Koh Steven Jual 2 Rumah, 7 Mobil, dan 3 Moge: Momennya Lagi Bagus
Selain memproduksi hazmat, ia pun memasang surgical gown untuk 43 ribu pakaian alat pelindung diri (APD) yang belum berstandar WHO.
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG- Steven Indra Wibowo, seorang mualaf yang menjual semua hartanya untuk membantu para medis berharap gerakannya diikuti oleh orang kaya lainnya yang ada di Indonesia.
Pria yang akrab disapa Koh Steven ini merupakan pendiri sekaligus Ketua Mualaf Centre Indonesia. Selama membantu para medis dan warga terdampak korona, ia mengaku sudah menjual dua rumah, tujuh mobil, dan tiga motor gede.
Proses penjualan harta benda yang dimilikinya tersebut sudah berlangsung sejak dua bulan ke belakang. Saat itu ia bersama timnya yang berjumlah 11 orang itu merencanakan niat mulia ini ketika berkumpul di Yogyakarta.
Baca: Langkah Persib Berikan Donasi Dapat Apresiasi Walikota Bandung hingga Gubernur Jawa Barat
Bagi dia, harta yang dimilikinya hanyalah titipan Allah SWT. Yang namanya titipan, kata dia, pasti harus dikembalikan. Koh Steven berusaha meniru apa yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Menurut dia, Rasul pernah memperingatkan orang-orang bahwa ada dua hal yang tidak disukai manusia. Pertama, kematian, padahal ini lebih baik daripada fitnah. Kedua, adalah kefakiran atau kemiskinan. Padahal dengan sedikitnya harta, maka sedikit pula yang dihisab pada hari akhir nanti.
Baca: Dr Boedhi Harsono Meninggal Dunia karena Covid-19, Istrinya Masih dalam Perawatan Intensif
"Saya memilih mengembalikan (harta) ini dengan cara yang baik. Momennya sekarang lagi bagus, karena cepat atau lambat (harta) itu akan kembali. Apalagi kelak Allah akan minta pertanggungjawaban," ujar Steven saat ditemui Tribun di Cisitu, Kota Bandung, Minggu (17/5) lalu.
Total uang yang terkumpul dari penjualan hartanya itu mencapai Rp12 miliar. Semua uang itu dipakai untuk memproduksi 48 ribu pakaian hazmat yang dibagikan secara gratis ke 4.781 fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.
150 ribu masker, 12 ribu di antaranya merupakan masker N95 yang berlapis tujuh dan sisanya masker medis biasa yang tiga lapis.
Baca: Ganjar Pranowo Memprediksi Hingga Lebaran Ada 1 Juta Warganya Mudik ke Jawa Tengah
"Kami juga sumbang hazmat ke tempat-tempat pemakaman umum, khususnya untuk para petugas yang turut memakamkan korban korona yang meninggal. Kami hanya memfasilitasi bantuan untuk fasilitas kesehatan, dokter, dan perawat yang resmi," ujarnya.
Menurut Koh Steven, ia paham betul dalam membuat hazmat saat ia bekerja di salah satu perusahaan di Singapura. Saat itu, perusahaannya mendapatkan order untuk membuat pakaian hazmat dari WHO. Akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk membuat pakaian hazmat pada Januari 2020.
Ia pun mengira pakaian hazmat tersebut untuk menangani virus seperti MERS. Tapi setelah bertemu dengan pihak WHO barulah dijelaskan jika pakaian tersebut untuk pakaian alat pelindung diri dari virus korona.
Baca: Enam Orang di Liga Inggris Dinyatakan Positif Covid-19
Untuk bahan hazmat, Koh Steven mengimpor dari Jepang, sedangkan mesinnya ia impor dari Tiongkok. Koh Steven kemudian belajar dari teman-teman di WHO tentang caranya sanitizing, sterilisasi, dan bagaimana memasukkannya ke dalam bahan. Terus ia belajar tentang berbagai jenis UV.
Kini, ada 70 lebih penjahit yang membantu memproduksi ribuan hazmat. Mesin-mesin jahit yang diimpor itu ditaruh di rumah si penjahit agar mudah dikerjakan. Koh Steven menanggung biaya listrik rumah, termasuk juga membayar puluhan penjahit tersebut. Para penjahit ini bekerja lebih dari 12 jam dan ongkos lemburnya tidak dibayar.
Selain memproduksi hazmat, ia pun memasang surgical gown untuk 43 ribu pakaian alat pelindung diri (APD) yang belum berstandar WHO.