Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penerapan Otonomi Khusus Kurang Tepat Sasaran Akibatkan Masyarakat Papua Tidak Kunjung Sejahtera

Pemerintah harus membangun kepercayaan diri dan kesiapan bersaing bagi masyarakat Papua dam lakukan pemerataan dana otsus

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Penerapan Otonomi Khusus Kurang Tepat Sasaran Akibatkan Masyarakat Papua Tidak Kunjung Sejahtera
Istimewa
Narasumber dialog bertema ”Menakar Masa Depan Papua" dengan narasumber, Reno Mayor (Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Papua UI 2019), Boy Markus Dawir (Tokoh Pemuda Papua), Prof. Dr. Imron Cotan (Duta Besar RI), Michael Manufandu (Senior Pamong Papua) dan Dr. Wawan Hari Purwanto (Deputi Kominfo BIN) dan peserta webinar 100 orang 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Reno Mayor, Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Papua UI 2019 mengapresiasi kebijakan otonomi khusus (Otsus) untuk Papua.

Namun,  jika saat ini masyarakat Papua tidak sejahtera padahal kekayaan alamnya luar biasa, itu disebabkan penerapan otsus masih kurang tepat sasaran dan merata.

"Yang terjadi ada sebagian masyarakat dimanja dengan Dana Otsus sebagian lagi tidak atau belum tersentuh, sementara mentalitas berjuang, kesadaran untuk bersaing dan kualitas SDM belum merata," kata Reno Mayor saat Zoom Meeting bertema ”Menakar Masa Depan Papua di Jakarta belum lama ini.

Selain Reno, hadir sebagai narasumber, Boy Markus Dawir (Tokoh Pemuda Papua), Prof. Dr. Imron Cotan (Duta Besar RI untuk Australia), Michael Manufandu (Senior Pamong Papua) dan Dr. Wawan Hari Purwanto (Deputi Kominfo BIN).

Menurut Reno, pemerintah harus ajarkan kepercayaan diri dan kesiapan bersaing bagi masyarakat Papua.

"Karena hal tersebut tidak diajarkan di bangku sekolah, maka sebaiknya ajarkan melalui sekolah di Papua, berikan akses pendidikan yang sesuai bagi situasi wilayah kami. Lalu, lakukan pemerataan dan tepatkan sasaran dalam penyerapan Dana Otsus," katanya.

Baca: Pemerintah Percepat Penyaluran Bansos di Maluku, Papua dan Papua Barat

Akademisi Universitas Indonesia, Dr. Chusnul Mariyah mengatakan, eksploitasi SDA misalnya, Indonesia punya UU dimana dalam pengelolaannya, 10% milik daerah.

Berita Rekomendasi

"Sayangnya, selalu diperjualbelikan. Tolong kunci pasal tersebut agar 10% tidak diperjualbelikan, dan tunainya didapatkan dari dividen," katanya.

Dalam memperkuat daerah Papua, kata dia pendekatan legal memang mudah namun tidak kontekstual.
Saat ini Papua dibelenggu 3 oligarki: politik, ekonomi, sosial. Jangan jadikan Papua sebagai ladang project oriented oleh oknum politik.

"Truth and reconciliation harus dilakukan, dan ikhtiar melalui interfaith dialogue. Perbedaan pendang tentu boleh, namun jika ada self determination yang merusak kedaulatan tentu juga ada aturan hukumnya," katanya.

Semenatara, Boy Markus Dawir, Tokoh Pemuda Papua mengatakan saat ini cara pandang para pemuda Papua saat ini terbagi menjadi 2, yakni teman-teman yang mendukung NKRI dan yang bersebarangan dengan NKRI.

"Rata-rata, teman-teman berseberangan ini merasakan tidak hadirnya negara dalam masyarakat Papua, terutama minimnya kesempatan pemuda Papua menjadi ASN, TNI, atau POLRI dan bagian lainnya sehingga bergabung dengan kelompok separatis," katanya.

Untuk mengatasi ini, kata dia tergantung keseriusan negara apakah mau menginventarisasi permasalahan besar hingga permasalahan kecil, seperti kasus HAM yang tidak kunjung selesai hingga kini.

Baca: Mendagri: 99 Persen Data WNI Sudah Terekam di Dukcapil Kecuali Beberapa Daerah di Pegunungan Papua

"Hal seperti ini bisa menjadi bom waktu. Lakukan cara yang baik, bermartabat, toh kami sudah sampaikan rekomendasi kepada negara dan semoga ditindaklanjuti sesuai aturan hukum," katanya.
Prof. Dr. Imron Cotan, Duta Besar RI untuk Australia mengatakan, di era padat teknologi dan media kini, semua berusaha memonopoli kebenaran.

Dari perspektif hukum dan sejarah, harus kita akui bahwa ada kesalahpahaman isu Papua di Indonesia.

Pertama, Papua dianggap sebagai entitas politik tersendiri, bahwa Indonesia mengintegrasi Papua.
Mengenai tuduhan rasisme, diskriminasi, seperti yang disuarakan kelompok separatisme, hal tersebut adalah salah tuduh.

"Tidak sepenuhnya terjadi. Ya, memang ada beberapa oknum, namun mayoritas merasakan good under NKRI," katanya.

Ia menyebut asumsi-asumsi separatisme itu hanyalah dibangun oleh ilusi dan sejak adanya UU 21/2001 Otsus (Otonomi Khusus) Papua, seluruh jabatan publik di provinsi Papua telah diduduki oleh OAP (Orang Asli Papua).

"Mari kita duduk bersama membicarakan permasalahan Papua tanpa membahas status politik Papua," katanya.

Baca: Polisi Keberatan 7 Warga Papua Yang Jalani Persidangan di PN Balikpapan Disebut Tahanan Politik

Michael Manufandu, (Senior Pamong Papua mengatakan, sejak tahun 2012-2013, SBY yang saat itu menjabat Presiden telah siapkan 1000 anak untuk belajar di universitas agar lebih konstuktif, to be the leader of tomorrow.

"Otsus telah membangun wilayah-wilayah yang terisolasi karena keadaan geografis, sehingga terjadi interaksi penduduk, atau pembauran serta menghadirkan pemerintah di sana," katanya.

Pemerintah juga telah melimpahkan wewenang, menyerahkan anggaran untuk memampukan rakyat, sehingga Pemda memiliki kewenangan untuk mengatur rakyatnya. Infrastruktur sekarang juga sudah jauh lebih baik sejak pembangunan oleh Bapak Jokowi.

Dr. Wawan Hari Purwanto, Deputi Kominfo BIN mengatakan saat ini, kita sedang melakukan percepatan-percepatan segala bidang, sekolah, fasilitas, energi, air bersih, kebutuhan pabrik, perbatasan Papua, yang secara prinsip mempercepat penyetaraan Papua dengan provinsi lainnya.

"Terlebih saat ini jelang PON Papua, kita juga bangun fasilitas olahraga dengan standar dunia. Kita kerjakan secara holistik demi mewujukan keadilan sosial," katanya.

"Kita lihat kreatifitas di Papua, telah diberdayakan sebagai kawasan ekonomi khusus yang terkenal di dunia, kita dorong agar tumbuh cepat, termasuk penguatan distrik-distrik. Pendekatan ekologis, SDM digenjot habis, sebagaimana Reno Mayor penerima Bidik Misi sejak SMA," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas