Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Duduk Perkara Keluarga Ambil Paksa Jenazah Pasien Covid-19 di RSUD Mataram, Sebut Ada Kejanggalan

"Kok ini sekarang ada hasil rapid test dari rumah sakit Metro Medika, saya baca kop surat rumah sakit itu, dan hasilnya nonreaktif," katanya

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Duduk Perkara Keluarga Ambil Paksa Jenazah Pasien Covid-19 di RSUD Mataram, Sebut Ada Kejanggalan
Kompas.com/Fitri R
Ratusan massa dari Desa Mekar Sari, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, Senin malam (6/7/2020) mengambil paksa jenazah MS (50) warga Mekar Sari yang merupakan pasien positif covid-19, di RSUD Kota Mataram 

TRIBUNNEWS.COM, MATARAM - Kasus pengambilan paksa jenazah virus corona atau Covid-19 di Indonesia masih saja terjadi.

Peristiwa baru-baru ini terjadi di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (6/7/2020).

Baca: Sudah 3 Hari, Beijing Tanpa Kasus Baru Covid-19

Pihak keluarga mengambil paksa jenazah MS (50) lantaran masih tak terima jika pasien tersebut dinyatakan positif virus corona.

Keluarga mengambil paksa jenazah MS dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram pada Senin (6/7/2020) malam.

Jenazah itu dimakamkan tanpa protokol Covid-19 pada Selasa (7/7/2020).

Mahnun (30), salah seorang anak MS, mengungkap alasan keluarga tak mempercayai status positif Covid-19 yang diberikan kepada ibunya.

Mahnun menyebut, keluarga menilai ada yang janggal terkait penetapan status positif Covid-19 itu.

Berita Rekomendasi

Sebab, ibunya merupakan korban kecelakaan.

Hal itu bermula saat ibunya mengemas barang di salah satu pasar di Gunung Sari, Lombok Barat.

Sebuah truk lewat dan menyenggol keranjang yang sedang dikemas MS.

Ia pun tersungkur akibat hal itu.

Sekitar dua hari setelah kecelakaan itu, MS mengeluh sakit pinggang dan sulit bernapas.

Saat Pemakaman, Keluarga membawa MS ke Laboratorium Catur Warga dan menjalani rontgent.

Setelah itu, MS dibawa ke Rumah Sakit Metro Medika Rembiga, Kota Mataram.

Di sana, MS tak diizinkan menjalani rawat inap.

MS juga diminta menjalani rapid test dan tes swab terlebih dulu.

Tapi, Mahnun menolak.

"Saya menolak ibu saya di-rapid test dan swab, karena ibu saya tidak menunjukkan gejala Covid-19 sama sekali, karena dia memang kecelakaan dan sesak karena sakit di pinggangnya," kata Mahnun saat ditemui di rumahnya, Rabu (8/7/2020).

Pihak dokter awalnya menyebut MS terkena demam dan flu.

Tapi, Mahnun meminta tim medis mengecek ulang kondisi ibunya.

"Karena saya minta suhu tubuh ibu saya dites, dan suhu tubuhnya normal, 36 derajat celcius, itu menjadi pertanyaan buat saya, saya tetap menolak rapid test dan swab. Mereka meminta saya menandatangani surat penolakan menjalani rapid test dan swab," Kata Mahnun.

Setelah diberi obet penghilang nyeri, MS diizinkan pulang.

Tapi, tetiba tim medis berubah pikiran.

"Tiba-tiba mereka pihak klinik berubah pikiran, menerima ibu saya rawat inap di sana sejak Rabu hingga Kamis malam (2 Juli 2020) di RS Metro Medika, "tutur Mahnun.

Beberapa hari dirawat, tak ada perubahan berarti.

RS Metro Medika meminta MS dirujuk ke RSUD kota Mataram.

Keluarga pun menyetujui hal itu.

Kejanggalan Penetapan Status Positif Covid-19

Keluarga belum lega meski MS dirawat di RSUD Mataram.

Nasibnya seolah tak menentu.

Sebab, MS hanya mendapatkan perawatan ringan di zona hijau.

Pasien itu hanya mendapatkan infus dan obat tablet.

Tak berapa lama, MS dibawa ke ruang zona merah untuk mendapatkan perawatan serius seperti pemberian oksigen.

Setelah kondisinya mulai membaik, MS dibawa kembali ke ruangan di zona hijau.

Tapi, MS sempat kejang dan sesak napas.

Mahsun mengaku panik melihat kondisi ibunya.

Saat itu, ia sempat minta tolong kepada tenaga medis.

Belakangan diketahui penyebab ibunya kejang karena asupan oksigen yang kurang.

MS kembali menjalani perawatan selama dua malam di ruangan zona merah.

Saat itu, petugas RSUD Kota Mataram melakukan tes swab.

Tapi, Mahnun keberatan.

Ia bertanya apakah tim medis telah melakukan rapid test Covid-19.

Tim medis RSUD Kota Mataram menunjukkan hasil rapid test dari RS Metro Medika dengan hasil nonreaktif.

Ia pun curiga dengan surat keterangan itu.

Sebab, dirinya telah menandatangani surat pernyataan menolak rapid test.

"Kok ini sekarang ada hasil rapid test dari rumah sakit Metro Medika, saya baca kop surat rumah sakit itu, dan hasilnya nonreaktif, saya pertanyakan kenapa surat itu bisa keluar, itu dibuat sepihak," Kata Mahnun.

Tapi, karena mengikuti prosedur penanganan pasien dalam pengawasan (PDP), keluarga mengizinkan tim medis melakukan tes swab.

Hasil diperkirakan keluar dalam tiga atau empat hari.

Setelah itu, MS dipindahkan ke ruang isolasi pada Sabtu (4/7/2020).

Di ruang isolasi, MS hanya didampingi suaminya.

Mahnun sempat menanyakan kondisi ibunya pada Minggu (5/7/2020).

MS disebut baik-baik saja.

Tapi, Mahnun mendapatkan kabar ibunya meninggal pada Senin (6/7/2020) sore.

"Jika dihitung belum sampai dua hari, setelah pelaksanaan pengambilan lendir untuk swab tes, tapi beberapa saat setelah meninggal dunia hasil swab ibu saya positif Covid-19, padahal tim medis awalnya mengatakan paling lambat tiga sampai empat hari, kok bisa kurang dari 2 hari sudah ada hasilnya, itu yang buat saya yakin ibu saya tidak positif Covid-19," kata Mahnun kecewa.

Kejanggalan berikutnya terjadi saat Mahnun meminta bukti dokumen hasil tes swab ibunya.

Pihak RSUD Kota Mataram menyebut bahwa hasilnya masih dirilis.

"Ini semua proses yang janggal, kami melihat ada yang timpang di sini, anehnya pihak RSUD Kota Mataram tetap bersikeras menyebut ibu saya positif Covid-19, tapi dokumen atau bukti surat yang menunjukkan itu tidak diberikan sampai sekarang," kata Mahnun.

Akibat kejanggalan itu, ratusan warga menyerbu RSUD Kota Mataram dan mengambil paksa jenazah MS.

Belakangan, Mahnun dan sejumlah keluarga yang terlibat dalam aksi pengambilan paksa jenazah itu membuat permohonan maaf.

Tanggapan RSUD Kota Mataram Direktur RSUD Kota Mataram dr Lalu Herman Mahaputra mengatakan, pihaknya telah bekerja sesuai prosedur penanganan Covid-19, termasuk saat menangani pasien MS.

"Aturannya kami harus melakukan tes swab pada pasien yang mengalami gejala Covid-19, salah satunya adalah sesak napas," kata Herman pada Rabu.

Herman mengatakan, hasil tes swab yang menyatakan MS positif Covid-19 diserahkan ke tim penyidik Polres Kota Mataram. Hal itu dilakukan karena adanya insiden penjemputan paksa jenazah.

"Dokumen hasil swab MS bisa dimibta jeluarga ke aparat kepolisian, kami sudah serahkan semua dokumen yang dibutuhkan tim penyidik, " kata Herman.

Menurut Herman, kejadian itu bukan kali pertama terjadi di RSUD Kota Mataram.

Tapi, insiden yan melibatkan ratusan warga itu membuat aparat keamanan kewalahan.

Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto mengatakan, tim medis RS Bhayangkara akan melakukan tracing ke Desa Mekar Sari.

Baca: Virus Corona Disebut Dapat Menular Lewat Udara, Begini Tanggapan Gugus Tugas Covid-19

Keluarga dekat MS yang terlibat dalam aksi pengambilan dan pemakaman jenazah akan menjalani rapid test Covid-19.

"Kita akan jemput bola, tim medis dari RS Bayangkara Polda NTB yang menemui keluarga dan melakukan tracing ke sana, " kata Artanto, Rabu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Ini Alasan Keluarga Ambil Paksa Jenazah Pasien Covid-19 di RSUD Mataram

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas