Petani Tapsel Dapat Bimtek Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman Kopi Secara Organik
Bahan kimia dianggap bukan solusi, namun hanya akan merusak unsur hara mikro yang ada di dalam tanah.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasional Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM – Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan mengundang guru besar dari Universitas Jenderal Soedirman Prof Loekas Soesanto, MS PhD untuk melakukan kegiatan Bimbingan Teknis tentang Pengenalan dan Penanganan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) Tanaman Kopi di Desa Sampean, Kec. Sipirok, Kab. Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Hal itu untuk mendukung kegiatan Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan Tahun Anggaran 2020.
Kegiatan diisi dengan sesi pemaparan materi oleh Loekas Soesanto, sesi diskusi (tanya jawab) dan juga pemaparan tentang pengalaman petani selama ini sebagai petani kopi, cabai dan sayur-sayuran.
Baca: Dengan Asuransi, Petani di NTT Tidak Akan Rugi Meski Kemarau
Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Sigit Wahyudi menjelaskan melalui kegiatan bimbingan teknis ini, petani kopi mampu mengenali gejala serangan OPT dan menerapkan teknik pengendalian secara PHT di kebunnya masing – masing. Sehingga program desa pertanian organik bisa semakin berkembang dan membentuk kawasan organik di desa tersebut.
“Bimbingan teknis tersebut tidak hanya dihadiri oleh petani kopi, tetapi juga petugas UPPT Tapsel dan pendamping lapangan dari Dinas Kabupaten Tapanuli Selatan,” kata Sigit.
Sementara itu, Guru Besar dari Universitas Jenderal Soedirman Prof. Loekas menambahkan, pengenalan OPT tanaman kopi, perbedaan gejala serangan OPT dan kekurangan unsur hara, serta teknik penanganan OPT dan kekurangan unsur hara tersebut dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
“Kita berharap, agar petani kopi di desa bisa menerapkan sistem pengendalian secara PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dan menjadi “Dokter Tanaman” di kebunnya masing-masing,” harap Loekas.
Sesi diskusi dilanjutkan kunjungan ke beberapa kebun kopi petani yang terserang OPT. Beberapa OPT yang ditemukan seperti serangan nematoda, PBKo, karat daun, antraknose buah dan jamur akar.
Selain serangan OPT, juga ditemukan kebun petani yang kekurangan unsur Magnesium. Beliau menjelaskan perbedaan gejalanya.
Desa tersebut telah dipilih dalam program pengembangan desa pertanian organik tahun anggaran 2020, maka sangat mengharapkan agar petani mengurangi penggunaan bahan kimia bahkan tidak menggunakannya sama sekali.
Bahan kimia dianggap bukan solusi, namun hanya akan merusak unsur hara mikro yang ada di dalam tanah.
Loekas juga memberikan solusi dengan menggunakan metabolit sekunder yang merupakan hasil pengujian beliau selama beberapa tahun.
Dalam hal ini ia tidak bermaksud untuk menjual produk tersebut, namun mengajarkan kepada petani untuk membuatnya sendiri, karena selain mudah, bahan-bahan yang diperlukan bisa diperoleh dari alam.
Adapun bahan-bahan yang diperlukan seperti air leri, air kelapa, gula, keong dan akar putri malu.
Petani sangat antusias mengikuti kegiatan ini mulai dari pemaparan materi, diskusi, praktek di lapangan dan pembuatan bahan yang disebut sebagai obat untuk mengendalikan OPT tanaman perkebunan, pangan dan hortikultura.
“Petani sangat berharap agar kegiatan-kegiatan seperti ini sering dilakukan sehingga petani tidak buta dalam pengenalan dan penanganan OPT tanaman kopi kedepannya. Hal ini merupakan tugas bagi balai untuk membantu petani di Prov. Sumatera Utara,” kata Loekas.