Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIRAL Kisah Pria Tinggal di Puncak Gunung Wilis, Tidak Makan Nasi dan Daging

Kisah seorang pria yang memilih tinggal di puncak Gunung Wilis 2,5 tahun terakhir ini viral di media sosial. Begini caranya penuhi kebutuhan hidup.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
zoom-in VIRAL Kisah Pria Tinggal di Puncak Gunung Wilis, Tidak Makan Nasi dan Daging
Kolase Tribunnews.com
Kisah seorang pria yang memilih tinggal di puncak Gunung Wilis 2,5 tahun terakhir ini viral di media sosial. 

TRIBUNNEWS.COM - Kisah seorang pria yang memilih tinggal di puncak Gunung Wilis selama bertahun-tahun menyita perhatian warganet.

Kisah tersebut pertama kali diunggah oleh akun Facebook Mas Ari Purnomo Adi pada Senin (31/8/2020) lalu.

Dalam unggahannya, Ari mengungkapkan, pria bernama Hamzah (47) itu tinggal seorang diri di dalam bivak yang didirikan di Puncak Trogati Gunung Wilis 2.563 Mdpl.

Ia menyebutkan, Hamzah sudah 2,5 tahun tinggal di sana.

Sehari-hari, Hamzah memanfaatkan tanaman sekitar hingga air hujan untuk kebutuhan makan dan minum.

Baca: VIRAL Seorang Pria Tinggal di Puncak Gunung Wilis Bertahun-tahun, Begini Kisah di Baliknya

"Ultimate Survival and BushCrafter.

Pak Hamzah, 47 thn asal Kalidawir, Tulungagung, selama 2.5 tahun tinggal seorang diri di puncak tertinggi pegunungan Wilis.

Berita Rekomendasi

Beliau tinggal di dalam bivak yang didirikannya di Puncak Trogati Gunung Wilis 2563 Mdpl," begitu kutipan unggahan Ari di akun Facebooknya, yang dikutip Tribunnews.com pada Rabu (2/9/2020).

Kisah yang dibagikan Ari tersebut kemudian viral saat diunggah ulang oleh akun Instagram @pendakilawas, Selasa (1/9/2020).

Unggahan tersebut menuai banyak respons warganet.

Hingga Rabu (2/9/2020) siang, unggahan itu telah disukai lebih dari 10 ribu orang.

Saat dikonfirmasi Tribunnews.com, sang pengunggah, Ari, membenarkan kisah yang ia bagikan tersebut.

Pendaki asal Wates, Kediri, Jawa Timur itupun membagikan kisahnya saat bertemu dengan Hamzah pada Minggu (23/8/2020) lalu.

Ari mengaku sempat berbincang selama 1 jam dengan Hamzah.

Menurutnya, pria tersebut berasal dari Kalidawir, Tulungagung, Jawa Timur.

Saat ini pun, keluarga Hamzah masih berada di daerah Kalidawir.

Dalam kesempatan tersebut, Ari mengatakan, Hamzah juga membagikan kisahnya dalam menjalani kehidupan di puncak gunung seorang diri.

Ari mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, ada kalanya Hamzah turun dari gunung.

"Beliau itu jangan dikira tinggal selamanya di puncak gitu."

"Jadi kalau stok makanannya habis, dia akan turun mengambil stok," beber Ari saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu.

Baca: Kisah Devi Nuraisyah Sopir Truk Cantik yang Viral, Suka Kendaraan Besar, Ortu Sempat Tak Beri Restu

Ari menuturkan, Hamzah biasanya mengonsumsi tiwul sebagai makanan pokok.

Menurut Ari, Hamzah memang tidak makan daging maupun nasi.

"Biasanya yang diambil (saat turun) itu tiwul, karena beliau nggak makan nasi, nggak makan daging, beliau vegetarian, jadi makannya tiwul itu dibawa ke puncak," jelas Ari.

"Jadi kalau makanannya habis, nggak ada makanan di puncak, dia turun. Turunnya ke arah Nganjuk, terus naik," tambahnya.

Ari mengaku tidak tahu pasti bagaimana teknisnya ketika Hamzah turun dari puncak untuk menstok makanan.

Namun, menurut informasi yang ia dapat, Hamzah terkadang mengajak porter untuk membantunya membawa stok makanan ke puncak. 

"Saya dapat informasi bahwa mungkin bawaannya banyak jadi dia kadang-kadang ngajak porter, penduduk sekitar, untuk membawakan."

