Kisah Pasien Covid-19 di Jambi, Dikucilkan Warga, Kini Tak Miliki Penghasilan Hidupi Keluarga
Okta, nama samaran, menceritakan tentang kisahnya bagaimana bisa berada di RSUD Ahmad Ripin, Sengeti,
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Okta, nama samaran, menceritakan tentang kisahnya bagaimana bisa berada di RSUD Ahmad Ripin, Sengeti, Muaro Jambi.
Sebelumnya, Okta dan empat orang temannya terkonfirmasi positif Covid-19 dari hasil swab. Ia merupakan pasien OTG.
Dia positif corona setelah mengikuti kegiatan dari kantornya, yang ternyata pegawai Pemprov Jambi yang juga ikut kegiatan itu terpapar Covid-19.
Ia menuturkan setelah dirinya mendapatkan info resmi positif reaktif Covid-19 dari dinkes, Okta mengaku belum mendapatkan kepastian akan diisolasi di mana.
Pasalnya, ruang isolasi di Kabupaten Muaro Jambi penuh.
Baca: Sebaran Virus Corona Indonesia Rabu (7/10/2020): DKI Catat Kasus Baru Tertinggi, Disusul Jabar
Sembari menunggu kabar itu, Okta melakukan isolasi mandiri di rumahnya.
"Kabar telanjur tersebar dengan cepatnya kepada warga desa saya.
Warga mulai heboh dan mengucilkan keluarga kami.
Karena keluarga saya dianggap menahan saya agar tidak dibawa ke rumah sakit.
Saya pun tidak tenang di rumah. Sehingga saya memutuskan untuk pergi sendiri naik motor ke rumah sakit untuk diisolasi," ungkapnya kepada Tribunjambi.com, Rabu (7/10/2020).
Sesampainya di RSUD Ahmad Ripin, dirinya sempat mengalami penolakan karena tidak memiliki surat rujukan agar diisolasi.
Baca: Ada Jakarta, Ini 5 Provinsi yang Masuk Daftar Wilayah dengan Penanganan Covid-19 Terbaik
Namun setelah menceritakan semuanya dan juga menelepon saudaranya yang bekerja sebagai tenaga medis, akhirnya Okta mendapatkan ruangan isolasi.
Begitu pula teman-temannya yang positif juga mengikuti dia untuk isolasi di rumah sakit.
"Bukan hanya saya, tapi teman-teman saya pun juga mendapatkan penolakan oleh warga desa mereka masing-masing.
Sehingga mereka pun mengikuti cara saya untuk berangkat sendiri ke rumah sakit," jelasnya.
Pada hari pertama ia belum diberi apa-apa dari pihak rumah sakit. Namun ia mengatakan bahwa dirinya mendapatkan makan dan minum.
"Setelah hari kedua, barulah saya diberi obat. Kemudian saya menanyakan kepada perawat yang memberi obat, ini obat apa ? obat ini berdasarkan apa ? Setelah saya masuk ke sini saya tidak pernah ditanyakan tentang keluhannya apa, sakit apa, terus tiba-tiba saya diberi obat," tuturnya.
"Kemudian pihak perawatnya hanya menjawab berdasarkan data pasien.
Tapi ketika saya minta soal datanya, mereka enggan memberikan. Ini membuat saya bertanya-tanya," ungkap Okta.
Ia mengatakan dirinya tetap diberikan obat dan kemudian ia menanyakan kepada teman-temannya yang juga diisolasi di sana, bahwa mereka semua diberikan obat yang sama.
Baca: Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat Dikarantina karena Covid-19
"Sayakan langsung searching itu obatnya. Nama obatnya saya baca itu klorokuin.
Saya mencari tahu tentang obat ini dan informasi yang saya dapatkan dosis dari obat ini tinggi," lanjutnya.
"Beberapa teman saya ada yang mual-mual dan muntah-muntah setelah minum obat ini.
Keadaan beberapa teman saya yang awalnya baik-baik saja menjadi lemas dan nafsu makan berkurang," beber Okta.
Namun, ia mengatakan bahwa dirinya tidak bermasalah saat meminum obat tersebut.
Setelah berhari-hari ia di rumah sakit, Okta dan teman-temannya belum ada kunjungan dari pihak dokter.
Padahal dari petugas dinkes memberitahukan bahwa akan ada dokter spesialis yang menangani mereka di rumah sakit.
"Kemudian hari ini yakni hari ke empat, baru ada dokter yang datang mengunjungi saya. Itu pun dihari-hari sebelumnya kami ramai dulu di grup WA yang isinya ada saya, teman-teman, dan petugas dinkes yang mengabari hasil swab kami sebelumnya," ujarnya.
Masih belum puas dengan jawaban dokter yang ia temui, Okta pun mencari tahu orang yang ada di Bapelkes, Pijoan, Muaro Jambi.
"Setahu saya di sana itu isinya orang OTG semua seperti saya," lanjut Okta.
"Setelah mendapatkan kontak dari beberapa orang yang saya tanya, pasien di Bapelkes ternyata hanya diberi vitamin, buah, dan air mineral 2 liter, tidak ada obat lain yang diberikan. Tapi kok di sini kami diberikan obat," katanya.
Ia merasa seakan-akan perlakuan pihak rumah sakit terhadap dirinya dan teman-teman seperti disamakan dengan orang yang bergejala Covid-19.
"Saya hanya bisa berharap kami cepat mendapatkan tes swab selanjutnya, agar kami juga bisa cepat-cepat keluar dari sini,".
"Stres kami di sini. Hari-hari kami hanya penuh dengan tanda tanya. Kemudian kalau orang tua menelpon saya, selalu menangis. Sedih rasanya," ungkapnya.
Ia juga mengatakan hasil swab dari kedua orang tuanya serta kakak, kakak ipar, dan anaknya belum keluar.
"Abang saya bilang, dari pihak puskesmas mengatakan kalau hasilnya akan keluar delapan hari ke depan," ujarnya.
Kemudian juga ia berharap agar orang tua dan keluarganya di rumah segera diberi bantuan oleh pemerintah.
Karena Okta dan kakak laki-lakinya adalah tulang punggung keluarganya.
"Saya sudah minta tolong kepada kepala desa saya, agar membantu orang tua saya.
Saya dan abang saya kan tidak bekerja selama isolasi. Lalu pendapatan kami dari mana ? Mereka pun juga di rumah saja menjalankan isolasi mandiri, tidak bisa ke mana-mana.
Saya mohonlah agar pemerintah memberi bantuan kepada keluarga saya," tutupnya kepada Tribunjambi.com. (Tribunjambi/Widyoko)
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Kisah 'Okta' Pasien OTG Covid-19 Tertular PNS Pemprov Jambi, Dikucilkan Warga Desa
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.