Petani Garam di Lamongan Menjerit, Harga Garam Hancur Berkisar Rp 200-300 per Kilogram
Arifin mengatakan, harga jual garam dari para petani hanya berkisaran Rp 200 perkilogram hingga Rp 300 per kilogram.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Kondisi memprihatinkan dirasakan petani garam di Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Jika biasanya musim kemarau menjadi harapan petani garam untuk meraup untung dengan produksi garamnya.
Kini mereka mengeluhkan rendahnya harga garam yang jauh dari ideal biaya produksi.
Artinya harga garam di Lamongan terjun bebas.
Seorang petani garam di Lamongan, Arifin mengatakan, harga jual garam dari para petani hanya berkisaran Rp 200 perkilogram hingga Rp 300 per kilogram.
Harga yang tidak memihak petani ini menurut Arifin sudah dirasakan selama kurang lebih satu tahun terakhir.
"Sudah hampir setahun harga garam tidak naik-naik. Harga Rp 300, bahkan Rp 200 juga ada," kata Arifin kepada TribunJatim.com, Kamis (3/9/2020).
Lebih parahnya pembelinya juga sangat minim.
Tidak ada transaksi pembelian dalam jumlah besar.
Arifin menilai, bahwa harga Rp 200 sampai Rp 300 tidak sebanding dengan pekerjaan dan termasuk biaya produksi garam.
Produksi garam tidak dikerjakan sendiri oleh petani, tapi melibatkan pekerja lain.
Menurut Arifin, jika laku Rp 500 rupiah akan sedikit impas dengan biaya pengelolaan.
Namun baru ideal jika laku Rp 750 hingga Rp 800.
Arifin memperkirakan anjloknya harga garam produksi rakyat dalam negeri ini dimungkinkan akibat adanya kebijakan impor garam oleh pemerintah, keputusannya diambil saat tidak tepat.
"Gara-gara dulu itu, ada stok garam masih 1 juta ton, tapi impor 3 juta ton lagi, kemudian penyerapnya tidak ada, " katanya kepada TribunJatim.com.
Baca: Bangun Pagi Langsung Minum Air Garam Saat Perut Masih Kosong, Lihat yang Akan Terjadi pada Tubuh
Mestinya pemerintah menggali data lebih cermat sebelum kebijakan impor garam diputuskan.
"Kalau garam memang masih banyak, jangan impor banyak-banyak," imbuh Arifin.
Para petani garam di Lamongan tidak berdaya menghadapi situasi tersebut.
Hanya bisa menerina kenyataan dan tetap menekuni pekerjaan sebagai petani garam, karena tidak punya pekerjaan lain yang bisa diandalkan.
Kini para petani garam di Lamongan berharap pemerintah segera menetapkan harga terendah garam.
Pemerintah itu semestinya membuat regulasi harga eceran terendah dan harga eceran tertinggi.
Kalau tidak diatur pemerintah secara ketat, maka selamanya problem yang dihadapi petani garam tetap ada.
"Akhirnya kartel-kartel yang diuntungkan, " gerutu Arifin.
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Petani Garam di Lamongan Menjerit, Harga Garam di Lamongan Hancur,
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.