaya teman sebayanya. Diduga video direkam oleh ayah pelaku.
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM - Polres Semarang tengah mendalami motif dugaan penganiayaan anak yang terjadi di Desa Petet, Tuntang, Semarang, Jawa Tengah.
Dalam video yang viral di media sosial terlihat adegan penganiayaan dari seorang bocah terhadap teman sebayanya.
Dalam video tersebut, seorang bocah laki-laki yang mengenakan kaos bergaris serta bercelana merah itu tampak berulangkali memukuli bocah lain.
Ia juga terlihat mengangkat temannya tersebut seperti berusaha membantingnya hingga kemudian menendangnya.
Bocah yang dianiaya terlihat berukuran badan lebih kecil, itu tampak diam saja, tak melawan.
Dalam video terlihat bocah itu mengenakan setelan berwarna hijau-hitam.
Sementara itu, dalam rekaman video itu, terdengar suara laki-laki dewasa yang diduga sebagai perekam video.
Laki-laki tersebut terdengar mengatakan 'jangan menangis' dalam bahasa Jawa.
Baca: Beredar Video Bocah Aniaya Teman Sebaya, Begini Penanganan untuk Pelaku dan Korban Menurut Psikolog
Baca: Polisi Minta Pelaku Penganiayaan Petugas Dinas Perhubungan Gowa Menyerahkan Diri
Menurut informasi yang beredar luas di media sosial, disebut-sebut bahwa perekam video itu tak lain merupakan ayah dari bocah yang memukuli temannya.
Warganet pun mengecam tindakan terduga ayah pelaku yang justru membiarkan tindak kekerasan itu terjadi.
Disebutkan pula dalam berbagai unggahan di media sosial bahwa kejadian tersebut berlokasi di Desa Petet, Tuntang, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (12/5/2020).
Kasatreskrim Polres Semarang, AKP Rifeld Constantine Baba, saat dikonfirmasi TribunJateng.com menyebut benar kabar video viral tersebut.
Saat ini kasus yang terjadi dalam video tersebut sudah ditangani Polres Semarang.
"Benar, ini sudah ditangani Polres," jelasnya, Rabu (13/5/2020).
Disinggung terkait motif dalam pembuatan video itu, menurut Kasatreskrim saat ini sedang didalami.
Selanjutnya informasi lebih lengkap akan disampaikan oleh Kapolres Semarang.
"Kami juga melibatkan personel Polsek Tuntang dan DP3A Kabupaten Semarang," jelasnya.
Psikolog: Kekerasan yang Dibiarkan Orangtua
Psikolog Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi. menanggapi video yang beredar di media sosial tersebut.
Menurut Adib, kejadian dalam video tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih menganggap kekerasan sebagai hal yang wajar.
Terlebih, menurut informasi yang beredar, video itu direkam oleh ayah bocah yang memukuli temannya.
Adib pun menyayangkan tindakan terduga ayah pelaku itu yang justru tidak menjalankan perannya dalam mengajarkan anak untuk tidak melakukan kesalahan.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita, memang masih banyak terjadi kekerasan, jadi kekerasan itu seolah-olah kok menjadi sesuatu yang bukan suatu kesalahan," kata Adib saat dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Rabu (13/5/2020) pagi.
"Apalagi dia bukannya mengajarkan anak supaya tidak melakukan kesalahan, ini malah membiarkan seorang anak melakukan kekerasan terhadap anak lain."
"Tentunya ini tindakan yang tidak terpuji dari seorang ayah," tambahnyaa.
Psikolog dari www.praktekpsikolog.com itu pun menilai, tindakan terduga ayah pelaku itu sudah termasuk tindakan kriminal.
Menurutnya, dengan membiarkan terjadinya kekerasan tersebut artinya sang ayah juga melakukan kekerasan.
Baca: Bikin Bangga! Deretan Karya Anak Bangsa yang Bermanfaat Bagi Dunia
"Tentunya ini sudah termasuk tindakan kriminal ini, artinya dia sudah melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk ayahnya si anak itu termasuk melakukan kekerasan karena dia udah memvideo dan membiarkannya," kata Adib.
"Seharusnya (ayah) kan menasihati, ini udah perilaku bullying, perilaku kekerasan."
"Seharusnya memang ada tindakan hukum," sambungnya.
Mengapa seorang ayah justru merekam tindak kekerasan yang dilakukan anaknya, menurut Adib, hal ini berkaitan dengan faktor pendidikan.
Menurut Adib, perkembangan pendidikan lebih lambat dari perkembangan teknologi.
"Artinya, jumlah masyarakat yang berpendidikan misalnya mungkin 20 persen tapi mungkin masyarakat kita yang menguasai teknologi itu bisa 50 persen."
"Artinya ada 30 persen yang mereka menguasai teknologi, dalam arti dia pegang gadget tapi tidak berpendidikan," kata Adib.
Oleh karena itu, Adib menyampaikan, memberi sosialisasi kepada masyarakat supaya tidak melakukan kekerasan terutama terhadap anak sudah menjadi tugas bersama.
"Tentunya ini tugas bersama untuk memberikan sosialisasi ke masyarakat supaya benar-benar jangan melakukan kekerasan terhadap orang lain," kata Adib.
"Terutama terhadap anak-anak," sambungnya. (TribunJateng.com/Tribunnews.com/Widyadewi Metta)