Pelaku Vandalisme di Mushala Depresi, Psikolog: Bukan Gangguan Jiwa yang Bisa Dapat Dispensasi Hukum
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan tanggapannya terkait vandalisme di Mushala Darussalam, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan tanggapannya terkait vandalisme di Mushala Darussalam, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang.
Diketahui, polisi telah berhasil menangkap pelaku berinisial SKN yang masih berusia 18 tahun.
Berdasarkan pemeriksaan oleh psikolog, pelaku dinyatakan mengalami depresi.
Kendati demikian, menurut Reza, depresi bukan tipe gangguan jiwa yang bisa mendapat dispensasi hukum.
Reza mengatakan, untuk kepentingan pengobatan klinis, perlu dicari tahu sebab depresi yang dialami pelaku.
Baca: Kasus Vandalisme Musala, Anggota DPR Minta Hati-hati Belajar Agama dari Youtube
"Jangan lupa, pihak yang bertanggung jawab menjaga orang yang mengalami gangguan jiwa, tapi lalai."
"Sehingga orang sakit jiwa tersebut berkeliaran apalagi membahayakan orang lain dan lingkungan sekitar, bisa dikenai pidana," kata Reza dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (1/10/2020).
Lebih lanjut, ia mengatakan, hanya sepertiga pengidap depresi yang mendemonstrasikan amarah hebat secara tiba-tiba.
"Depresi, karena lebih berasosiasi dengan kesedihan dan keputusasaan yang mendalam, kerap disebut para ilmuwan sebagai gerbang bunuh diri," jelasnya.
"Alhasil, jaga tersangka pelaku sebaik-baiknya. Jangan sampai terjadi perbuatan fatal di dalam ruang tahanan yang membuat kasus berhenti di kantor polisi," sambung dia.
Reza beranggapan, penanganan hukum atas kasus vandalisme tersebut akan bisa sedikit banyak mendongkrak kepercayaan publik pada otoritas penegakkan hukum.
"Publik kadung skeptis terhadap kerja hukum pada kasus-kasus penganiayaan ulama yang para pelakunya disebut punya gangguan jiwa dan kasusnya setop begitu saja," tandasnya.
Pelaku tertekan dilarang keluar rumah oleh orangtuanya
Berdasarkan hasil pemeriksaan terbaru, diketahui bahwa pelaku melakukan aksi vandalisme lantaran tertekan dilarang keluar rumah oleh orangtua.
"Tersangka melakukan perbuatannya tersebut karena tertekan, dilarang keluar rumah oleh orangtua tersangka setiap hari."
"Sehingga tersangka emosi dan melampiaskan kekesalan dengan cara perbuatan tersebut," kata Kapolresta Tangerang Kombes Ade Ary Syam Indardi kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Jumat (2/10/2020).
Baca: Kecam Aksi Vandalisme di Tangerang, Wamenag Minta Polisi Dalami Motif Pelaku
Baca: Umat Islam Diimbau Tidak Terprovokasi Kasus Vandalisme di Tangerang, Namun Tetap Waspada
Ade mengatakan, ada alasan mengapa orangtua SKN melarang anaknya untuk tidak keluar rumah.
Berdasarkan keterangan dari orangtua, menurut Ade, pelaku mengalami kesulitan mengendalikan emosi.
Hal itu yang membuat SKN memiliki dorongan untuk melakukan kekerasan dan perkelahian.
Menurut Ade, kondisi ini sudah terjadi sejak pelaku masih duduk di kelas IX SMP, di mana SKN sering mengeluh sulit tidur.
Orangtua korban sudah berusaha untuk menyembuhkan kondisi kejiwaan SKN.
Berbagai cara sudah dilakukan, mulai dari hipnoterapi, rukiyah hingga pendekatan dengan sering beribadah.
SKN juga dilarang keluar apabila tidak didampingi orangtuanya.
Baca: Melakukan Aksi Sendiri, Pelaku Vandalisme Mushala di Tangerang Meyakini Tindakannya Benar
"Apa yang dilakukan (vandalisme di mushala) merupakan pelampiasan kekesalan terhadap orang-orang di sekitar yang mengucilkan, menghindarinya," kata Ade.
Kondisi yang terjadi pada SKN juga dibuktikan dengan pemeriksaan oleh psikolog. SKN dinyatakan mengalami depresi.
Adapun, SKN saat ini berstatus sebagai mahasiswa semester I di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta.
Saat ini, SKN masih berstatus tersangka. SKN mengakui perbuatannya mencoret dinding dan lantai mushala.
Dia juga merobek Al Quran dan merusak sistem pengeras suara di mushala.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Acep Nazmudin)