"Kalau untuk teknis di bawah apakah ada yang menyuplai atau dia belanja saya belum sempat tanya," ujarnya.

Mengetahui Hamzah kadang kala menstok makanan dengan bantuan porter, Ari pun menilai, Hamzah menstok makanan dalam jumlah yang tidak sedikit.

"Artinya barangnya kan banyak. Kemampuan kita membawa barang ke gunung itu kan maksimal 20 kilogram, kalau dua orang mungkin 40 kilogram, jadi cukup lumayan banyak bekalnya," kata Ari.

Potret bivak yang dijadikan tempat tinggal oleh Hamzah selama hidup di puncak Gunung Wilis 2,5 tahun terakhir.
Potret bivak yang dijadikan tempat tinggal oleh Hamzah selama hidup di puncak Gunung Wilis 2,5 tahun terakhir. (Dokumen Pribadi)

Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Ari mengatakan, Hamzah memanfaatkan tumbuhan di sekitarnya.

"Untuk kesehariannya, untuk menyambung hidup, beliau memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada di puncak gunung seperti bayam hutan, sawi hutan, ginseng, manis rejo, lada hutan, gitu," ujarnya.

Sedangkan untuk kebutuhan air, Ari melanjutkan, Hamzah biasa memanfaatkan air hujan.

Tak hanya itu, Hamzah juga mengambil air dari mata air di dasar jurang.

"Untuk airnya, beliau kalau musim hujan menggunakan air hujan, kalau nggak hujan dia turun ke jurang ambil air di dasar jurang," kata Ari.

Kisah Hamzah yang Memilih Tinggal di Puncak Gunung

Ari menceritakan, ia dan rombongannya bertemu dengan Hamzah secara tidak sengaja.

"Nggak sengaja, nggak ada rencana, dan kita tidak tahu ada orang di situ sebenarnya," ungkap Ari.

Ia mengatakan, saat itu dirinya memang sedang menjalankan ekspedisi menjelajahi puncak-puncak utama Gunung Wilis.

Dari 40 puncak Gunung Wilis yang tersebar di 6 kabupaten, Ari dan teman-temannya menjelajahi sejumlah puncak utama.

"Pada ekspedisi terakhir kemarin, yang dari Ponorogo itu, di puncak kami nggak sengaja ketemu (Hamzah)," jelas Ari.

Hamzah dan Rombongan Pendaki
Para pendaki bertemu dengan Hamzah di Puncak Trogati Gunung Wilis, Minggu (23/8/2020). Hamzah diketahui telah 2,5 tahun tinggal seorang diri di Puncak Trogati Gunung Wilis.

Lebih lanjut, Ari menuturkan, latar belakang Hamzah memilih tinggal di puncak gunung adalah belajar.

Menurut Ari, Hamzah mengungkapkan dirinya mendalami ilmu yang berfokus untuk mengenal diri sendiri sebagai langkah mendekatkan diri pada Tuhan.

Hal itulah yang kemudian membawa Hamzah untuk memilih puncak gunung sebagai tempat tinggalnya.

"Prinsipnya, beliau itu belajar tentang ilmu yang intinya adalah mengenal diri sendiri, yang bisa saya tangkap itu, karena dengan mengenal diri sendiri itu adalah salah satu cara untuk mengenal Tuhan," ungkapnya.

"Kalau di dalam ajaran Jawa kan ada 'manunggaling kawula Gusti', jadi dia menerapkan ilmu itu yang diajarkan guru beliau," sambung Ari.

Baca: Mengenal Anjir Faghnawi Achmada, Mahasiswa UINSA Surabaya yang Viral karena Namanya

Oleh karena itu, Ari menambahkan, puncak gunung yang sepi dan sunyi menjadi pilihan Hamzah untuk dapat lebih fokus mendekatkan diri pada Tuhan.

Ari menyebutkan, Hamzah sudah menjalani kehidupannya di puncak gunung sejak tahun 2000-an.

"Memang beliaunya kan sudah menjalani hidup seperti itu, bertapa mungkin sejak tahun 2000-an, jadi dia bertapanya bukan 2,5 tahun tapi sejak tahun 2000," jelas Ari.

Ari menambahkan, sejak tahun 2000, Hamzah pun berpindah-pindah tempat untuk mencari lokasi yang mampu membuatnya fokus.

"Iya (berpindah-pindah), yang pertama dia di Sadepok terus karena Sadepok mulai ramai, dia pindah ke Trogati," kata Ari.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas