Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kabar Terbaru Dugaan Kasus Fetish Kain Jarik: Pelaku Resmi Di-Drop Out, Ini Penjelasan Pihak Unair

Pihak Universitas Airlangga (Unair) akhirnya memutuskan untuk drop out atau mengeluarkan mahasiswa berinisial G

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Kabar Terbaru Dugaan Kasus Fetish Kain Jarik: Pelaku Resmi Di-Drop Out, Ini Penjelasan Pihak Unair
Tangkap layar channel YouTube KompasTV
Update Terbaru Dugaan Kasus Fetish Kain Jarik, Pelaku Resmi Dikeluarkan dari Universitas Airlangga 

TRIBUNNEWS.COM - Pihak Universitas Airlangga (Unair) akhirnya memutuskan untuk drop out atau mengeluarkan mahasiswa berinisial G, terduga pelaku pelecehan seksual fetish kain jarik.

Keputusan tersebut diambil oleh Unair setelah menggelar sidang kode etik.

Pihak kampus menganggap G melanggar etik mahasiswa, merugikan nama baik Unair dan melanggar norma hukum.

Sebelumnya Unair juga telah melakukan pertemuan dengan orang tua yang bersangkuatan untuk membahas dugaan kasus fetish kain jarik yang melibatkan anaknya.

Orang tua G menerima keputusan Unair mengeluarkan putranya dari kampus.

Ketua Pusat Informasi dan Humas Unair, Suko Widodo mengatakan hasilnya Rektor memutuskan G dikeluarkan.

Baca: Kasus Pelecehan Fetish Kain Jarik, Keluarga Terduga Pelaku Minta Maaf, Ini Kata Unair Soal Sanksinya

Ketua Pusat Informasi dan Humas Unair, Suko Widodo
Ketua Pusat Informasi dan Humas Unair, Suko Widodo (Tangkap layar channel YouTube KompasTV)

"Akhirnya Pak Rektor memutuskan bersangkutan dikeluarkan atau di drop out sejak hari ini, dan keputusan itu berharap persoalan hukum yang menyakut bersangkutan diatasi oleh pihak berwenang."

Berita Rekomendasi

"Sebelumnya kita juga sudah melakukan pelacakan dan pengumpulan informasi dan melakukan pertemuan dengan Dekan FIB dan keluarga yang bersangkutan."

"Pertemuan tersebut dilakukan secara daring karena keluarga berada di luar Kota Surabaya," ujar Suko dikutip dari siaran Sapa Indonesia Pagi, Kamis (6/8/2020).

Suko menambahkan, saat ini Unair telah membuka layanan help center terkait dugaan kasus pelecehan seksual fetish kain jarik.

Unair juga memberikan pendampingan kepada para korban dengan melibatkan tenaga para ahli.

"Saat ini ada tim help center memberikan pendampingan kepada mereka yang mengalami trauma psikis karena pernah berinteraksi dengan bersangkutan," beber Suko.

Berdasarkan laporan hingga saat ini, sudah ada sejumlah orang yang diduga korban G memberikan aduannya kepada pihak Unair.

Para korban tidak hanya dari Kota Surabaya, namun juga luar daerah, seperti Yogyakarta dan Bandung.

Sedangkan korban pelecehan seksual fetish kain jarik dibagi menjadi dua level.

Level pertama berkategori sekunder yang mendapatkan pelecehan hanya melalui chatting dan video call.

Sedangkan level primer yang mendapatkan pelecehan sempat berkontak fisik dengan G.

Baca: Korban Fetish Kain Jarik Berkedok Riset Diduga Tidak Mau Bongkar Identitas, Ini Penjelasan Unair

Bahaya fetish kain jarik

Sebuah utas yang menceritakan penyimpangan seksual fetish kain jarik dari lelaki bernama 'Gilang' viral di jagat maya.
Sebuah utas yang menceritakan penyimpangan seksual fetish kain jarik viral di jagat maya. (Twitter.com/@m_fikris)

Beberapa hari ini sosial media tengah dihebohkan dengan fenomena 'fetish kain jarik' yang dilakukan seorang mahasiswa di Surabaya.

Para korban dari mahasiswa berinisial G itu di sosial media menceritakan perlakuan aneh G  yang meminta korban-korbannya supaya mau dibungkus dengan kain jarik.

Untuk mencari korban, G mengatakan kalau ia sedang melakukan riset tentang membungkus badan tersebut untuk keperluan kuliahnya.

Lalu apa sebenarnya istilah fetish yang jadi nge-tren setelah munculnya kasus G?

dr. Alvina, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Primaya Hospital Bekasi Barat menjelaskan seseorang yang fethisme adalah perilaku seksual yang menggunakan objek tidak hidup sebagai metode untuk membuat seseorang terangsang secara seksual.

“Seseorang dengan Fetishism akan berfantasi seksual misalnya masturbasi dengan menggunakan benda yang tidak hidup sebagai objek untuk menimbulkan rangsangan seksual,” ujar dr. Alvina, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (31/7/2020).

Untuk didiagnosis mengalami fethisme seseorang harus memiliki fantasi atau perilaku seksual yang yang intens atau berulang hingga lebih dari enam bulan dan melibatkan objek tidak hidup atau bagian dari tubuh manusia non-genital.

Fethis ini bisa menimulkan stres yang membuat pelakunya mengalami gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan personalnya.

“Dampak buruk bagi seseorang dengan fetishism, orang tersebut jadi menarik diri dari lingkungan sosialnya karena gangguan fungsi sosial atau tidak bisa bekerja karena gangguan Fetihistik-nya,” ujar dr. Alvina, Sp.KJ.

Dr. Alvina mengungkapkan fetishism bisa disertai dengan gangguan mental lainnya, misalnya orang tersebut juga memiliki gangguan mood seperti gangguan depresi, gangguan cemas, atau gangguan psikotik.

“Jika ditanya apakah seorang dengan Fetishism sendiri mengancam keselamatan atau kejiwaan orang lain, maka kita harus kembali lagi bahwa gangguan Fetihistik sendiri melibatkan objek yang tidak hidup dan biasanya ada rasa inadekuat maka konfrontasi secara langsung jarang dilakukan,” pungkas dr. Alvina.

 (Tribunnews.com/Endra Kurniawan/ Apfia Tioconny Billy)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas